Menyikapi Film
Penistaan Nabi
Fajar Kurnianto ; Peneliti pada
Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK), Universitas Paramadina, Jakarta
|
SINAR
HARAPAN, 22 September 2012
Film Innocence of Muslims yang disutradarai Nakoula Basseley alias Sam
Bacile, yang cuplikannya diunggah di situs Youtube, menuai reaksi keras dari
masyarakat muslim dunia.
Dalam cuplikan itu, seorang aktor
memerankan Nabi Muhammad yang sedang mabuk dan predator biseksual. Film yang
sangat provokatif itu memicu kemarahan muslim sehingga pecah protes di
mana-mana. Tidak ada satu pun pemeluk agama, entah itu Yahudi, Kristen, ataupun
Islam yang rela nabinya dinistakan dengan gambaran buruk semacam itu.
Bukan kali ini saja Nabi Muhammad
dinistakan. Ketika masih hidup pun beliau dinistakan. Penistaan dimulai ketika
beliau mendakwahkan Islam di Mekah. Tetapi, reaksi beliau terhadap berbagai
penistaan terhadap dirinya tidak sama.
Kadang, beliau mendoakan
keburukan bagi mereka. Kadang mendoakan kebaikan dan memaafkan. Kadang hanya
bereaksi biasa-biasa saja, terlihat toleran dan malah menolak cara-cara buruk
serupa dari mereka yang menistakan beliau.
Nabi mendoakan keburukan,
misalnya, dalam kasus Abu Jahal dan kawan-kawannya yang menistakan beliau.
Dikisahkan, ketika beliau sedang
beribadah di depan Baitullah (Kakbah), seorang petinggi Quraisy yang getol
menentang dakwah beliau, yaitu Abu Jahal, duduk bersama kawan-kawannya tidak
jauh dari situ. Mereka berkumpul untuk menjalankan siasat menghentikan dakwah
beliau. Pada saat itu, Abu Jahal teringat temannya yang baru menyembelih unta,
sehingga dalam pikirannya tebersit untuk berbuat jahat dan keji kepada beliau.
Abu Jahal lalu meminta salah satu
rekannya untuk mengambil kotoran itu, lalu meletakkannya di atas punggung Nabi
ketika sujud. Abu Jahal kemudian memuji-muji rekannya itu dan bersama yang lain
dia pun bersorak kegirangan, tertawa terbahak-bahak.
Ketika itu, Fatimah, yang diberi
tahu soal ayahnya yang dinistakan di Baitullah segera ke sana. Setelah
membersihkan kotoran dari punggung ayahnya yang masih sujud, dia mencela Abu
Jahal dan teman-temannya. Selesai ibadah, Nabi juga menghampiri Abu Jahal dan
mendoakan keburukan baginya dan rekan-rekannya. Doa beliau makbul. Pada Perang
Badar (2H), mereka yang menistakan beliau tewas semua.
Nabi mendoakan kebaikan,
misalnya, terjadi pada orang-orang Thaif. Dikisahkan, beliau ke sana dalam
rangka mendakwahkan Islam. Tetapi, sambutan mereka sangat kejam. Tidak hanya
mengusir beliau, mereka bahkan menyuruh seluruh keluarga mereka untuk melempari
beliau dengan batu. Hujan batu itu mengenai pelipis beliau hingga berdarah.
Dalam kondisi seperti itu, beliau
berjalan keluar Thaif dan berteduh di sebuah kebun kurma. Malaikat Jibril
kemudian datang, menawarkan bantuan; jika Nabi ingin, dia bisa mengangkat
gunung untuk dijatuhkan kepada warga Thaif. Nabi menolaknya, malah mendoakan
kebaikan bagi orang-orang Thaif. Doa beliau makbul. Setelah Fathu Mekah (8H),
orang-orang Thaif datang ke Madinah menyatakan masuk Islam.
Nabi bereaksi biasa-biasa saja
kepada orang yang menistakan beliau, misalnya, terjadi dengan sekelompok
Yahudi. Dikisahkan, beberapa orang Yahudi
menemui beliau, lalu mengucapkan salam yang tidak lazim, “As-Samu alaika” (Semoga
kebinasaan segera menimpamu!) Aisyah, istri beliau, yang mengetahui arti
ucapan itu pun langsung bereaksi, “Wa
alaikum as-sam wal la’nah” (Semoga
kebinasaan dan laknat Allah menimpa kalian!) Mendengar itu, Nabi berkata, “Tenanglah, Aisyah. Sesungguhnya Allah suka
sikap lemah lembut dalam segala hal.” Aisyah berkata, “Apakah Anda tidak mendengar yang mereka ucapkan?” Beliau menjawab,
“Aku sudah menjawab mereka dengan ucapan
‘Wa alaikum’ (semoga bagi kalian juga
begitu).”
Pada masa-masa berikutnya,
gambaran buruk dan penistaan terhadap Nabi Muhammad juga seperti tidak ada
matinya. Dalam buku Popular Attitudes
Towards Islam in Medieval Europe, misalnya, juga dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe (editor Michael Frasseto and Davis R Blanks),
Pierre Maurice pernah menegaskan bahwa Mahomet (Muhammad) adalah an evil man (orang jahat) dan satan (setan) karena mengajarkan
anti-Kristus.
Novel The Satanic Verses (1988) termasuk buku terkenal yang menghina
Nabi, ditulis oleh Salman Rushdie, orang India yang tinggal di Inggris.
Ulama-ulama Iran sampai mengeluarkan fatwa halal darah Salman.
Novel itu memang banyak dibaca
masyarakat Barat dan sedikit banyak menginspirasi sebagian mereka untuk menulis
buku-buku tentang Nabi Muhammad secara negatif. Karen Armstrong, dalam
pengantar bukunya, Muhammad: A Biography
of the Prophet (edisi revisi 2001) menulis bahwa gambaran buruk tentang
Muhammad sudah sangat lazim terjadi di Barat.
Dia menyayangkan bahwa gambaran
buruk tentang Nabi Muhammad yang diberikan oleh Salman Rushdie melalui
novelnya, The Satanic Verses itulah
yang justru banyak diserap oleh masyarakat Barat.
Sebetulnya tidak semua orang
Barat menggambarkan sosok Nabi Muhammad secara buruk. Malah banyak juga yang
memuji dan mengapresiasi beliau secara positif. Michael Hart, misalnya, dalam
bukunya yang terkenal, The 100, a Ranking
of the Most Influential Persons in History (1978), menulis: Muhammad adalah
satu-satunya tokoh dalam semua sejarah yang sukses dengan kesuksesan sangat
tinggi pada tingkat agama dan dunia.
Ada banyak rasul, nabi dan para
pemimpin yang memulai dengan misi-misi agung. Namun, mereka meninggal tanpa
penyempurnaan misi-misi tersebut, seperti Isa di Kristen, atau yang lain telah
mendahului mereka, seperti Musa di Yahudi.
Menyikapi Penistaan
Penistaan manusia terhadap sesama
manusia adalah perbuatan terlarang. Apalagi terhadap manusia yang dianggap
istimewa karena pangkat kenabian atau kerasulan dari Tuhan. Manusia yang
dihormati dan dimuliakan oleh para pengikutnya. Bentuk penistaan terhadap para
nabi saat ini tidak lagi secara fisik karena mereka sudah wafat.
Bentuk penistaan sekarang adalah
dengan visualisasi yang menggambarkan hal yang tidak benar, malah melecehkan.
Seperti dalam film Innocence of Muslims
gambaran Nabi Muhammad sebagai pemabuk dan biseksual jelas tidak benar, tidak
autentik, dan sangat menyesatkan.
Secara visual, orang-orang Barat
pernah menggambarkan Nabi dengan sosok pembawa pedang di tangan kanan dan
Alquran di tangan kiri. Pada September 2005, karikatur di harian Denmark
Jyllands-Posten menggambarkan Nabi memakai sorban berbentuk bom.
Semua visualisasi ini merupakan
bentuk penistaan terhadap agama, dalam konteks ini Islam. Dalam Islam
visualisasi terhadap semua nabi dan rasul, mulai dari Adam hingga Muhammad,
adalah terlarang. Apalagi visualisasi yang menggambarkan sesuatu yang tidak
benar. Semua agama juga melarang tindakan penistaan terhadap para nabi.
Film Innocence of Muslims secara artistik juga sangat buruk. Secara isi
lebih buruk lagi. Aktor-aktor dalam film ini sendiri merasa ditipu sutradara. Bacile menyebut film ini “film politik”, tetapi jelas ini film
provokasi terhadap umat Islam dengan menistakan dan menodai Nabi umat Islam.
Untuk ini, sepatutnya dia
dihukum berat. Sementara itu, reaksi umat Islam juga tidak perlu berlebihan,
apalagi sampai dengan demonstrasi berdarah-darah dan ada korban meninggal dunia. Bagi umat beragama, termasuk Islam, semua nabi dan rasul akan
tetap suci dan akan tetap begitu meskipun dinistakan dalam berbagai bentuknya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar