Sabtu, 17 Agustus 2013

Jebakan dalam Konvensi

Jebakan dalam Konvensi
Sulardi Dosen Hukum Tata Negara FH Universitas Muhammadiyah Malang
REPUBLIKA, 15 Agustus 2013

Rencana Partai Demokrat menjaring calon presiden melalui konvensi sesung- guhnya pantas di acungi jempol. Cara-cara ini mem buka peluang munculnya calon presiden yang dipersiapkan dan benar-benar dikehendaki oleh warga partai politiknya. Cara konvensi ini pernah juga dilakukan Partai Golkar dalam menjaring calon presiden menjelang Pemilihan Presiden 2004.

Di negara maju, cara-cara ini sudah merupakan hal yang biasa sehingga kandidat calon presiden dari partai politik merupakan calon yang memang telah memenangi pemilihan menjadi calon presiden dalam partai politiknya. Di Amerika Serikat, calon presiden senantiasa berasal dari kandidat yang menang dalam konvensi masing-masing partai politik, yakni Partai Demokrat dan Partai Republik. Sedang konvensi di Inggris, kepala pemerintahan, yakni Perdana Menteri, selalu berasal dari ketua partai politik pemenang pemilu.

Sedangkan di Indonesia, konvensi baru dilakukan oleh partai politik tertentu, partai Golkar dan Partai Demokrat. Selama ini hampir semua calon presiden justru lebih banyak diajukan dari pimpinan partai politik; ketua umum partai politik atau ketua dewan pembina partai, biasanya dilakukan saat kongres, muktamar, ataupun acara-acara partai lainnya.

Era sebelumnya calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh fraksi-fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi itulah yang akan dipilih oleh MPR untuk menjadi presiden dan wakil presiden. Almarhum Gus Dur atau Abdurahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri adalah presiden dan wakil presiden RI pertama yang dipilih dan diangkat oleh MPR. 

Sedangkan pada masa Pak Harto berkuasa, calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi selalu tunggal. Oleh karenanya, Pak Harto menjadi presiden tidak melalui pemilihan, tapi langsung diangkat oleh MPR. Demikian halnya dengan wakil presidennya. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalan Tap MPR No II MPR Tahun 1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang mengatur bahwa jika calon presiden dan/atau wakil presiden tunggal, langsung diang- kat sebagai presiden dan wakil presiden.

Saat ini, beberapa nama yang muncul dan dimunculkan oleh media massa yang diprediksi mengikuti konvensi Partai Demokrat, antara lain, Mahfud MD (mantan ketua Mahkamah Konstitusi), Marzuki Alie (ketua DPR), Pramono Edhi (mantan KSAD, adik ipar Presiden SBY), Dino Pati Djalal (dubes RI di Amerika), bahkan muncul juga calon-calon yang berasal dari kader parpol lain dan pebisnis multinasional.

Harus dipahami bahwa keterlibatan pimpinan elite politik Partai Demokrat dalam perkara korupsi, misalnya Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, dan Nazaruddin, menurunkan penerimaan masyarakat terhadap partai ini. Apalagi terkesan Presiden SBY asyik dengan pencitraan dan sering kali dinilai lamban dalam hal pengambilan keputusan terhadap hal-hal penting yang semestinya segera diputus dan selesai.

Pantas diwaspadai bahwa konvensi justru akan dimanfaatkan oleh Partai Demokrat untuk memunculkan calon presiden dari internal partai sekaligus mendongkrak popularitas. Kemunculan tokoh internal partai inilah yang akan menjadi legitimasi untuk pemenang konvensi yang telah memenangi persaingan menjadi calon presiden. Legitimasi kelayakan pemenang konvensi Partai Demokrat itulah yang merupakan jebakan politik bagi peserta yang kalah dalam konvensi. Tokoh-tokoh nasional yang layak menjadi presiden malah menjadi tokoh yang kalah sebelum berperang dalam pemilihan presiden mendatang. Di samping itu, Partai Demokrat akan diuntungkan sebab citra partai politik yang sudah telanjur turun kepopulerannya itu pasti akan terdongkrak melejit.

Meski yang menentukan pemenang konvensi adalah Komite Konvensi yang anggota-anggotanya berasal dari eksternal Partai Demokrat dan Majelis Tinggi, partai politik akan menerima siapa pun pemenang konvensi untuk diajukan sebagai calon presiden dari Partai Demokrat dan justru inilah yang harus diwaspadai. Sebab, komite dari luar partai politik inilah yang akan menjadi jebakan politik kedua, yakni pemenang konvensi tidak ditentukan oleh elite politik partai, tetapi oleh komite konvensi yang anggotanya berasal dari nonpartisan.
Seolah-olah pemenang konvensi dipilih secara objektif, tetapi justru inilah salah satu hal yang harus diwaspadai. 

Jangan-jangan konvensi hanya dijadikan ajang untuk memperbaiki citra politik Partai Demokrat, memunculkan tokoh dari Partai Demokrat yang mengalahkan tokoh-tokoh nasional besar sehingga layak menjadi calon presiden Republik Indonesia. Intinya, konvensi Partai Demokrat berpotensi mengalahkan tokoh tokoh besar, mencuatkan peserta konvensi dari internal partai, dan yang jelas untuk memperbaiki citra Partai Demokrat. 


Oleh sebab itu, tidak ada salahnya kita ikuti dengan cermat tahap demi tahap pelaksanaan konvensi Partai Demokrat dan tetap waspada. Bagi peserta konvensi dari luar Partai Demokrat tidak hanya harus hati-hati, tetapi juga waspada dan jangan sampai terjadi kalah sebelum perang. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar