|
REPUBLIKA, 29 Mei 2013
Pertumbuhan
perbankan syariah di Indonesia per Oktober 2012 (yoy) cukup mengembirakan. Perbankan syariah mampu tumbuh kurang
lebih 73 persen sehingga total asetnya mencapai Rp 174,09 triliun. Pembiayaan
telah mencapai Rp 135,58 triliun (40,06 persen, yoy) dan penghimpunan dana menjadi Rp 134,45 triliun (35,06 persen).
Selain
itu, perkembangan kelembagaan, khususnya Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS) sampai dengan Oktober 2012 tidak mengalami perubahan, namun
jumlah jaringan kantor meningkat. Dibandingkan bank konvensional, aset
bank syariah masih jauh tertinggal. Aset perbankan syariah pada akhir 2012
mencapai Rp 174,09 triliun atau sekitar 4,3 persen dari total perbankan nasional.
Jumlah tersebut
sebenarnya terhitung kecil, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah
Muslim. Jumlah aset yang kecil dibandingkan bank konvensional tidak terlepas
dari posisinya sebagai produk baru di mata masyarakat perbankan Indonesia,
serta relatif lambatnya inovasi produk yang ditawarkan.
Kondisi
keuangan syariah secara global tidak kalah menggembirakan. Merujuk pada catatan
yang dikeluarkan The Banker dan Maris Strategis, total pertumbuhan aset
keuangan syariah mencapai 850 miliar dolar AS pada 2011 dan diproyeksikan terus
mengalami pertumbuhan pesat pada masa berikutnya.
Malaysia dan Indonesia diyakini memiliki potensi bisnis yang sangat menjanjikan untuk kawasan Asia Tenggara, yang sudah mulai bergerak pada tahap pengembangan segala bidang. Pasar Malaysia dan Asia Timur memperlihatkan harapan dan impian besar pada masa yang akan datang, mengingat kesiapan dan keseriusan penguatan infrastruktur kelembagaan dan interpretasi syariah yang lebih liberal dibandingkan dengan Timur Tengah (Banker, 2007).
Malaysia dan Indonesia diyakini memiliki potensi bisnis yang sangat menjanjikan untuk kawasan Asia Tenggara, yang sudah mulai bergerak pada tahap pengembangan segala bidang. Pasar Malaysia dan Asia Timur memperlihatkan harapan dan impian besar pada masa yang akan datang, mengingat kesiapan dan keseriusan penguatan infrastruktur kelembagaan dan interpretasi syariah yang lebih liberal dibandingkan dengan Timur Tengah (Banker, 2007).
Salah
satu tantangan terbesar pengembangan sektor perbankan syariah di Indonesia
terletak pada inovasi produk dan jasa yang ditawarkan.Terbatasnya produk dan
jasa bank syariah ini berdampak luas pada upaya menumbuhkembangkan industri
berbasis syariah ini, terutama dalam menggarap peluang bisnis yang masih
terbuka lebar di depan mata (Agustianto, 2010).
Bahkan, menurut
Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, efek domino terbatasnya inovasi
produk tersebut memaksa konsumen berpikir ulang untuk berpindah pilihan pada
produk yang ditawarkan bank konvensional. Selama ini, produk dan jasa yang
ditawarkan perbankan syariah di Indonesia sangat sederhana dan lambat. Hanya
fokus pada produk-produk standar, seperti tabungan, deposito, selebihnya belum
tergarap dengan sempurna, terutama produk dan layanan yang bersifat
pembiayaan.
Bank
Indonesia juga menilai bahwa 70 persen fasilitas produk perbankan kurang
inovatif, sehingga belum menopang pertumbuhan aset karena tidak menyentuh
kebutuhan semua lini dunia usaha. Padahal, tidak dapat dibantah, bahwa dalam
bisnis perbankan syariah terdapat hubungan yang kuat antara inovasi produk dan
pengembangan pasar bank syariah. Artinya, semakin inovatif bank syariah membuat
produk, semakin cepat pula pasar berkembang. Begitupun sebaliknya.
Pada
prinsipnya, perbankan syariah tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional,
terutama pada fungsi intermediasi keuangan. Hanya, perbankan syariah beroperasi
berdasarkan petunjuk dan nilai-nilai dasar yang berdasarkan syariah sebagaimana
dijelaskan dalam Alquran dan Sunnah. Misalnya, bagi hasil (profit and loss sharing), titipan (wadiah), usaha patungan (joint
venture), biaya tambahan (cost plus),
sewa (ijarah), dan larangan riba (interest). Maka, pengembangan dan
inovasi produk dan jasa pada lembaga keuangan serta perbankan syariah mestinya
mengikuti logika prinsip syariah dan memenuhi unsur kebutuhan dan permintaan
pasar.
Dalam
jangka panjang, upaya inovasi ini akan menghasilkan pilar pembeda utama
persaingan pada hampir semua lembaga keuangan syariah, mengingat besarnya
permintaan terhadap kualitas layanan, yang pada gilirannya memerlukan investasi
besar pengembangan sumber daya manusia. Pada pasar perbankan konvensional,
terutama di Amerika dan Eropa, inovasi produk selalu mengikuti tren
perkembangan teknologi.
Pun
demikian dengan perbankan syariah, inovasi harus dilakukan dengan memanfatkan
kekuatan teknologi. Keuangan dan perbankan syariah memiliki pengalaman
pertumbuhan aset yang pesat. Namun demikian, integrasi pasar keuangan syariah
sepatutnya menjadi pijakan utama perbankan syariah.
Alhasil, proyek inovasi yang berhasil selalu memiliki beberapa ciri umum.
Alhasil, proyek inovasi yang berhasil selalu memiliki beberapa ciri umum.
Inovasi
tersebut lebih bermanfaat bagi pengguna dan memungkinkan pengguna untuk
mempertahankan berbagai kepercayaan atau praktik yang mereka hargai.
Inovasi tersebut juga membuka peluang menuju kemungkinan bisnis dan kepercayaan
yang lebih besar lagi (Frank E. Vogel, 2007). Maka, inovasi
sesungguhnya bukanlah tujuan utama. Lebih dari itu adalah upaya untuk
memaksimalkan potensi sumber daya internal di satu sisi dan mengeksplorasi
peluang enternal untuk kepentingan stakeholders di sisi yang lain, yang tentu
saja senapas dengan prinsip dan nilai-nilai Islam. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar