Rabu, 01 Agustus 2012

Obama Terancam


Obama Terancam
R William Liddle ; Profesor Emeritus Ilmu Politik,
Ohio State University, Columbus Ohio, AS
KOMPAS, 01 Agustus 2012


Menurut berita terakhir sejumlah survei nasional tepercaya, kesempatan petahana Presiden Barack Obama dipilih kembali pada pemilihan presiden November mendatang semakin menipis.

Survei Gallup minggu ini, misalnya, melaporkan bahwa dukungan pemilih bagi Mitt Romney, yang hampir pasti akan diangkat sebagai calon presiden dari Partai Republik, lawan utama Partai Demokratnya Obama, kini mendekati tingkat dukungan Obama.
Mitt Romney pernah menjabat sebagai Gubernur Negara Bagian Massachusetts. 

Sebelumnya ia berkecimpung di dunia bisnis dalam sektor manajemen finansial, tepatnya selaku pembeli dan pembongkar perusahaan swasta yang bermasalah. Ia termasuk calon presiden yang paling kaya dalam sejarah Amerika. Setelah Senator John McCain dikalahkan Obama pada pemilihan presiden 2008, Romney langsung menjadi calon favorit untuk menghadapi Obama pada pemilihan 2012.

Namun, Romney harus bersaing dengan beberapa lawan dalam partainya sendiri pada masa prakonvensi partai. Lawan-lawan itu meletakkan diri pada sayap paling kanan di partainya. Dalam budaya politik Amerika, kanan berarti propasar bebas tanpa banyak restriksi dari negara dan pro-kebijakan luar negeri yang unilateral dan keras. Pendukung sayap ini juga menyebut diri prokeluarga tradisional dalam pengertian anti-gay dan antiaborsi.

Terlalu Moderat

Di dalam Partai Republik, Romney dituduh terlalu moderat atau plinplan dalam hal-hal itu. Namun, semua lawannya diungguli lewat proses primary elections, pemilihan awal yang bersifat umum, tetapi untuk warga partai saja, yang diadakan di beberapa negara bagian mulai Januari lalu.

Oleh massa warga partai, Romney tampaknya dianggap paling electable, paling mampu mengalahkan sang musuh bebuyutan Obama, ketimbang calon-calon lain. Ia pasti ditetapkan dalam konvensi partai di Tampa Bay, Florida, pada akhir Agustus. Namun, belum ada aktivis Republik yang antusias tentang pencalonannya.

Saya sendiri, selaku ilmuwan dan pengamat, merasa kaget melihat perilaku Romney selama beberapa minggu terakhir, setelah lawannya semua menarik diri dari panggung elektoral. Misalnya, Romney dituntut kampanye Obama mengumumkan jumlah pajak pendapatan yang dibayarnya selama beberapa tahun ke belakang. Hal itu tak wajib, tetapi dilakukan semua calon presiden sejak Ronald Reagan.

Tentu Obama ingin memanfaatkan informasi itu untuk mengutuk Romney sebagai orang kaya raya yang membayar pajak seminimal mungkin. Namun, para tokoh Partai Republik pun mengajak Romney melepaskan data pajaknya. Mereka sangat memaklumi bahwa isu ini bisa menghantui kampanye mereka sampai hari pemilu. Yang mengejutkan, Romney menolak tuntutan itu dengan keras tanpa penjelasan yang meyakinkan.

Contoh lain menyangkut kemampuan Romney sebagai wakil bangsa di luar negeri. Hal itu juga tentu diperhatikan banyak pemilih. Dalam perjalanan pertamanya ke luar Amerika dalam rangka kampanye, Romney langsung mempertanyakan persiapan sekuriti Pemerintah Inggris menjelang pembukaan Olimpiade 2012 di London.

Ia tampaknya merasa ahli sebab pernah mengurus olimpiade musim dingin di Salt Lake City, Utah, sepuluh tahun lalu. Perdana Menteri David Cameron membantah dengan ketus bahwa masalah sekuriti di kota sebesar London jelas berbeda dari daerah terpencil, seperti Utah. Alhasil, Romney diolok-olok oleh pers Inggris selama beberapa hari.

Semua yang terjadi tahun ini di Partai Republik dan yang dila- kukan bakal calon presidennya seharusnya tecermin dalam kesenjangan yang semakin lebar antara dukungan Obama yang membesar dan dukungan Romney yang merosot. Namun, kenyataannya tidak demikian.

Di antara para ahli, ada konsensus bahwa faktor yang paling penting dalam pemilihan presiden di Amerika adalah keadaan ekonomi nasional. Kalau baik atau cenderung baik, petahana presiden terpilih kembali. Kalau buruk atau cenderung buruk, masyarakat akan memilih presiden baru. Dibandingkan dengan empat tahun lalu, ekonomi Amerika jelas mulai pulih. Namun, angka pengangguran tetap tinggi, di atas 8 persen, dan laju pertumbuhan sedang menyusut.

Dalam jangka pendek, tidak ada kebijakan ekonomi baru yang bisa diambil pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan atau menurunkan pengangguran. Hal itu mengingat strategi yang dikembangkan tim Obama adalah menggerakkan basisnya dan sebanyak mungkin kaum independen lewat kampanye grass roots, akar rumput, yang paling besar dalam sejarah Amerika. Respons Partai Republik: mengumpulkan 1 miliar dollar AS atau lebih demi kampanye iklan TV yang tak kurang dahsyat. Strategi mana yang lebih mungkin mempan? Wallahualam bissawab. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar