Memungut Upeti
BUMN
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
|
KOMPAS,
06 November 2012
Rasanya tidak berlebihan keluhan Menteri
Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan atas dugaan permintaan upeti oleh
sejumlah anggota DPR.
Cerita ini sudah lama beredar. Aroma tak
sedap itu setidaknya sudah mencuat sejak DPR periode 1999-2004. Hanya saja
belum ada menteri yang berani mengungkapnya di ruang publik. Namun apa yang
terjadi, sejumlah anggota DPR laksana kebakaran jenggot lantaran pernyataan
Menteri BUMN mengusik kehormatan mereka.
Langkah positif Dahlan yang memerintahkan
seluruh jajaran BUMN menolak permintaan upeti anggota DPR, yang menjadikan
BUMN sebagai sapi perah, patut didukung. Para direktur harus berani berkata
”tidak” untuk menjaga dana BUMN dari keserakahan orang-orang yang tak berhak.
Kebijakan itu bukan tanpa dasar.
Sebelumnya, 28 September 2012, Sekretaris
Kabinet mengeluarkan surat edaran No SE-542/Seskab/IX/2012, perihal
pengawalan APBN 2013-2014 untuk mencegah praktik penyalahgunaan anggaran.
Bola Liar
Meskipun sudah 14 tahun reformasi berjalan
dengan agenda memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, begitu sulit
implementasinya. Wajar jika rakyat punya logika berpikir sendiri, harus
berani melawan keinginan sejumlah wakilnya di DPR yang selalu ingin untung
sendiri. Kalau bukan untuk kepentingan pribadi, biasanya upeti diminta dengan
alasan partainya akan melakukan kegiatan.
Sebelumnya, Juni lalu, Dahlan sudah mengungkap
bagaimana BUMN selalu dijadikan sumber dana oleh yang berkuasa. Namun, kala
itu belum seheboh saat ini. Dahlan menegaskan bahwa sekitar 98 dari 140 BUMN
terjebak dalam korupsi yang bersifat sistemis.
Sebelum itu, Ketua Mahkamah Konstitusi
Mahfud MD juga menyebut DPR (Komisi III) telah memotong anggaran MK secara
signifikan dalam dua tahun terakhir. Namun, Ketua MK melarang jajarannya
melobi DPR agar anggaran yang diajukan tidak dipotong. Yang dikesankan dari
peristiwa ini bahwa penentuan anggaran di DPR selalu harus melalui proses
lobi yang boleh jadi tidak gratis.
Lantas, apa tanggapan anggota DPR? Seperti
lazimnya, anggota DPR tak tinggal diam. Kicauan Dahlan dikecam dan mulai
melakukan serangan balik. Misalnya, Dahlan mulai dipersoalkan lantaran dua
kali tidak hadir saat diundang Komisi VII DPR untuk mengklarifikasi hasil
audit BPK terkait inefisiensi di PLN yang mencapai Rp 37 triliun saat Dahlan
menjadi direksi PLN.
Rupanya bola liar mulai digulirkan anggota
DPR, sebagai lagu lama, yang ujung-ujungnya menggertak balik agar usaha
mengungkap dugaan pemberian upeti tidak dilanjutkan. Sekretaris Jenderal
PDI-P Tjahjo Kumolo, misalnya, menyebut langkah Dahlan tak lebih dari
pencitraan karena Dahlan punya agenda politik. Begitu pula Ketua DPR Marzuki
Alie juga merasa tersinggung atas tudingan itu.
Padahal, yang kita harap, seharusnya
anggota DPR merespons positif ungkapan dan langkah Dahlan. Bukan sebaliknya,
bereaksi keras seolah bersih, sementara fakta begitu banyak terurai.
Misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap sejumlah anggota DPR
yang terbukti terbelit oleh penyimpangan anggaran negara.
Pelajaran Berharga
Menjaga keselamatan dana BUMN merupakan
keniscayaan di tengah harapan rakyat agar diperhatikan kesejahteraannya.
Semoga para anggota DPR, birokrat eksekutif, dan pemangku kekuasaan lain
tidak menjadikan BUMN sebagai anjungan tunai mandiri (ATM) mereka. Saat butuh
dana segar, tinggal menelepon direktur utama BUMN dengan berbagai alasan.
Pengalaman para dirut BUMN bermitra kerja
dengan DPR patut dijadikan pelajaran berharga. Misalnya, mantan Direktur
Utama Pertamina Ariffi Nawawi (2003-2004) mengatakan bahwa ia harus
bolak-balik ke Senayan (baca: DPR) gara-gara pernyataannya ingin membebaskan
Pertamina sebagai sapi perah.
Namun, kita juga berharap kiranya Menteri
BUMN tidak sekadar melempar bola panas yang bisa dimainkan secara serampangan
jika tidak diungkap secara jelas.
Kedatangan Dahlan ke Badan Kehormatan DPR
untuk mengungkap nama anggota Dewan yang gemar meminta upeti kepada BUMN
patut didukung. Semuanya harus jelas agar tidak ada fitnah sebagaimana yang
dituntut sejumlah anggota DPR.
Publik menanti ungkapan blak-blakan Menteri
BUMN itu apa benar atau salah. Namun yang pasti, informasi soal dugaan adanya
pungutan upeti merupakan aib bagi anggota DPR yang selama ini citranya terus
tergerus. Jangan sampai rakyat semakin kehilangan kepercayaannya lantaran
wakilnya yang sering dicap terhormat, tetapi ternyata tak lebih dari ”tikus
got ” yang begitu ganas mengeruk uang negara yang dipungut dari hasil
keringat rakyat.
Tudingan ini harus diperjelas kebenarannya.
Jika terbukti ada oknum DPR yang berbuat, sebaiknya dilaporkan kepada KPK
untuk diuji kebenarannya di ruang pengadilan. Sebab, rakyat tahu betul, untuk
meningkatkan kualitas pelaksanaan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan, setiap anggota DPR harus memiliki integritas dan bersih
dari godaan uang haram. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar