SIPKD dan Keresahan Dosen
Ridwan Sanjaya ; Dosen Sistem Informasi
Universitas
Katolik (Unika) Soegijapranata
|
SUARA
MERDEKA, 10 Februari 2014
MENGINJAK minggu kedua Februari 2014,
banyak dosen makin resah karena batas waktu pengisian data ke dalam sistem
informasi pengembangan karier dosen (SIPKD) kian dekat.
Padahal program yang berbasis internet
tersebut acap melambat, bahkan berhenti bekerja. Adalah Ditjen Dikti yang
mewajibkan dosen menuliskan semua aktivitas tiap semester ke dalam sistem
informasi itu.
Berbeda dari program Beban Kerja Dosen
(BKD) sebagai syarat pencairan tunjangan profesi, SIPKD diisi oleh dosen
dengan menggunakan internet. Dosen seluruh wilayah dimungkinkan mengisi
bersamasama dan secara otomatis jadi satu di pusat Ditjen Dikti.
Selain isian kegiatan, mereka diminta
melampirkan softcopy bukti aktivitas. Dibanding pengisian BKD, proses
pengisian SIPKD seharusnya lebih cepat karena meniadakan perantara. Dampaknya
pun keakuratan data lebih terjamin dan secara bersamaan bisa digunakan oleh
sistem lain yang dibangun Dikti.
Secara teori, SIPKD mestinya lebih andal.
Namun Dikti tidak mengantisipasi soal kesamaan waktu mengisi data pada sistem
itu. Realitas itu mengakibatkan menjelang batas waktu, situs (web) sistem
informasi tersebut sangat lambat, kendati waktu larut malam. Bahkan akhir
2013 dan akhir Januari 2014 sistem tersebut down. Pada akhir 2013, ada
kebijakan perpanjangan batas waktu pengisian dan membagi jadwal berdasarkan
jabatan fungsional dosen.
Namun pada akhir Januari 2014 tampilan yang
muncul adalah permohonan maaf dan janji memperpanjang waktu pengisian.
Kebiasaan mengisi data menjelang batas waktu, jumlah dosen yang ratusan ribu,
dan ukuran dokumen yang diunggah, tampaknya tidak diantisipasi sejak awal.
Sistem tak perlu harus down karena tingginya lalu lintas pengisian data. Pengelola perlu
kembali melihat keberadaan koordinator perguruan tinggi wilayah yang
rata-rata memiliki server di internet untuk kebutuhan operasional. Program
SIPKD dapat disebar ke semua server koodinator agar dosen di wilayahnya dapat
mengisi secara terpisah dari dosen wilayah lain.
Upaya itu supaya kepadatan tidak terpusat
di server induk, dan dosen dapat mengisi tiap hari, serta menambahkan data di
tengah aktivitasnya menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi.
Sinkronisasi data bisa dilakukan dengan
masing-masing server wilayah tiap hari atau secara berkala supaya data tetap
sama dengan server induk. Yang terpenting, data bisa masuk dengan mudah dan
bisa meminimalkan keresahan berkait pengisian SIPKD.
Dalam proyek TI, analisis kebiasaan
pengguna dan budaya kerja acap dilewatkan, lebih mengutamakan fitur-fitur
canggih. Padahal pengguna menempati prioritas terdepan sebagai pengisi konten
sistem yang dibangun.
Menurut Manajer Proyek TI Sunil
Raikhanghar, bila kebiasaan kerja tidak mendukung sistem yang dibangun maka
akan dinilai sebagai tambahan beban dan gangguan dalam aktivitas sehari-hari.
Beberapa ungkapan keresahan di internet merupakan salah satu dampak dari
ketiadaan analisis memahami perilaku dan kebiasaan pengguna.
Lingkup
Pelayanan
Andai pendekatan wilayah dianggap
menyulitkan karena kesulitan koordinasi, keterbatasan waktu, atau pengelolaan
anggaran yang tersebar maka alternatif lain adalah dengan pendekatan teknis.
Jumlah server perlu mengimbangi jumlah pengguna sistem.
Penerapan konsep load balancing atau
menyeimbangkan beban kerja dengan distribusi beban kerja ke beberapa server
dapat menghindarkan kemungkinan server
down. Penambahan jumlah server perlu diikuti dengan penambahan bandwidth yang dapat mendukung lalu
lintas data.
Artinya, bukan hanya membagi beban kerja ke
beberapa komputer melainkan juga membagi secara seimbang dan lebar lalu
lintas pengguna yang menuju ke server.
Kebutuhan mengenai hal itu merupakan
konsekuensi mengingat banyaknya jumlah pengguna dan lingkup nasional yang
ditangani. Kondisi itu berbeda dari sistem sebelumnya, forlap.dikti.go.id
yang datanya dikumpulkan terlebih dahulu oleh koordinator wilayah atau
simlitabmas.dikti.go.id yang hanya digunakan oleh dosen peminat penelitian
dan pengabdian masyarakat.
Pendekatan teknis ini tidak melibatkan
banyak pihak dalam penyelenggaraan sistem sehingga lebih menyingkat waktu
dalam penerapannya. Jika penyediaan beberapa komputer server dan memperbesar bandwidth tidak sesuai dengan anggaran
maka solusi lainnya adalah memperingan kerja server dengan penyederhanaan
proses.
Bukti aktivitas tidak diunggah namun
ditautkan dengan layanan online penyimpanan dokumen. Pencantuman tautan atau
link bisa mengurangi beban kerja dan bandwidth
server. Penyederhanaan proses juga bisa dilakukan dengan menggunakan
template dokumen Excel atau Access seperti dalam BKD.
Dosen dapat mengisi secara offline dan
mengunggah setelah siap. Selanjutnya server menerjermahkan isian ke dalam
database SIPKD. Penciptaan sistem informasi sejatinya untuk mempermudah
proses, bukan untuk mempersulit atau bahkan membuat resah pengguna.
Semoga dengan berorientasi pada pengguna,
sistem tersebut bisa disukai dan memenuhi target koleksi data pada akhir
Februari 2014 atau andai kembali diperpanjang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar