Catatan Milad
Seabad Muhammadiyah
Benni Setiawan ; Dosen di
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Wakil Sekretaris Majelis Tabligh
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah
|
JAWA
POS, 17 November 2012
SEJAK awal Muhammadiyah menahbiskan diri menjadi organisasi sosial
kemasyarakatan amar ma'ruf nahi munkar dan
sebagai gerakan tajdid (pembaruan). Dalam Kepribadian Muhammadiyah
ditegaskan, kader dituntut untuk amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan
yang baik. Membantu pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain dalam
memelihara serta membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur yang diridai Allah.
Dua pernyataan yang tertuang dalam Kepribadian Muhammadiyah tersebut mempunyai signifikansi dalam menjawab persoalan Muhammadiyah dan umat ke depan. Artinya, ketika dahulu Muhammadiyah bekerja sama dengan NU untuk memberantas korupsi, alangkah baiknya Muhammadiyah juga kembali bersuara dalam masalah krisis global, illegal logging, illegal fishing, global warming, pengangguran, kemiskinan, dan seterusnya. Ajaran Kiai Dahlan Sudah saatnya Muhammadiyah bangun dari tidur panjangnya dan kembali memperteguh gerakan kerakyatan yang telah dipelopori dan diwariskan KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah yang selama ini disibukkan oleh wacana pemikiran yang ndakik-ndakik dan kurang menyentuh realitas sosial sudah saatnya kembali pada pemikiran yang mudah diterima warganya. Ambil contoh, Muhammadiyah hingga kini belum mempunyai alat produksi cangih seperti kapal penangkap ikan, TV nasional, atau radio nasional yang semua itu bisa digunakan sebagai sarana dakwah melawan budaya konsumerisme dan kapitalisme yang semakin menggejala. Seandainya mempunyai satu kapal saja yang dapat menangkap ikan di laut yang sekarang banyak dicuri pihak yang tidak bertanggung jawab, Muhammadiyah akan bertambah ''kaya'' dan semakin membuka peluang kerja bagi rakyat banyak. Juga, tentunya mampu menyelamatkan aset bangsa Indonesia. Muhammadiyah memang perlu menunjukkan kepeduliannya terhadap aset bangsa dengan cara yang elegan. Keikutsertaan, misalnya, dalam permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang putusannya membubarkan BP Migas semoga bisa menjadi bagian dari upaya lebih memandirikan bangsa dari tekanan asing. Persoalan memang kian kompleks. Guna menghadapi persoalan yang semakin kompleks itu, Muhammadiyah sudah saatnya berani untuk banting setir dan menengok kembali ajaran yang telah diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan ''tafsir'' ala KH Ahmad Dahlan. Beberapa pokok ajaran tentang pentingnya pendampingan/pembelaan terhadap kaum mustad'afin melalui teologi al-Maun. Proyek pemikiran berbasis kesadaran dan pemihakan terhadap kaum miskin (lemah) yang sudah selayaknya menjadi ancangan besar dalam setiap kajiannya. Tanpa hal demikian, Muhammadiyah akan mengalami kebuntuan berpikir yang pada gilirannya mematikan kreativitas serta gerak langkah persyarikatan. Kemajuan Muhammadiyah pada era awal terletak pada kemampuan Kiai Dahlan dan murid-muridnya untuk terus mengkaji 17 kelompok ayat. Kini memasuki abad kedua, sudah selayaknya kajian 17 kelompok ayat itu berkembang menjadi 100 atau tafsir utuh Alquran menurut pemahaman Muhammadiyah. Dengan demikian, Muhammadiyah benar-benar menjadi organisasi pembaru (tajdid) sebagaimana semboyannya. Muhammadiyah akan kembali memimpin peradaban karena merupakan pelopor gerakan pemikiran yang genuine dan berguna bagi masyarakat banyak. Lebih lanjut, keragaman tafsir dan kajian dari berbagai disiplin ilmu akan semakin mengukuhkan bahwa Islam merupakan agama penuh nilai. Artinya, Alquran sebagai rujukan utama umat Islam mempunyai kandungan yang luas dan inspiratif. Langkah gerak umat, khususnya Muhammadiyah, akan lebih tertata dan bermakna karenanya. Gerakan Pencerahan Dalam hal pemihakan terhadap kaum lemah pun, Muhammadiyah perlu terus berbenah. Seperti kritik M. Dawam Rahardjo (2010), jika dulu Kiai Dahlan melaksanakan program kemasyarakatan yang berorientasi pada kaum duafa, kini sudah selayaknya Muhammadiyah mengarahkan pada program pemberdayaan orang miskin agar bisa meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Sebagaimana telah diutarakan di muka, proses dan produk pemihakan Muhammadiyah sudah selayaknya mewujud. Tanpa wujud yang jelas, Muhammadiyah akan semakin ditinggal zaman. Pada gilirannya, semangat pemihakan persyarikatan pun akan memudar. Itulah yang sebaiknya selalu diingat, termasuk kami di jajaran pengurus. Milad seabad Muhammadiyah (jika dihitung berdasar kalendar miladiyah, 18 November 1912-18 November 2012) sudah selayaknya merupakan semangat kelanjutan Muktamar Seabad Muhammadiyah Ke-46 di Jogjakarta pada 2010. Tafsir gerakan pencerahan selayaknya semakin meneguhkan Muhammadiyah dalam peran dan proses kebangsaan. Muhammadiyah turut serta dalam membangun bangsa dan negara. Sebab, meminjam istilah Ahmad Syafi'i Ma'arif, jika negara hancur, Muhammadiyah akan remuk. Jika negara sejahtera, Muhammadiyah pun akan makmur. Dengan demikian, Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Karena itu, sudah selayaknya Muhammadiyah turut serta menyelesaikan persoalan sosial yang muncul, bukan menjadi bagian dari masalah itu. Keteguhan tekad dan semangat persyarikatan memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan amanat sejak kelahirannya. Muhammadiyah lahir karena kehidupan masyarakat jauh dari ideal. Kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan yang semua jauh dari semangat keberislaman. Tetap relevan mengingat salah satu ayat powerful yang menginsipirasi kelahiran Muhammadiyah: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yangma'ruf, dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS 3 Ali Imran:104) Inilah kerja Muhammadiyah sebagai gerakan kebajikan, gerakan pencerahan. Mencerahkan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berpegang teguh pada ajaran Islam rahmatan lil alamin. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar