Kegiatan Belajar
Seumur Hidup
Mulyono D Prawiro ; Dosen Pascasarjana
dan Anggota Senat
Universitas Satyagama, Jakarta
|
SUARA
KARYA , 03 September 2012
Minggu lalu Universitas Satyagama, Jakarta dalam sidang disertasi
terbuka dipimpim oleh Rektor/Ketua Senat Prof Dr Ir Soenardjo Wirjoprawiro,
MSi, berhasil meluluskan mantan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Sugito
Suwito sebagai doktor baru dalam bidang Ilmu Pemerintahan yang ke-105. Meskipun
Sugito sebagai salah satu mahasiswa yang tergolong senior dari segi usia, namun
semangat dan perjuangannya mengikuti perkuliahan dan belajar membuat iri para
generasi muda. Karena menurutnya, belajar merupakan kegiatan seumur hidup,
sehingga yang bersangkutan bekerja dan belajar sangat keras dan disertasinya
mendapatkan nilai yang luar biasa dengan predikat Cum Laude.
Dalam disertasinya, Sugito menyoroti masalah kemiskinan dan
kesejahteraan di Indonesia. Ini merupakan kajian yang unik dan menarik untuk
diperbincangkan, apa lagi akhir-akhir ini pemerintah selalu optimis, bahwa
prosentase angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun berhasil
diturunkan dan kesejahteraan rakyat terus mengalami kenaikkan. Dari data yang
dikeluarkan pemerintah, angka kemiskinan terus membaik, seolah-olah di atas
kertas hasil kerja dan program pemerintah sangat luar biasa sesuai dengan
target dan sasaran yang ditetapkan. Namun, di sisi lain jarang diungkap
mengenai semakin melebarnya tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat, dan
secara kuantitatif jumlah penduduk miskin terus bertambah.
Sampai saat ini, batas garis kemiskinan itu sendiri masih menjadi
bahan perdebatan. Tahun 2011, pemerintah menetapkan batas garis kemiskinan di
Indonesia sebesar Rp 233.740,- per kapita per bulan atau sekitar Rp. 7.000,-
per hari atau kurang dari satu dolar AS. Sedangkan batas garis kemiskinan
menurut versi Bank Dunia adalah 2 dolar AS per hari atau sekitar Rp 19 ribu per
hari. Seandainya kita menggunakan batas garis kemiskinan menurut standar Bank
Dunia, maka diperkirakan prosentase angka kemiskinan di Indonesia akan jauh
lebih tinggi lagi, bahkan ada yang memperkirakan angka tersebut di atas 25
persen.
Dari hasil kajian yang dituang dalam naskah disertasinya,
diketahui di Kota Bekasi jumlah penduduk miskin menunjukkan tren terus
meningkat. Pada 2002 jumlah penduduk miskin di kota itu tercatat sebesar 3,66
persen, 2006 tercatat 5,07 persen dan pada 2010 lalu 5,30 persen. Sugito
menggunakan tiga pendekatan yang berbeda, pertama penelitian lapangan dengan
wawancara terhadap nara sumber yang terdiri dari, tokoh mayarakat, ketua
posdaya dan pejabat daerah, bagaimana proses pemberdayaan dan program
pengentasan kemiskinan dilaksanakan di Kota Bekasi.
Kedua, menggunakan literatur yang dianggap relevan dengan fokus
dan lokus penelitian, dan yang sangat menarik adalah dalam menganalisa data
hasil penelitian, menggunakan model Structural
Equation Model (SEM), suatu model yang jarang sekali dipergunakan oleh para
mahasiswa yang mengambil doktor dalam bidang Ilmu Pemerintahan, karena
perhitungannya dianggap sangat rumit. Namun sebagai seorang mantan kepala BPS,
yang sangat memahami seluk beluk statistik, Sugito dengan mudah menyajikan
hasil penelitiannya dengan sangat baik menggunakan model SEM tersebut.
Dalam menganalisis hasil penelitian dengan menggunakan model SEM,
yang dikemukakan oleh Sugito ternyata memberikan sumbangan metodologis ilmiah
yang sangat berharga. Itu, memperkaya kemampuan dan pendalaman analisis
terhadap variabel-variabel yang berhubungan dengan ilmu pemerintahan dan
pengaruhnya terhadap peran dan partisipasi masyakarat yang mendorong suksesnya
kepemimpinan, tata pemerintahan dan etika pemerintahan yang diharapkan
masyarakat dalam tatanan pembangunan yang multi komplek dewasa ini.
Di samping itu juga terungkap, bahwa ketiga variabel yang
dipergunakan di atas mempunyai nilai positif dan signifikan dalam memberikan
perhatian pada hal-hal yang konkrit, yang dalam masa transisi demokrasi seperti
saat ini, dan dapat dianggap sebagai penemuan secara akdemik yang luar biasa
dan menarik.
Secara teoritis melalui disertasinya, Sugito yang memandang bahwa
belajar adalah kegiatan seumur hidup, telah mampu memberikan sumbangan yang
sangat positif terhadap pengembangan ilmu pemerintahan, khususnya dalam
pengembangan indikator-indikator yang sangat relevan dengan perkembangan ilmu,
yang dapat dipergunakan untuk memprediksi atau mengarah pada asumsi-asumsi yang
dapat menguntungkan banyak orang. Baik itu untuk para pejabat yang masih aktif
maupun bagi mereka yang peduli terhadap rakyat miskin.
Salah satu sarannya dalam upaya pengentasan kemiskinan di Kota
Bekasi dan daerah-daerah lain di Indonesia, adalah diperlukannya secara
bertahap dan selektif sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing
suatu pertimbangan utama perlu segera merealisasikan paradigma baru yang mampu
mendorong percepatan pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, diutamakan wilayah
yang masyarakatnya siap menjadi kepanjangan fungsi pemerintah, dengan
kapasitas, kredibilitas dan perhatian yang memadai pada program pemberdayaan.
Dengan adanya pos pemberdayaan keluarga (posdaya) yang menurut
Prof Dr Haryono Suyono adalah forum silaturahmi, advokasi, komunikasi, edukasi
dan sekaligus dapat dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan
fungsi-fungsi keluarga secara terpadu dan menyebar ke seluruh Indonesia, maka
upaya peningkatan efektifitas pemberdayaan khususnya pemberdayaan keluarga
miskin di desa-desa akan menampakkan hasil. Sugito yang saat ini memimpin
lembaga INSTAT, telah mampu memberikan kontribusi yang luar biasa pada
pengembangan posdaya di seluruh Indonesia, yang sampai saat ini telah berjumlah
lebih dari 17 ribu posdaya.
Selamat kepada doktor baru, Dr Sugito Suwito, MA, semoga menjadi
inspirator bagi genarasi muda untuk tetap belajar seumur hidup dan berjuang
mengentaskan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar