Sistem
Pembayaran di Era OJK
Achmad Deni Daruri ;
President
Director Center for Banking Crisis
|
|
KORAN
SINDO, 02 April 2013
Dengan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), seyogianya sistem pembayaran juga berada dalam genggaman OJK.
Sistem pengawasan sektor keuangan dan sistem pembayaran adalah sisi yang
berbeda dari mata uang yang sama.
Sehebat-hebatnya
pengawasan sistem keuangan dilakukan jika sistem pembayarannya tidak
beres, pengawasan tersebut menjadi tidak efektif. Degree of freedom dari
hilangnya sistem pembayaran akan membuat sistem pengawasan sektor
keuangan melemah. Tujuan dari banyak penelitian saat ini di dunia internasional
adalah untuk membahas pengaturan arsitektur keuangan yang optimal antara
bank sentral dan lembaga lain dengan tujuan untuk menjaga stabilitas dan
keandalan dari sistem keuangan dan perbankan.
Artinya, ada
kegamangandalammemberikantanggung jawab yang sama dalam sistem pengawasan
dan pembayaran secara sekaligus bersamaan. Argumen terkuat untuk tetap
melakukan pengawasan di dalam bank sentral terletak pada keberadaan
cakupan informasi ekonomi antara kebijakan moneter, fasilitas lender of
last resort (LOLR), dan pengawasan.
Dalam kasus
pemisahan sangat penting untuk menggambarkan secara jelas bidang tanggung
jawabnya. Contohnya stabilitas sistemik untuk bank sentral dan pengawasan
untuk lembaga pengawasan. Kasus untuk regulator terpadu (bank, perusahaan
asuransi, dan pasar) didasarkan pada konvergensi lembaga keuangan dan
pasar serta keahlian yang diperlukan untuk menangani risiko global.
Kebijakan persaingan harus aktif di dalam sektor perbankan.
Sebuah desain
yang optimal akan melibatkan baik regulator perbankan maupun otoritas
persaingan dalam pengendalian merger. Persetujuan dari regulator nasional
seharusnya tidak cukup untuk memberikan lampu hijau ke merger bank
domestik. Merger akan berdampak serius bagi sehat atau tidak sehatnya
sistem pembayaran. Perhatian khusus harus diberikan kepada konsekuensi
dari pendalaman pasar keuangan dan peningkatan eksternalitas antarnegara
untuk tingkat kerapuhan perbankan dan sistem keuangan.
Dengan
perubahan bertahap di sektor perbankan dari bisnis intermediasi
tradisional ke industri jasa yang menimbulkan biaya, dapat diharapkan
bahwa bank-bank akan terus memfasilitasi transaksi dengan berkontribusi
ke mekanisme pembayaran, mengubah aset nonlikuid (pinjaman jangka
panjang) menjadi kewajiban likuid (deposito jangka pendek), menyediakan
likuiditas dan mengasuransikan terhadap risiko, serta memilih dan
mengawasi proyek-proyek yang membutuhkan kredit dalam rangka pembiayaan.
Masalah yang
dikhawatirkan timbul dari perbedaan kelembagaan menurut Oscar Lange tidak
akan terjadi jika lembaga-lembaga tersebut berperilaku sama. Ia
mengatakan: “A state-run economy could at least be as efficient as—if not
more efficient than—a capitalist or private market economy, if the
government planners used the price system as if in a market economy and
instructed state industry managers to respond parametrically to the
statedetermined prices (minimize cost, etc.)”.
Sementara
fungsi intermediasi keuangan berasal dari masalah informasi asimetris
(moral hazard dan seleksi yang merugikan) yang tidak bisa diselesaikan
oleh pasar. Sektor perbankan telah diatur secara tradisional. Sistem
perbankan dan keuangan tunduk pada kegagalan lembaga, kepanikan, dan
krisis sistemik yang bisa berdampak besar pada sektor riil dari ekonomi.
Peraturan dibuat untuk menciptakan stabilitas bagi sistem perbankan untuk
menghindari dampak negatif utama dari krisis sistemik.
Tujuan
lainnya adalah untuk melindungi investor kecil yang mungkin berada pada
posisi yang kurang menguntungkan dalam mengakses ke informasi yang
bersangkutan. Namun, regulasi mempunyai dampak sekunder (moral hazard)
dalam merangsang risiko yang berlebihan. Akhirnya, peran kompetisi selalu
menjadi perdebatan di perbankan.
Kapasitasnya
yang unik sebagai kreditur krisis adalah ia memiliki komitmen terhadap
sumber daya likuiditas yang tidak terbatas juga untuk bertindak dengan
kecepatan yang diinginkan. Pengaturan alternatif untuk menyediakan
likuiditas yang melibatkan uang swasta (sekoci, konsorsium likuiditas)
atau dana yang dikumpulkan dari pajak (melalui dana asuransi deposito
atau langsung ke Departemen Keuangan) itu mahal dan kurang cepat.
Paling-paling mereka hanya dapat menjadi bagian dari solusi di mana bank
sentral juga terlibat.
Dengan
demikian, argumen bahwa sistem pembayaran dan pengawasan sektor keuangan
tidak dapat dipisahkan menjadi semakin kuat. Resolusi krisis melibatkan
reorganisasi dan akhirnya penutupan lembaga-lembaga yang bermasalah,
biasanya ditangani dengan khusus oleh lembaga seperti lembaga asuransi
deposito yang juga memengaruhi sistem pembayaran (Lihat Goodhart dan
Shoenmaker, 1995).
Kasus
baru-baru ini sangatlah jelas di mana bank sentral Amerika Serikat yang
juga pengawas sektor keuangan di negara adidaya tersebut menyelamatkan
sistem pembayaran dunia dengan memberikan likuiditas bukan hanya kepada
bank-bank milik rakyat Amerika Serikat, melainkan juga kepada bank-bank
milik rakyat negara lainnya.
Ini bukan
saja memperlihatkan betapa adidayanya bank sentral Amerika Serikat,
melainkan juga semakin memperkuat keyakinan bahwa sistem pembayaran dan
pengawasan sistem keuangan harus berada pada satu institusi yang sama.
Dalam kasus
Indonesia, karena OJK sudah diberi tugas untuk melakukan pengawasan dan
rupiah bukanlah mata uang utama dunia, dua tugas itu sudah sewajarnya
berada dalam genggaman OJK. ●
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar