Selasa, 11 Februari 2014

SIPKD dan Keresahan Dosen

                    SIPKD dan Keresahan Dosen

Ridwan Sanjaya   ;   Dosen Sistem Informasi
Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata
SUARA MERDEKA,  10 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
MENGINJAK minggu kedua Februari 2014, banyak dosen makin resah karena batas waktu pengisian data ke dalam sistem informasi pengembangan karier dosen (SIPKD) kian dekat.

Padahal program yang berbasis internet tersebut acap melambat, bahkan berhenti bekerja. Adalah Ditjen Dikti yang mewajibkan dosen menuliskan semua aktivitas tiap semester ke dalam sistem informasi itu.

Berbeda dari program Beban Kerja Dosen (BKD) sebagai syarat pencairan tunjangan profesi, SIPKD diisi oleh dosen dengan menggunakan internet. Dosen seluruh wilayah dimungkinkan mengisi bersamasama dan secara otomatis jadi satu di pusat Ditjen Dikti.

Selain isian kegiatan, mereka diminta melampirkan softcopy bukti aktivitas. Dibanding pengisian BKD, proses pengisian SIPKD seharusnya lebih cepat karena meniadakan perantara. Dampaknya pun keakuratan data lebih terjamin dan secara bersamaan bisa digunakan oleh sistem lain yang dibangun Dikti.

Secara teori, SIPKD mestinya lebih andal. Namun Dikti tidak mengantisipasi soal kesamaan waktu mengisi data pada sistem itu. Realitas itu mengakibatkan menjelang batas waktu, situs (web) sistem informasi tersebut sangat lambat, kendati waktu larut malam. Bahkan akhir 2013 dan akhir Januari 2014 sistem tersebut down. Pada akhir 2013, ada kebijakan perpanjangan batas waktu pengisian dan membagi jadwal berdasarkan jabatan fungsional dosen.

Namun pada akhir Januari 2014 tampilan yang muncul adalah permohonan maaf dan janji memperpanjang waktu pengisian. Kebiasaan mengisi data menjelang batas waktu, jumlah dosen yang ratusan ribu, dan ukuran dokumen yang diunggah, tampaknya tidak diantisipasi sejak awal.

Sistem tak perlu harus down karena tingginya lalu lintas pengisian data. Pengelola perlu kembali melihat keberadaan koordinator perguruan tinggi wilayah yang rata-rata memiliki server di internet untuk kebutuhan operasional. Program SIPKD dapat disebar ke semua server koodinator agar dosen di wilayahnya dapat mengisi secara terpisah dari dosen wilayah lain.

Upaya itu supaya kepadatan tidak terpusat di server induk, dan dosen dapat mengisi tiap hari, serta menambahkan data di tengah aktivitasnya menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi.

Sinkronisasi data bisa dilakukan dengan masing-masing server wilayah tiap hari atau secara berkala supaya data tetap sama dengan server induk. Yang terpenting, data bisa masuk dengan mudah dan bisa meminimalkan keresahan berkait pengisian SIPKD.

Dalam proyek TI, analisis kebiasaan pengguna dan budaya kerja acap dilewatkan, lebih mengutamakan fitur-fitur canggih. Padahal pengguna menempati prioritas terdepan sebagai pengisi konten sistem yang dibangun.

Menurut Manajer Proyek TI Sunil Raikhanghar, bila kebiasaan kerja tidak mendukung sistem yang dibangun maka akan dinilai sebagai tambahan beban dan gangguan dalam aktivitas sehari-hari. Beberapa ungkapan keresahan di internet merupakan salah satu dampak dari ketiadaan analisis memahami perilaku dan kebiasaan pengguna.

Lingkup Pelayanan

Andai pendekatan wilayah dianggap menyulitkan karena kesulitan koordinasi, keterbatasan waktu, atau pengelolaan anggaran yang tersebar maka alternatif lain adalah dengan pendekatan teknis. Jumlah server perlu mengimbangi jumlah pengguna sistem.

Penerapan konsep load balancing atau menyeimbangkan beban kerja dengan distribusi beban kerja ke beberapa server dapat menghindarkan kemungkinan server down. Penambahan jumlah server perlu diikuti dengan penambahan bandwidth yang dapat mendukung lalu lintas data.

Artinya, bukan hanya membagi beban kerja ke beberapa komputer melainkan juga membagi secara seimbang dan lebar lalu lintas pengguna yang menuju ke server.
Kebutuhan mengenai hal itu merupakan konsekuensi mengingat banyaknya jumlah pengguna dan lingkup nasional yang ditangani. Kondisi itu berbeda dari sistem sebelumnya, forlap.dikti.go.id yang datanya dikumpulkan terlebih dahulu oleh koordinator wilayah atau simlitabmas.dikti.go.id yang hanya digunakan oleh dosen peminat penelitian dan pengabdian masyarakat.

Pendekatan teknis ini tidak melibatkan banyak pihak dalam penyelenggaraan sistem sehingga lebih menyingkat waktu dalam penerapannya. Jika penyediaan beberapa komputer server dan memperbesar bandwidth tidak sesuai dengan anggaran maka solusi lainnya adalah memperingan kerja server dengan penyederhanaan proses.

Bukti aktivitas tidak diunggah namun ditautkan dengan layanan online penyimpanan dokumen. Pencantuman tautan atau link bisa mengurangi beban kerja dan bandwidth server. Penyederhanaan proses juga bisa dilakukan dengan menggunakan template dokumen Excel atau Access seperti dalam BKD.

Dosen dapat mengisi secara offline dan mengunggah setelah siap. Selanjutnya server menerjermahkan isian ke dalam database SIPKD. Penciptaan sistem informasi sejatinya untuk mempermudah proses, bukan untuk mempersulit atau bahkan membuat resah pengguna.

Semoga dengan berorientasi pada pengguna, sistem tersebut bisa disukai dan memenuhi target koleksi data pada akhir Februari 2014 atau andai kembali diperpanjang. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar