|
Pidato kenegaraan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono di Parlemen, Jumat (16/8), memberikan porsi terbesar pada
ulasan keberhasilan melewati masa krisis menuju masa transisi demokrasi. Pidato
kenegaraan kali ini merupakan pidato kesembilan dalam masa pemerintahan
Presiden Yudhoyono.
Selain soal keberhasilan
pembangunan, isu demokrasi/demokratisasi tampak menjadi tekanan yang diangkat
cukup panjang lebar dalam pidato kenegaraan kali ini.
Penjabaran persoalan demokrasi
mencakup keberhasilan sistem desentralisasi, pemilu bebas, dan terbangunnya
kelengkapan lembaga negara. Penekanan pada soal demokrasi kali ini memiliki
kemiripan dengan isi pidato Presiden pada 2009 saat menutup periode pertama
pemerintahan. Saat menyampaikan pidato kenegaraan Agustus 2009, Yudhoyono
menyebut kata demokrasi/demokratisasi sebanyak 43 kali. Sementara pada pidato
kali ini kata yang sama diucapkan sebanyak 26 kali.
Seperti halnya pidato tahun-tahun
sebelumnya, kali ini Presiden juga menekankan keberhasilan di bidang ekonomi.
Teks pidato yang terdiri atas 5.276 kata dan dibacakan selama 54 menit itu,
porsi terbesar, 12 menit, tersedot untuk pemaparan kondisi ekonomi dan
meningkatnya kesejahteraan sosial di tengah ketidakpastian dan perlambatan
ekonomi global.
Selain soal capaian pembangunan
ekonomi dan sosial, yang khas dari pidato tahun ini adalah Presiden menyatakan
secara tegas berbagai isu yang mengemuka ke publik akhir-akhir ini. Keamanan
menjadi salah satu persoalan utama yang diangkat. Setidaknya 12 kata ”keamanan”
dan 11 kata ”perdamaian” muncul dalam teks pidato.
Munculnya konflik horizontal yang
berbasis kasus-kasus intoleransi dan konflik komunal disertai kekerasan
tampaknya menjadi latar belakang pidato kali ini. Presiden menekankan
pentingnya perlindungan terhadap kelompok minoritas serta jaminan kebebasan
beragama dan beribadah.
Isu lain yang secara tegas disebut
adalah soal mempertahankan kedaulatan dan keutuhan negara. Presiden menyatakan
agar dunia tidak terus mengganggu dan memprovokasi kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), terutama untuk Provinsi Aceh dan Papua. ”Negara lain
hendaknya tidak menyakiti hati rakyat Indonesia dengan memprovokasi dan
propaganda terhadap sejumlah wilayah di Indonesia agar memisahkan diri dari
NKRI,” ujar Presiden.
Presiden mengemukakan, konflik di
Aceh berhasil diakhiri secara damai. Penyelesaian masalah Papua terus
diupayakan dengan pendekatan kesejahteraan dan percepatan pembangunan.
Penegakan hukum dan keamanan dilakukan dengan tetap memberikan penghormatan
pada hak asasi manusia dan kekhususan budaya masyarakat Papua.
Pidato kali ini juga memberikan penekanan
khusus soal geliat politik menjelang Pemilu 2014 dan suksesi kepemimpinan
nasional. Jika pada pidato tahun 2008 Yudhoyono hanya menyebut 8 kata
”pemilu/pilkada”, kali ini tidak kurang dari 18 kata ”pemilu/pilkada”
diungkapkan di teks pidato. Dalam pidato kali ini, Presiden Yudhoyono justru
menyinggung hal terkait dengan pemilu dan suksesi nasional. Menurut Presiden,
kunci keberhasilan dari pesta demokrasi itu ada pada penyelenggara pemilu agar
bekerja profesional, netral, dan jujur.
Terkait peran Indonesia di tingkat
regional dan internasional, Yudhoyono minta dunia internasional terlibat aktif
menyelesaikan konflik di Timur Tengah, terutama konflik di Suriah, Mesir, dan
Palestina. Krisis yang terjadi di Timur Tengah akan sangat berdampak pada stabilitas
dan perdamaian kawasan global. Indonesia mendukung langkah PBB lebih berperan
aktif mencari solusi menyelesaikan konflik di Suriah, krisis di Mesir, dan soal
Palestina.
Korupsi tiga kali
Hal yang cukup terasa pada pidato
Presiden adalah kurang dimunculkannya isu korupsi mutakhir yang nyata-nyata
mengguncang kepercayaan publik. Jika pada pidato pertama sebagai Presiden tahun
2005 kata ”korupsi/antikorupsi” diucapkan sebanyak 22 kali, dalam pidato tahun
ini kata yang sama hanya disebut tiga kali.
Alih-alih meletakkan prestasi
penyelenggaraan negara secara obyektif, Presiden tampak
menggeser tone memandang persoalan dengan perspektif positif.
Yudhoyono justru lebih mendorong institusi penegak hukum, baik kepolisian,
kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan langkah pencegahan dan
pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar