Ekonomi Indonesia dihadapkan pada ketidakseimbangan yang dapat
berakibat pada terganggunya stabilitas ekonomi, dan dalam keadaan yang
memburuk dapat menjadi pemicu krisis.
Ketidakseimbangan pertama adalah defisit transaksi berjalan, ekspor
dikurangi impor ditambah dengan aliran modal, sekitar 2,7 persen dari
produk domestik bruto (PDB) pada 2012. Menurunnya ekspor, dan masih
tingginya impor, terutama impor minyak, menyebabkan defisit ini.
Kedua adalah ketidakseimbangan primer dalam APBN, yakni pengeluaran
pemerintah lebih besar daripada penerimaan sebelum pembayaran cicilan dan
bunga utang luar negeri. Kembali, penyebab utamanya adalah subsidi energi
(khususnya BBM) yang jauh lebih tinggi daripada yang dianggarkan.
Ketiga adalah ketidakseimbangan yang bersifat struktural dalam
distribusi pendapatan sebagaimana ditunjukkan oleh relatif tingginya
Koefisien Gini sebesar 0,41 ( angka 1 menunjukkan ketimpangan mutlak).
Tentu saja terdapat ketidakseimbangan lain yang berkaitan dengan pendapatan
ini, seperti ketimpangan regional antara kawasan barat dan timur.
Tiga ketidakseimbangan tersebut memberikan sinyal negatif kepada
pelaku ekonomi dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang
mengganggu stabilitas ekonomi, seperti menekan nilai rupiah. Khusus untuk
ketimpangan yang relatif tinggi, hal itu akan memolarisasi masyarakat yang
berakibat pada meningkatnya hambatan struktural bagi pertumbuhan yang
berkelanjutan.
Hambat Pertumbuhan
Pengalaman di banyak negara berkembang menunjukkan, ketimpangan yang
tinggi menghambat pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya pertumbuhan ekonomi
tinggi, tetapi kemudian terjerembap dalam krisis yang dalam. Bukan saja
ekonomi, melainkan juga sosial-politik. Perekonomian yang berhasil menjadi
maju pada umumnya ketimpangan pendapatannya relatif rendah, yang berarti
perkembangan ekonomi melibatkan peran serta luas masyarakat.
Keseimbangan merupakan konsep dasar dalam teori ekonomi. Tanpa
keseimbangan, konsep ekonomi menjadi berantakan. Dalam dinamikanya,
perekonomian berkembang dari suatu keseimbangan yang rendah kepada
keseimbangan yang lebih tinggi. Dalam praktiknya, keseimbangan menjadi
penentu perkembangan kegiatan ekonomi. Tanpa keseimbangan, praktis tidak
ada transaksi ekonomi karena keadaan menjadi tidak pasti, terutama
berkaitan dengan harga sebagai penentu keseimbangan.
Perlu Intervensi
Jelas bahwa untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut dibutuhkan
intervensi pemerintah yang optimal. Dua ketidakseimbangan, yaitu defisit
neraca berjalan dan defisit primer dalam anggaran, menunjuk pada salah satu
penyebab utama yang sama, yaitu tidak terkendalinya subsidi BBM. Dengan
mengurangi subsidi BBM atau menyesuaikan harga BBM bersubsidi,
ketidakseimbangan itu dapat dikoreksi.
Sementara berkaitan dengan ketimpangan pendapatan, mengalihkan
subsidi BBM yang bersifat tidak langsung menjadi subsidi langsung khususnya
kepada golongan miskin dan kegiatan produktif bukan saja akan mengurangi
tingkat kemiskinan, tetapi juga mengurangi ketimpangan dan sekaligus
mendorong kegiatan produktif.
Dalam hal penerimaan pemerintah, sejauh ini pemerintah kurang
berhasil dalam menghimpun penerimaan pajak sebagaimana diperlihatkan dalam
rasio pajak terhadap PDB yang masih rendah, yakni sekitar 13 persen. Dengan
tarif tertinggi pajak 25 persen untuk badan dan 30 persen untuk perorangan,
tarif ini masih tergolong tinggi dan minim insentif bagi kegiatan
produktif. Penurunan tarif pajak dan meningkatkan kepatuhan pembayar pajak
berpotensi lebih besar dalam peningkatan penerimaan dan sekaligus
memberikan insentif bagi kegiatan produktif untuk berkembang.
Tentu saja fleksibilitas pasar tenaga kerja juga sangat dibutuhkan
bagi perkembangan bisnis dan kesempatan kerja. Hal ini akan sangat
mendukung bagi pengurangan ketimpangan pendapatan. Tingkat upah sebaiknya
lebih ditentukan oleh negosiasi (bargaining) antara perusahaan dan serikat
pekerja di tingkat perusahaan atau industri, bukan oleh pemerintah.
Pemerintah memfasilitasi perundingan ini, dan bukan menentukannya.
Jelaslah bahwa untuk menjaga dan membawa keseimbangan ekonomi pada
tingkatan yang lebih tinggi, campur tangan pemerintah dibutuhkan dalam
pengertian yang optimal dan sesuai dengan kemampuannya. Selanjutnya, masa
depan dan keberhasilan Indonesia bertransformasi menjadi perekonomian yang
maju sangat bergantung pada keseimbangan ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar