Tri
Rismaharini di Xiamen
Novi
Basuki ; Researcher pada Department of Southeast Asian Studies, Xiamen
University, Tiongkok
|
JAWA
POS, 22 Februari 2014
|
TANGGAL 6 November 2012, saya menerima SMS dari Pemerintah Kota
Xiamen, Tiongkok. Isinya adalah pemberitahuan bahwa Wali Kota Surabaya Tri
Rismaharini pada 12-14 Desember akan berkunjung ke Kota Bangau itu. Pemkot
Xiamen melalui kantor urusan luar negerinya meminta saya untuk menjadi
penerjemah selama kunjungan berlangsung. Saya sanggup. Sudah seperti biasa,
setiap ada kunjungan dari Indonesia, saya selalu diminta menjadi interpreter.
Bu Risma beserta enam orang lain dalam rombongannya tiba di
bandara internasional Gaoqi sekitar pukul 7 malam. Sehari sebelumnya, beliau
melakukan kunjungan ke Guangzhou. Guangzhou dan Xiamen punya hubungan sister city dengan Surabaya.
Keesokan harinya, rombongan dibawa ke pulau kecil Gu Lang Yu.
Untuk ke sana, perjalanan harus menyebrang dengan feri. Ketika tour guide membelikan tiket, Bu Risma
menyempatkan diri untuk melihat-lihat kondisi sekitar. Foto-foto. Tapi,
berbeda dengan pejabat kebanyakan: bukan foto pribadi. Yang diabadikan oleh
Bu Risma adalah kondisi selokan, keadaan jalan, dan pelbagai tanaman yang
ditanam.
Saya tidak ikut ke pulau yang dulu merupakan tempat
kantor-kantor konsulat jenderal negara luar untuk Xiamen.itu. Hanya mengantar
sampai rombongan masuk ke ruang tunggu untuk naik kapal -karena harus
menyiapkan pertemuan dengan wali Kota Xiamen. Entah apa saja yang dilakukan
Bu Risma selama di pulau itu. Tetapi, sangat mungkin, tidak akan jauh berbeda
dengan yang dilakukannya ketika di Museum Perencanaan Kota Xiamen dan Taman
Yuan Bo Yuan.
Dua tempat itu adalah destinasi Bu Risma setelah Pulau Gu Lang
Yu. Saya turut menemani. Menerjemah. Di museum perencanaan, pemandu
menjelaskan master plan pembangunan kota: mulai dari sejarah Kota Xiamen yang
dulu hanya desa pesisir kecil-miskin, kemudian menjadi daerah khusus ekonomi,
lalu mendapat penghargaan dari PBB sebagai Kota Layak Hidup, berhasil
membangun terowongan bawah laut pertama di Tiongkok pada 2010, dan berencana
pada 2020 akan menyelesaikan pembangunan kereta bawah tanah, bandara baru,
kota baru, pusat kapal pesiar, dsb. Terhadap apa yang disampaikan oleh
pemandu itu, Bu Risma tidak banyak berkomentar. Menyimak. Hanya sesekali saja
bertanya.
Juga demikian ketika di Taman Yuan Bo Yuan. Bu Risma sangat
jarang menimpali uraian dari Kepala Dinas Lingkungan Xiamen Cai Yunxia yang
memandunya langsung.
Saya jadi teringat Deng Xiaoping, pelopor kebijakan reform and opening-up 1978. Pada awal
kebijakannya itu diberlakukan, Deng melakukan kunjungan ke Jepang. Ketika
naik Shinkansen, dia diberi penjelasan oleh pemerintah setempat, perihal
kecepatan kereta-cepat ini. Deng hanya diam. Tidak berkata sepatah pun. Bai
Yansong, wartawan ternama Tiongkok, dalam satu dialog di televisi, memberikan
komentar untuk ini: "Deng Xiaoping
barangkali sudah nge-fly memikirkan negaranya".
Ternyata benar. Setelah penjelasan usai, Deng angkat bicara. "Kita (Tiongkok) telah terlalu
terbelakang. Sudah tidak bisa hanya dengan berjalan untuk mengejar
ketertinggalan. Kita harus berlari!" katanya. Saya yakin, kala itu,
Bu Risma juga sedang memikirkan masa depan Surabaya -mungkin juga Indonesia-
laiknya Deng memikirkan masa depan Tiongkok. Barangkali, Bu Risma berkata
begini dalam hatinya: "Surabaya
tidak bisa hanya dengan berlari, apalagi berjalan. Kita harus terbang!"
Pertemuan dengan wali Kota Xiamen dihelat jam setengah tujuh
malam, langsung setelah Bu Risma dari Taman Yuan Bo Yuan. Beliau tidak sempat
istirahat. Padahal, kondisi kesehatannya kurang baik. Sebelum pertemuan, Bu
Risma minta air hangat untuk minum obat. Saya kemudian tahu dari dokter
pribadinya, yang juga termasuk dalam rombongan, bahwa kondisi Bu Risma memang
sudah tidak fit sejak sebelum
kunjungan ke Xiamen ini. Sakit pun masih bekerja.
Wali Kota Xiamen Yu Keqing memuji keberhasilan Bu Risma memimpin
Surabaya. Yu juga tahu bahwa Bu Risma masuk nominasi wali kota terbaik dunia. Masih segar dalam ingatan saya,
jawaban Bu Risma waktu itu: "Keberhasilan
yang didapat Surabaya tidak lepas dari peran serta masyarakat. Sebagai
pemimpin, saya harus bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan rakyat
kepada saya dengan bekerja untuk mereka sebaik-baiknya."
Saat jamuan makan malam, Yu bertanya apakah semua wali kota di
Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat. Bu Risma mengiyakan.
"Caranya?" tanya Yu. "Partai
politik adalah kendaraannya," sahut Bu Risma, "hanya saja, saya tidak paham politik. Karena tujuan saya memang
bukan berpolitik," imbuhnya. Yu tersenyum menanggapi: "Setahu saya, Bu Risma ke Xiamen
pertama kali ketika masih menjabat sebagai kepala dinas pertamanan.
Sekembalinya dari sini, langsung terpilih menjadi wali kota. Sekarang
statusnya sebagai wali kota, sepertinya, sepulangnya nanti, akan langsung
terpilih jadi gubernur atau bahkan presiden." Bu Risma tertawa.
Besoknya, jam 6 pagi, rombongan melanjutkan perjalanan ke
Beijing. Kondisi fisik Bu Risma belum sepenuhnya pulih. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar