|
Rencana
Partai Demokrat menjaring calon presiden melalui konvensi sesung- guhnya pantas
di acungi jempol. Cara-cara ini mem buka peluang munculnya calon presiden yang
dipersiapkan dan benar-benar dikehendaki oleh warga partai politiknya. Cara
konvensi ini pernah juga dilakukan Partai Golkar dalam menjaring calon presiden
menjelang Pemilihan Presiden 2004.
Di negara
maju, cara-cara ini sudah merupakan hal yang biasa sehingga kandidat calon
presiden dari partai politik merupakan calon yang memang telah memenangi
pemilihan menjadi calon presiden dalam partai politiknya. Di Amerika Serikat,
calon presiden senantiasa berasal dari kandidat yang menang dalam konvensi masing-masing
partai politik, yakni Partai Demokrat dan Partai Republik. Sedang konvensi
di Inggris, kepala pemerintahan, yakni Perdana Menteri, selalu berasal dari
ketua partai politik pemenang pemilu.
Sedangkan
di Indonesia, konvensi baru dilakukan oleh partai politik tertentu, partai Golkar
dan Partai Demokrat. Selama ini hampir semua calon presiden justru lebih banyak
diajukan dari pimpinan partai politik; ketua umum partai politik atau ketua
dewan pembina partai, biasanya dilakukan saat kongres, muktamar, ataupun
acara-acara partai lainnya.
Era
sebelumnya calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh fraksi-fraksi di
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi
itulah yang akan dipilih oleh MPR untuk menjadi presiden dan wakil presiden.
Almarhum Gus Dur atau Abdurahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri adalah
presiden dan wakil presiden RI pertama yang dipilih dan diangkat oleh
MPR.
Sedangkan
pada masa Pak Harto berkuasa, calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi selalu
tunggal. Oleh karenanya, Pak Harto menjadi presiden tidak melalui pemilihan,
tapi langsung diangkat oleh MPR. Demikian halnya dengan wakil presidennya. Hal
ini sesuai dengan ketentuan dalan Tap MPR No II MPR Tahun 1973 tentang Tata
Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang mengatur bahwa jika calon
presiden dan/atau wakil presiden tunggal, langsung diang- kat sebagai presiden
dan wakil presiden.
Saat ini,
beberapa nama yang muncul dan dimunculkan oleh media massa yang diprediksi
mengikuti konvensi Partai Demokrat, antara lain, Mahfud MD (mantan ketua
Mahkamah Konstitusi), Marzuki Alie (ketua DPR), Pramono Edhi (mantan KSAD, adik
ipar Presiden SBY), Dino Pati Djalal (dubes RI di Amerika), bahkan muncul juga
calon-calon yang berasal dari kader parpol lain dan pebisnis multinasional.
Harus
dipahami bahwa keterlibatan pimpinan elite politik Partai Demokrat dalam
perkara korupsi, misalnya Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, dan Nazaruddin,
menurunkan penerimaan masyarakat terhadap partai ini. Apalagi terkesan Presiden
SBY asyik dengan pencitraan dan sering kali dinilai lamban dalam hal
pengambilan keputusan terhadap hal-hal penting yang semestinya segera diputus
dan selesai.
Pantas
diwaspadai bahwa konvensi justru akan dimanfaatkan oleh Partai Demokrat untuk
memunculkan calon presiden dari internal partai sekaligus mendongkrak
popularitas. Kemunculan tokoh internal partai inilah yang akan menjadi
legitimasi untuk pemenang konvensi yang telah memenangi persaingan menjadi
calon presiden. Legitimasi kelayakan pemenang konvensi Partai Demokrat itulah
yang merupakan jebakan politik bagi peserta yang kalah dalam konvensi. Tokoh-tokoh
nasional yang layak menjadi presiden malah menjadi tokoh yang kalah sebelum berperang
dalam pemilihan presiden mendatang. Di samping itu, Partai Demokrat akan
diuntungkan sebab citra partai politik yang sudah telanjur turun kepopulerannya
itu pasti akan terdongkrak melejit.
Meski
yang menentukan pemenang konvensi adalah Komite Konvensi yang
anggota-anggotanya berasal dari eksternal Partai Demokrat dan Majelis Tinggi,
partai politik akan menerima siapa pun pemenang konvensi untuk diajukan sebagai
calon presiden dari Partai Demokrat dan justru inilah yang harus diwaspadai. Sebab,
komite dari luar partai politik inilah yang akan menjadi jebakan politik kedua,
yakni pemenang konvensi tidak ditentukan oleh elite politik partai, tetapi oleh
komite konvensi yang anggotanya berasal dari nonpartisan.
Seolah-olah pemenang konvensi dipilih secara objektif, tetapi justru inilah
salah satu hal yang harus diwaspadai.
Jangan-jangan
konvensi hanya dijadikan ajang untuk memperbaiki citra politik Partai Demokrat,
memunculkan tokoh dari Partai Demokrat yang mengalahkan tokoh-tokoh nasional
besar sehingga layak menjadi calon presiden Republik Indonesia. Intinya,
konvensi Partai Demokrat berpotensi mengalahkan tokoh tokoh besar, mencuatkan
peserta konvensi dari internal partai, dan yang jelas untuk memperbaiki citra
Partai Demokrat.
Oleh sebab
itu, tidak ada salahnya kita ikuti dengan cermat tahap demi tahap pelaksanaan
konvensi Partai Demokrat dan tetap waspada. Bagi peserta konvensi dari luar
Partai Demokrat tidak hanya harus hati-hati, tetapi juga waspada dan jangan
sampai terjadi kalah sebelum perang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar