PR Karsa Jilid
II
Akh Muzakki ; Dosen
UIN Sunan Ampel Surabaya, Sekretaris PW NU Jawa Timur
|
JAWA
POS, 12 Februari 2014
SETELAH melalui proses
berliku penuh rona, Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) hari ini resmi dilantik
sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur periode 2013-2018.
Ini akan menjadi periode kedua dari kepemerintahan pasangan dimaksud. Lebih
populernya disebut Karsa Jilid II.
Pada periode pertama (2008-2013), ada sejumlah prestasi yang ditorehkan oleh pasangan Karsa. Dengan desain pembangunan yang berbasis pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment, harus diakui terdapat pertumbuhan ekonomi Jatim yang rata-rata melebihi capaian nasional yang "hanya" mencapai 5,7 persen. Bahkan, di tahun akhir periode pertama itu, tepatnya per-Maret 2013, pertumbuhan itu terus melesat hingga mencapai 7,27 persen. Pertumbuhan itu tercatat memberikan sumbangan 14,68 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Berbagai apresiasi pun bermunculan. Baik dalam konteks capaian pertumbuhan ekonomi secara spesifik maupun kaitan antara ekonomi dan kemiskinan. Sebab, selain capaian pertumbuhan ekonomi di atas, pada 2009 kemiskinan di Jatim tercatat sudah menurun dari 16,68 persen menjadi 13,08 persen. Terdapat penurunan angka kemiskinan 3,60 persen. Lebih dari itu, apresiasi juga diberikan kepada prestasi Karsa Jilid I dalam kaitannya dengan relasi antara ekonomi dan demokrasi. Selama ini dalam literatur politik pembangunan, kaitan antara ekonomi dan demokrasi menjadi materi perdebatan intens. Demokrasi dianggap instrumen paling efektif untuk meningkatkan partisipasi publik dalam politik kebijakan umum. Tetapi, salah satu kritik yang dialamatkan kepada demokrasi adalah ketidakserta-mertaannya dalam menderek peningkatan ekonomi publik. Pengalaman Karsa Jilid I memberikan bukti konkret bahwa bila dikelola dengan baik, demokrasi segera bersanding dengan ekonomi yang meningkat. Maka, tidak berlebihan jika pada workshop "Kebijakan Ekonomi yang Berkeadilan Menuju Indonesia Maju dan Sejahtera untuk Semua" di Kampus Universitas Airlangga (20/6/2013), Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung menyebut Karsa sukses melabuhkan demokrasi kesejahteraan di Jawa Timur. Maka, pekerjaan rumah yang penting bagi Karsa Jilid II adalah menjamin terciptanya distribusi kesejahteraan. Prestasi yang baik dalam pertumbuhan ekonomi harus segera bisa dikonversi menjadi kesejahteraan bersama. Itu harus bisa dinikmati oleh masyarakat Jawa Timur yang beragam dalam skala dan spektrum yang luas, baik dalam perspektif demografi, geografi, maupun sosio-kultural. Secara geografis, Jawa Timur terbagi ke dalam kawasan pesisir dan pedalaman. Perbedaan kondisi di dua kawasan ini diikuti oleh perbedaan karakter sosiologis. Masyarakat pesisir lebih terbuka terhadap perkembangan luar daripada masyarakat di kawasan pedalaman. Belum lagi secara kultural terdapat perbedaan antarkawasan yang tidak kecil. Meminjam bahasa Koentjoroningrat (Kebudayaan Jawa, 1984:26-28), Jawa Timur bisa diklasifikasikan ke dalam lima kawasan besar: Pesisir Utara (seperti Tuban, Lamongan, Gresik), Delta Brantas (Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto), Mancanagari (Madiun, Kediri, dan Malang Barat), Sabrang Wetan (Malang Timur, Lumajang, Jember, Banyuwangi), dan Tapal Kuda (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan Bondowoso). Kawasan Tapal Kuda secara etnis-kultural memiliki kaitan erat dengan Madura di kepulauan. Tentu, ranah demografi, geografi, maupun sosio-kultural di atas menjadi tantangan tersendiri bagi distribusi kesejahteraan di Jawa Timur. Sebab, jika dipetakan secara terinci, pertumbuhan ekonomi yang selama ini tercatat sebagai capaian pemerintahan Karsa Jilid I menunjukkan titik variasi yang cukup tinggi. Contoh, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sidoarjo dari 5,62 persen pada 2010 menjadi 7,08 persen pada 2012. Pertumbuhan ekonomi di Magetan pada 2012 mencapai 6,42 persen dan di Bondowoso pada 2012 mencapai 6,45. Atas dasar kondisi dan spektrum peraihan ekonomi di atas, dibutuhkan perencanaan yang baik untuk program pengembangan distribusi kesejahteraan dimaksud. Perencanaan ini, salah satunya, tidak bisa dilepaskan juga dari kerangka yang lebih besar, yakni menyangkut rencana tata kota (city plan). Perencanaan program distribusi kesejahteraan harus dilakukan secara berkeseimbangan. Perencanaan ini harus berorientasi pada pengembangan ekonomi Jawa Timur dengan memperhatikan prinsip keseimbangan antara satu kabupaten/kota dan lainnya. Untuk itu, prinsip keseimbangan dimaksud harus terintegrasi dengan perencanaan tata kota agar meliputi kebutuhan terhadap hunian (residential), usaha ekonomi (commercial), penikmatan hidup (recreational), serta kelembagaan (institutional) secara seimbang. Perlu ada kebijakan afirmatif kepada daerah yang memiliki problem ekonomi. Infrastruktur yang baik layak diciptakan untuk memfasilitasi pergerakan ekonomi. Tiga kategori daerah, yakni pinggiran, tertinggal, dan terluar, perlu mendapatkan percepatan pembangunan. Karsa Jilid II layak untuk berkoordinasi secara intens dan apik dengan kementerian teknis, seperti Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), tidak saja untuk kepentingan pemetaan, akan tetapi juga pelaksanaan pembangunan dimaksud. Tanpa perencanaan yang berkeseimbangan di atas, akan ada daerah di Jawa Timur yang akan mengalami "sesak napas" dalam menyelenggarakan layanan pembangunan bagi warganya sendiri karena urbanisasi yang tidak terkontrol atau terkelola dengan baik. Juga, akan ada daerah yang "tersengal-sengal" dalam menjalani kapasitasnya sebagai daerah penyokong (buffer zone) kota urban. Mungkin akan muncul pula daerah yang semakin tertinggal dari gempita peningkatan kesejahteraan karena abainya kebijakan pembangunan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar