PARTAI politik berikut
politisinya akan mendapat dukungan dari rakyat bila mereka memiliki kinerja
yang baik, dan sebaliknya. Logika politik ini sedang berlangsung di
Indonesia menjelang perhelatan politik 2014. Partai politik dan politisinya
menghadapi reward dan punishment atas kinerja yang sudah
dilakukan selama ini.
Kiprah dalam dunia politik selama ini terus
berada dalam pantauan rakyat. Sayangnya, sebagian besar politikus dan
partai politik tidak mendapatkan apresiasi positif. Jika mencermati kasus
yang terjadi akhir-akhir ini, justru sebagian dari mereka menghadapi
beragam skandal korupsi.
Laporan survei SMRC beberapa hari lalu
memaparkan kinerja pemerintah dan dukungan terhadap partai, tren anomali
politik 2012-2013. Laporan itu cukup mengejutkan, khususnya pada partai
penguasa, yang mengalami penurunan dukungan sangat drastis. Partai yang
berkuasa dalam dua kali pemilihan berturut-turut justru mengalami
kemerosotan dukungan yang sangat serius.
Tak dimungkiri bahwa kenyataan tersebut
merupakan akumulasi dari beragam persoalan, khususnya apresiasi masyarakat
terhadap kinerja pemerintah selama ini. Bukan hanya itu, politisi di
dalamnya yang terlibat skandal korupsi menjadi penyebab yang sangat jelas
atas fenomena politik itu.
Sudah jelas bahwa keberlangsungan politik
diwarnai dengan mekanisme reward dan punishment. Rakyat sudah pandai dalam
membaca kisah politik dan kini tak lagi mudah dibohongi dengan citra
sekalipun. Mereka bukan publik yang memilih partai secara dogmatis. Pilihan
rasional mereka mengatakan akan mendukung siapa yang memiliki komitmen
jelas untuk perubahan bangsa ini menjadi lebih baik.
Pemimpin
Prorakyat
Apa yang bisa dipelajari dari pemaparan
tadi ialah bahwa kepedulian rakyat terhadap
penguasa (kinerja pemerintah
dan partai) ternyata cukup tinggi. Salah satunya dapat dilihat dari
apresiasi yang semakin rasional. Rakyat memilih mereka yang sungguh-sungguh
bekerja untuk negara ini, bukan sekadar untuk kepentingan kelompok
tertentu.
Pemaparan tersebut sekaligus menunjukkan
bahwa rakyat haus akan pemimpin bangsa yang sungguh-sungguh peduli atas
masa depan negeri ini. Mereka merindukan pemimpin yang berani menegakkan
keadilan dan kebenaran.
Bangsa kita memang membutuhkan figur
pemimpin nasional yang kuat, tegar, demokratis, dan yang tidak selalu
mengeluh dalam upaya mengeluarkan rakyatnya dari krisis berkepanjangan.
Kedaulatanan. Kedaulatan rakyat menjadi prioritas utama dalam kebijakan dan
visi mereka ke depan.
Karena itu, perlu cara pandang baru bagi
calon pemimpin bangsa ini bahwa jika hanya dengan kekuatan/kekuasaan atau
figur semata, krisis bangsa ini tidak terselesaikan. Bahwa hanya dengan
meng hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri dan menegasikan kekuatan
lainnya, bangsa ini akan semakin terjerumus pada jurang yang curam.
Bangsa ini tidak membutuhkan sosok pemimpin
yang kuat, melainkan pemimpin yang memiliki orientasi yang jelas, berpihak
kepada rakyat, dan bukan kepada pemilik modal. Pertumbuhan ekonomi bukan
satu-satunya ukuran kesuksesan pemerintahan. Ukuran utamanya ialah
berkurangnya jumlah orang miskin, berkurangnya pengangguran, berkurangnya
kebodohan, berkurangnya kerusakan lingkungan hidup, berkurangnya jumlah
korupsi, serta berkurangnya pelanggaran HAM, kekerasan, dan seterusnya.
Ini merupakan syarat mutlak kontrak moral
terhadap siapa pun yang berani mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa. Siapa
pun sosoknya tidak begitu penting. Yang dipentingkan ialah dipentingkan
ialah apakah mereka benar-benar memiliki keutamaan ini. Keutamaan seorang
pemimpin dinilai dari catatan moral dan pengabdian kepada bangsa yang
pernah ia buat. Itu amat penting untuk melihat kesungguhan orang yang akan
menjalankan sebuah roda pe merintahan.
Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang
mampu berkomuikasi dengan rakyatnya, bukan dengan tangan besi, melainkan
dengan hati yang jujur dan tulus. Ketulusan menjadi dasar seseorang untuk
menghantarkan bangsa ini kepada masa depan.
Sikap tulus tersebut tentu harus disertai dengan
kecerdasan dalam mengoordinasikan tujuan dan target yang ingin dicapai.
Tujuan yang ingin dicapai harus membebaskan masyarakat dari politik adu
domba yang kerap dilakukan negara. Negara seharusnya memfasilitasi
pertumbuhan nilai-nilai kemanusiaan yang tecermin dalam peradaban para
aparaturnya. Aparatur yang beradab selalu mengutamakan tertib sosial dan
hukum.
Karena itu, menjadi pemimpin bukanlah
sebuah hadiah, melainkan amanat penderitaan rakyat. Tentu mereka harus
kembali mengingat etika dan tujuan berpolitik. Berpolitik harus menjelma
menjadi tindakan untuk melayani masyarakat. Orang yang terlibat dalam
politik harus mengacu kepada moralitas kemanusiaan dan keadilan.
Politik dan pemerintahan harus menjadikan
nilai moralitas publik sebagai acuan. Pemimpin sejati seharusnya
meninggalkan keinginan dan nafsu kekuasaan politik sebagai sandaran hidup
untuk memperoleh kekayaan. Sebab bila demikian, politik hanya akan menjadi
arena investasi belaka: mengeluarkan berapa dan apa, dan mendapatkan berapa
dan apa.
Komitmen berbangsa yang dimanifestasikan
dalam bentuk kerelaan berkorban secara sungguh-sungguh merupakan salah satu
langkah yang mengantarkan bangsa ini mencapai perubahan masa mendatang.
Mengapa
tidak belajar dari para pendiri negara ini atas tingginya komitmen mereka
terhadap pengorbanan lahir batin akan nasib bangsanya.
Setiap langkah yang mereka lakukan selalu diarahkan kepada upaya bagaimana
rakyatnya hari ini lebih baik daripada kemarin, esok lebih baik daripada
hari ini. Hal itu hanya bisa dilakukan bila pemimpin baru sungguh-sungguh
berpihak kepada rakyat jelata, rakyat miskin, kaum penganggur. Mereka semua
adalah penghuni mayoritas bangsa yang disebut Indonesia ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar