|
Memperluas
Kesetiakawanan Sosial
Haryono Suyono ; Mantan Menko Kesra dan Taskin
|
SUARA
KARYA, 17 Desember 2012
|
Minggu ini seluruh anak bangsa
diharapkan menyongsong Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dengan
semangat berbagi secara komprehensif. Untuk itu, menteri sosial dan relawan
sosial berusaha keras agar HKSN tidak saja menjadi perhatian menteri yang
mengurusi sisa-sisa korban pembangunan seperti anak terlantar, korban bencana
alam, keluarga miskin, lanjut usia (lansia) dan anak cacat. Tetapi, secara luas
mengembangkan solidaritas sosial sehingga kesetiakawanan sosial menjadi
perhatian dan budaya seluruh bangsa.
Karena itu diharapkan seluruh
kekuatan politik tidak lagi bertengkar dan saling menyalahkan, tetapi dalam
alam demokrasi yang berbudaya mencari cara paling tepat dan cepat
menyelesaikan kemelut bangsa, memihak rakyat dan memberikan dukungan politik
yang kuat terhadap upaya menghilangkan kebodohan, ketidakadilan serta jalan
yang mulus untuk mendapatkan dukungan dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Para politisi diharapkan terjun
langsung ke desa bukan sekedar untuk dipilih kembali, tetapi melihat langsung
apakah keputusan politik yang bersifat makro di tingkat undang-undang (UU)
dan peraturan pemerintah bisa dilaksanakan. Dan, menempatkan upaya untuk
rakyat itu benar-benar sampai kepada rakyat dan menjadi pendongkrak perubahan
yang memungkinkan rakyat tersenyum puas serta memberikan dukungan dengan
ikhlas pada pemilihan berikutnya.
Dukungan politik seperti itu akan
berdampak sangat tinggi pada pemangku tingkat bawah, sehingga kiprah
pembangunan bukan saja berada pada tingkat provinsi dan kabupaten, tetapi
merambah sampai akar rumput membawa dampak kesubur-an dan kemakmuran yang
makin merata. Sehingga, memungkinkan jutaan keluarga miskin tidak lagi menghiasi
istilah keluarga miskin, hampir miskin atau setengah miskin yang dicari cari
untuk pencitraan tingkat makro dan politisi yang ingin merasa upayanya
membawa hasil. Padahal, kenyataan lapangan sangat berbeda dan kurang mendapat
perhatian yang wajar.
Pada tataran ekonomi yang mulai
diadakan berbagai perubahan, juga perlu segera dibawa langsung pada tingkat
akar rumput agar manfaatnya dapat dirasakan. Upaya pemberian kredit yang
dijamin pemerintah belum seluruhnya menguntungkan keluarga miskin. Biarpun upaya
itu telah menahan munculnya keluarga miskin baru, tetapi dalam hal tertentu
justru meningkatkan kelas menengah dan atas berakibat jurang pemisah makin
menganga, karena keluarga miskin tidak bisa mengakses kesempatan yang
terbuka.
Kebijakan financial inclusion yang
menjadikan Indonesia salah satu pelopor yang berani bicara lantang, perlu
diikuti aturan yang memungkinkan bank-bank berani membangun kerjasama pada
tingkat akar rumput dengan lembaga sosial kemasyarakatan untuk mengemas
program dan kegiatan bersama pro rakyat. Permintaan Presiden atau Gubernur BI
agar perbankan tidak saja menarik dana masyarakat dengan bunga rendah dan
kredit dengan bunga yang mengutungkan bank, belum disertai upaya menarik
nasabah baru kaum miskin atau tidak mempunyai kegiatan ekonomi sama sekali.
Calon nasabah seperti ini, biarpun secara makro dijamin sebagai nasabah tanpa
agunan, prakteknya masih jauh dari kenyataan. Keluarga miskin hampir pasti
tidak dapat mengakses dana yang melimpah dari bank yang ada disekitarnya tanpa
harus mengantongi dukungan yang memadai. Kepeloporan beberapa daerah
menyediakan agunan yang tersistem belum diikuti secara merata di daerah
lainnya.
Ketimpangan pengembangan
solidaritas sosial dibidang politik dan ekonomi itu menjadi penghambat untuk
pengembangan budaya peduli dan kesetiakawanan sosial secara luas. Upaya
mendongkrak kesetiakawanan sosial yang dilakukan Kementeriaan Sosial dengan
gegap gempita terhalang wewenang yang terbatas, dan karenanya hanya dapat
disediakan anggaran yang juga terbatas. Keadaan ini membuat menteri atau
jajarannya hampir tidak mungkin melakukan upaya terobosan lintas sektor yang
cukup menantang dan memerlukan pemikiran yang komprehensif serta
berkelanjutan. Upacara HKSN menjadi sangat menyempit dan menjadi upacara solidaritas
terbatas yang menutupi cita-cita solidaritas nasional amat besar yang
terkandung dalam arti budaya bangsa.
Kesetiakawanan menjadi bahan
bacaan petugas sosial atau relawan sosial biarpun dalam setiap kesempatan
Kementerian Sosial selalu menempatkan seorang pengusaha menjadi Ketua HKSN.
Upacara selalu terbatas pada sentralisasi massal yang umumnya diikuti oleh
petugas, pegawai atau relawan sosial dengan kepedulian yang terbatas untuk
upacara dari pengusaha yang peduli sesaat tanpa adanya perubahan struktural
dengan dampak berkelanjutan sebagai solidaritas sesama anak bangsa.
Kegiatan yang disponsori oleh
berbagai perusahaan dengan kucuran dana corporate social responsibility (CSR)
menjadi salah satu terobosan yang perlu ditata dengan baik agar menjadi bagian
dari budaya perusahaan untuk membangun budaya solidaritas setiap perusahaan
akan anak bangsa yang belum menikmati kemerdekaan di nega-ranya. Solidaritas
yang ditimbulkannya sementara ini bersifat kelembagaan melalui penyisihan
dana seperlunya untuk usaha sosial maupun mendukung kegiatan sosial yang
belum seluruhnya diikuti dengan roh solidaritas dalam budaya ekonomi
kerakyatan yang menempatkan keluarga ku-rang mampu dalam proses pemberdayaan.
Kemegahan upacara HKSN yang minggu
ini akan digelar kembali, perlu diikuti pemikiran secara sistematis untuk
mengembangkan tema dan pembudayaan yang lebih luas, sebagai kepedulian dan
solidaritas dengan melibatkan berbagai kalangan diluar Kementerian Sosial,
lembaga sosial kemasyarakatan dengan penempatan yang lebih signifikan. Pada
tingkat awal, modal penyelenggaraannya harus dipikul oleh pemerintah sebagai
bagian dari upaya pemberdayaan untuk gerakan masa depan yang lebih mandiri.
Dukungan awal yang luar biasa itu harus dikemas dengan baik, agar
menghasilkan partisipasi yang luar biasa dalam kepedulian dan solidaritas
sosial yang gegap gempita. Insya Allah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar