Senin, 19 Agustus 2013

Tragedi Rudi Rubiandini

Tragedi Rudi Rubiandini
Aris Eko Sedijono ;   Analis Indostrategis
KORAN TEMPO, 19 Agustus 2013

Hampir mustahil jika RR tidak menyadari bahwa pengelolaan migas di negeri ini sarat unsur tarik-menarik kepentingan yang sangat besar. Jika pada "era sekarang" ia memilih menjadi penjaga penting pengelolaan migas, itu karena RR adalah sosok yang dinilai atau seharusnya mampu menghadapi arus pusaran kepentingan tersebut.
Membaca laporan Tim Independen pimpinan Prof Rudi Rubiandini (RR) tentang semburan lumpur di sumur yang dioperasikan Lapindo Brantas, kita akan paham mengenai kasus ini. Penuh dengan data dan fakta yang dipaparkan secara logis berdasarkan ilmu pengetahuan tentang pengeboran sumur migas, laporan tersebut menyimpulkan bahwa semburan disebabkan oleh kesalahan manusia (human error). Laporan itu menjadi saksi sekaligus acuan penting penanganan semburan lumpur di Kabupaten Sidoarjo tersebut.
Sebagai ahli perminyakan yang juga lulusan terbaik dari Institut Teknologi Bandung dan perguruan tinggi di Jerman, keahlian dan kepiawaian RR diakui. Obyektivitas dan kredibilitas RR menjadi penyangga serta modal utama yang membuat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memilihnya menjadi Ketua Tim Independen. Rekomendasi teknis yang diajukan RR beserta tim sebagian memang dilaksanakan, tapi sebagian (setidaknya) diabaikan atau tidak dilaksanakan.
Domain atau wilayah kerja RR dan tim yang dipimpinnya memang sebatas mengumpulkan fakta dan data serta memberi rekomendasi. Sedangkan, seperti kita ketahui semua, penanganan semburan lumpur yang hingga kini belum berhenti merupakan area kebijakan politik kenegaraan. Bahkan, saat pembentukan Badan Pengelola Lumpur Sidoarjo, RR tidak masuk tim inti.
Dalam dunia permigasan nasional, RR memang "baru" muncul saat terjadi semburan lumpur tersebut. Sebagai akademisi, dia memang lebih banyak di kampus ITB, mengajar dan melakukan penelitian atau kajian dunia ilmu yang ditekuni. Namun penunjukan sebagai ketua tim membawanya ke "dunia" pengelolaan migas nasional. Diawali dengan tugas-tugas fungsional sesuai dengan keahliannya, belakangan RR mendapat kursi struktural yang strategis atau masuk kategori jabatan publik (politis).
RR mengawali karier dalam posisi struktural sebagai Deputi Operasi BP Migas (kini SKK Migas). Dalam kurun yang tergolong singkat, perjalanan hidup membawa RR menduduki kursi Wakil Menteri ESDM serta berakhir menjadi Kepala SKK Migas mengisi posisi yang dirangkap Menteri ESDM Jero Wacik. RR adalah sosok akademisi yang masuk sebagai pejabat di Kementerian ESDM-selain Prof Widjajono P. (almarhum) yang digantikannya sebagai Wakil Menteri ESDM-setelah hampir satu dekade terakhir tradisi ini hilang di Kementerian ESDM.
Laporan tim independen semburan lumpur Sidoarjo menjadi tonggak kehadiran RR dalam pengelolaan sumber daya migas nasional. Masa yang singkat sebagai wakil menteri membuat RR belum banyak melakukan sesuatu untuk mewarnai kebijakan pengelolaan sektor ESDM. Meski demikian, RR tergolong beruntung (atau terjerumus) bisa meraih atau mengenyam posisi struktural yang strategis hanya dalam waktu singkat saat berkarier di lingkungan Kementerian ESDM.
Sebagai akademisi yang memiliki keahlian dalam bidang perminyakan, RR berpeluang besar dan terbuka untuk berkontribusi dalam pengelolaan kebijakan migas. Kepakaran, kredibilitas, serta idealismenya bisa didarmabaktikan untuk membangun pengelolaan migas yang tengah berada dalam pusaran tarik-menarik kepentingan. Kedudukannya sebagai Deputi Operasi BP Migas ataupun Ketua SKK Migas menjadi medan pengabdian untuk menerapkan ilmu dan keahlian yang dikuasai serta menata pengelolaan migas bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.
Setidaknya, seperti yang pernah RR perbuat saat menjadi Ketua Tim Independen semburan lumpur Sidoarjo. Sebenarnya, saat mulai menjabat Ketua SKK Migas, RR merupakan pejabat yang secara terbuka mengakui sulitnya mencapai target produksi migas. Meski demikian, pusaran arus kepentingan terbukti meruntuhkan benteng kredibilitas RR sebagai ilmuwan sekaligus akademisi. Tanda-tanda itu mulai tampak saat RR menduduki jabatan struktural. Atau RR kurang piawai memainkan peran menjadi pejabat publik?
Hampir mustahil jika RR tidak menyadari bahwa pengelolaan migas di negeri ini sarat unsur tarik-menarik kepentingan yang sangat besar. Jika pada "era sekarang" ia memilih menjadi penjaga penting pengelolaan migas, itu karena RR adalah sosok yang dinilai atau seharusnya mampu menghadapi arus pusaran kepentingan tersebut. Sebab, dia bukan mewakili kelompok kepentingan atau partai politik, melainkan mewakili nilai-nilai idealistis ilmuwan dan akademisi yang semata-mata berkarya dan bekerja untuk kepentingan bangsa dan masyarakat. 

RR terbukti gagal menjalankan peran tersebut. Masyarakat terhenyak oleh kejadian Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap dia dua hari lalu. Setidaknya hal itu menambah deretan kaum ilmuwan yang terjerumus ke lembah nista. Namun semua belum berakhir. Masih ada ruang bagi RR untuk menjelaskan duduk perkara yang menjeratnya-secara jujur, sebagaimana dia pernah lakukan saat mengungkap persoalan semburan lumpur Sidoarjo. Tantangannya, masalah yang dihadapi saat ini bukan berhubungan ilmu perminyakan yang dikuasainya. Mampukah dia? ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar