Gu dan Bappenas
Rhenald Kasali ; Ketua Program MM UI
|
SINDO,
23 Agustus 2012
Bisakah perencanaan ekonomi dipisahkan dari aspek- aspek
nonekonomi? Tentu saja bisa, tetapi di era perencanaan strategik seperti saat
ini sungguh tak lazim.
Kecuali Bappenas masih bekerja seperti 30 tahun yang lalu, saat
persoalan ekonomi belum sekompleks sekarang. Ibarat gerbong kereta api yang tak
terangkai, sulit mencapai tujuan. Inilah yang dikhawatirkan China. Maka itu, penegakan
hukum tidak dibiarkan jalan bebas sendiri. Penegakan hukum in-line dengan pembangunan daya saing bangsa.Lihatlah apa yang
terjadi di China saat hakim memutuskan Gu Kailai bersalah telah meracuni
investor Inggris yang berbisnis dengan putranya, Bo Guagua. Gu divonis hakim
dengan hukuman mati yang pelaksanaannya ditunda dua tahun.
Pemerintah Inggris dan rakyat China sama-sama menuntut keadilan, namun motifnya tidak sama. Pemerintah Inggris mengaku bisa menerima. Hukum terhadap orang penting bisa ditegakkan dan investor senang. Apalagi, para analis politik mengatakan bahwa hukuman ini sekaligus menuntaskan rivalitas politik tingkat tinggi, yang berarti regenerasi aman. Suami Gu, Bo Xilai yang kariernya pernah cemerlang itu, sebaliknya terhalang untuk menduduki posisi tertinggi di partai. Mengapa semuanya berjalan smooth seperti terorkestrasi dengan baik?
Capital Outflow
Memang masih ada yang luput dari blueprint strategi itu. Namanya juga bukan negeri demokratik seperti di sini. Rakyat China menggerutu. Bukan karena menentang hukuman mati, melainkan kalau hukuman mati bagi rakyat bisa segera dieksekusi, mengapa istri pejabat harus ditunda? Lantas, apa hubungannya dengan investasi asing yang susah payah dibangun bertahun-tahun?
Bagi investor asing, China sangat menarik. Namun, apa artinya pasar dan daya beli kalau sistem hukumnya bobrok? Di mana peranan rencana strategis? Perencanaan bukan sekadar bagi-bagi alokasi dan membuat usulan kebijakan, melainkan mengatur hubungan antar semua elemen, melakukan persiapan-persiapan, dan mengorkestrasinya ke dalam sebuah simfoni yang indah dan saling mewarnai. Maka jangan heran, kalau praktik penegakan hukum di Indonesia juga menjadi pantauan investor dan pemerintah negara-negara industri.
Hukum yang mandul, yang penegakannya terseok-seok, dan menjadi rebutan antara elite, bisa membalikkan semua kemajuan ekonomi dalam sekejap. Mungkin Anda masih ingat bagaimana investor ”menghukum” Indonesia melalui krisis moneter 1997–1998. Dibandingkan negara-negara Asia lainnya, Indonesia adalah negara yang mengalami ”hukuman” yang sangat berat dalam rentang waktu yang paling panjang. Bekas-bekasnya masih tampak hingga hari ini dengan teralihnya aset-aset milik pengusaha Indonesia ke tangan asing, pengangguran besar-besaran, dan selama hampir sepuluh tahun perusahaan-perusahaan domestik tidak merekrut pegawai-pegawai baru.
Akibatnya, generation gap di banyak perusahaan nasional masih banyak dirasakan sampai hari ini. Sekitar 70% pegawai di perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN saat ini berusia di atas 45 tahun dan hanya sekitar 20% yang berusia muda (27–32 tahun). Di antara kedua generasi itu kosong melompong. Ke mana yang di tengah? Kemungkinan besar, yang kesulitan mencari kerja dan menjadi korban PHK telah mengisi sektor informal dan dunia usaha. Jumlahnya dewasa ini ada di atas 50 juta orang. Namun, dampak yang paling dirasakan saat itu terutama adalah terjadinya pelarian modal secara besar-besaran.
Kita tentu berharap kesemrawutan penegakan hukum di Indonesia bisa segera dibenahi, dan investor tidak memberikan hukuman yang sama seperti yang dialami sepanjang 1997–2005. Mari kita bandingkan dengan Rusia yang dipandang sebagai negara yang sama menariknya dengan China, India, dan Indonesia. Bila penegakan hukum di China terus ditingkatkan, pemerintahan Vladimir Putin agak mirip dengan di sini, kedodoran menangani mafia peradilan. Ia kurang menaruh perhatian mengorkestrasi penegakan hukum.
Masing-masing pihak berjalan sendiri-sendiri, terpisah antara hukum dan ekonomi. Apa akibatnya? Menurut Credit Suisse, akibatnya, capital outlow di Rusia terus terjadi. Apalagi, beberapa hari lalu investor tidak puas terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan tiga orang pelaku kerusuhan (pussy riot) hanya dua tahun penjara. Hukuman itu kurang mampu menyiutkan nyali kaum holigans Rusia dalam mengganggu ketenteraman. Agak mirip dengan ketidakmampuan pemerintah menangani ormas-ormas berjubah agama yang semakin hari semakin meresahkan masyarakat di sini.
Kualitas penegakan hukum yang buruk telah mengakibatkan capital outflow di Rusia tahun lalu mencapai USD81 miliar, meningkat 100% dari tahun sebelumnya. Tanpa perbaikan kualitas penegakan hukum, diduga tahun ini capital outflow Rusia masih akan terus terjadi. Sebaliknya, penegakan hukum yang membaik di China dipercaya mampu mempertahankan appetite investor, bahkan financial inflow mencapai tertinggi sejak 12 bulan terakhir.
Perencanaan Strategis Ekonomi
Mengapa China, Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam dan banyak negara lagi bisa melenggang ringan dalam perekonomian dunia yang penuh dengan ketidakpastian ini? Jawabnya adalah karena mereka telah menggunakan pendekatan strategic management dalam mengelola perencanaan ekonominya. Singapura bahkan terang-terangan menggunakan pendekatan yang banyak dipakai oleh dunia bisnis. Bangsa-bangsa yang menciptakan kesejahteraan baru itu sadar betul, peran negara telah berubah dan negara saja tak bisa menciptakan kesejahteraan.
Dalam old school, perencanaan ekonomi dimotori oleh negara melalui policy dan incentive. Dalam new school, perencanaan ekonomi merupakan sebuah rajutan bersama (a colaborative process) yang melibatkan banyak aktor pada berbagai tingkatan, dan tentu saja melibatkan institute for collaborations. Pertanyaannya, siapa yang menjalankan peran sebagai kolaborator itu? Apakah KEN (Komite Ekonomi Nasional) yang salah satu anggotanya kini menjadi tersangka di KPK, atau Bappenas, menko perekonomian atau siapa? Ini sangat memusingkan.
Institute for collaborations jelas tidak bisa jalan kalau hanya menjadi urusan pembuat kebijakan ekonomi. Ini paradigma lama yang sama dengan rangkaian gerbong kereta yang tak dirangkai. Ekonomi tak bisa hanya diurus orang-orang ekonomi, apalagi cuma melulu kebijakan makro. Dalam new school, aktor utama penggerak ekonomi itu bukanlah pemerintah, melainkan dunia usaha, perusahaan-perusahaan besar dan kecil yang menjalankan peran inovasi dan penciptaan nilai. Jadi, buat apa memperbanyak PNS? Bukankah lebih baik memperkuat dunia usaha seperti Malaysia yang memperkuat Petronas untuk menjalankan peran energy security.
Petronas yang inovatif dan creating value dibuat menjadi besar dan modern, tetapi aktor-aktor lainnya paham ke mana arahnya. Salah satunya ya penegakan hukum tadi, tetapi jalannya tak bisa sendiri-sendiri. Ibarat tidur di atas kasur yang sama, doktrinnya kemerdekaan, tetapi igauannya tidak sama. Mimpi saja berkelahi. ●
Pemerintah Inggris dan rakyat China sama-sama menuntut keadilan, namun motifnya tidak sama. Pemerintah Inggris mengaku bisa menerima. Hukum terhadap orang penting bisa ditegakkan dan investor senang. Apalagi, para analis politik mengatakan bahwa hukuman ini sekaligus menuntaskan rivalitas politik tingkat tinggi, yang berarti regenerasi aman. Suami Gu, Bo Xilai yang kariernya pernah cemerlang itu, sebaliknya terhalang untuk menduduki posisi tertinggi di partai. Mengapa semuanya berjalan smooth seperti terorkestrasi dengan baik?
Capital Outflow
Memang masih ada yang luput dari blueprint strategi itu. Namanya juga bukan negeri demokratik seperti di sini. Rakyat China menggerutu. Bukan karena menentang hukuman mati, melainkan kalau hukuman mati bagi rakyat bisa segera dieksekusi, mengapa istri pejabat harus ditunda? Lantas, apa hubungannya dengan investasi asing yang susah payah dibangun bertahun-tahun?
Bagi investor asing, China sangat menarik. Namun, apa artinya pasar dan daya beli kalau sistem hukumnya bobrok? Di mana peranan rencana strategis? Perencanaan bukan sekadar bagi-bagi alokasi dan membuat usulan kebijakan, melainkan mengatur hubungan antar semua elemen, melakukan persiapan-persiapan, dan mengorkestrasinya ke dalam sebuah simfoni yang indah dan saling mewarnai. Maka jangan heran, kalau praktik penegakan hukum di Indonesia juga menjadi pantauan investor dan pemerintah negara-negara industri.
Hukum yang mandul, yang penegakannya terseok-seok, dan menjadi rebutan antara elite, bisa membalikkan semua kemajuan ekonomi dalam sekejap. Mungkin Anda masih ingat bagaimana investor ”menghukum” Indonesia melalui krisis moneter 1997–1998. Dibandingkan negara-negara Asia lainnya, Indonesia adalah negara yang mengalami ”hukuman” yang sangat berat dalam rentang waktu yang paling panjang. Bekas-bekasnya masih tampak hingga hari ini dengan teralihnya aset-aset milik pengusaha Indonesia ke tangan asing, pengangguran besar-besaran, dan selama hampir sepuluh tahun perusahaan-perusahaan domestik tidak merekrut pegawai-pegawai baru.
Akibatnya, generation gap di banyak perusahaan nasional masih banyak dirasakan sampai hari ini. Sekitar 70% pegawai di perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN saat ini berusia di atas 45 tahun dan hanya sekitar 20% yang berusia muda (27–32 tahun). Di antara kedua generasi itu kosong melompong. Ke mana yang di tengah? Kemungkinan besar, yang kesulitan mencari kerja dan menjadi korban PHK telah mengisi sektor informal dan dunia usaha. Jumlahnya dewasa ini ada di atas 50 juta orang. Namun, dampak yang paling dirasakan saat itu terutama adalah terjadinya pelarian modal secara besar-besaran.
Kita tentu berharap kesemrawutan penegakan hukum di Indonesia bisa segera dibenahi, dan investor tidak memberikan hukuman yang sama seperti yang dialami sepanjang 1997–2005. Mari kita bandingkan dengan Rusia yang dipandang sebagai negara yang sama menariknya dengan China, India, dan Indonesia. Bila penegakan hukum di China terus ditingkatkan, pemerintahan Vladimir Putin agak mirip dengan di sini, kedodoran menangani mafia peradilan. Ia kurang menaruh perhatian mengorkestrasi penegakan hukum.
Masing-masing pihak berjalan sendiri-sendiri, terpisah antara hukum dan ekonomi. Apa akibatnya? Menurut Credit Suisse, akibatnya, capital outlow di Rusia terus terjadi. Apalagi, beberapa hari lalu investor tidak puas terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan tiga orang pelaku kerusuhan (pussy riot) hanya dua tahun penjara. Hukuman itu kurang mampu menyiutkan nyali kaum holigans Rusia dalam mengganggu ketenteraman. Agak mirip dengan ketidakmampuan pemerintah menangani ormas-ormas berjubah agama yang semakin hari semakin meresahkan masyarakat di sini.
Kualitas penegakan hukum yang buruk telah mengakibatkan capital outflow di Rusia tahun lalu mencapai USD81 miliar, meningkat 100% dari tahun sebelumnya. Tanpa perbaikan kualitas penegakan hukum, diduga tahun ini capital outflow Rusia masih akan terus terjadi. Sebaliknya, penegakan hukum yang membaik di China dipercaya mampu mempertahankan appetite investor, bahkan financial inflow mencapai tertinggi sejak 12 bulan terakhir.
Perencanaan Strategis Ekonomi
Mengapa China, Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam dan banyak negara lagi bisa melenggang ringan dalam perekonomian dunia yang penuh dengan ketidakpastian ini? Jawabnya adalah karena mereka telah menggunakan pendekatan strategic management dalam mengelola perencanaan ekonominya. Singapura bahkan terang-terangan menggunakan pendekatan yang banyak dipakai oleh dunia bisnis. Bangsa-bangsa yang menciptakan kesejahteraan baru itu sadar betul, peran negara telah berubah dan negara saja tak bisa menciptakan kesejahteraan.
Dalam old school, perencanaan ekonomi dimotori oleh negara melalui policy dan incentive. Dalam new school, perencanaan ekonomi merupakan sebuah rajutan bersama (a colaborative process) yang melibatkan banyak aktor pada berbagai tingkatan, dan tentu saja melibatkan institute for collaborations. Pertanyaannya, siapa yang menjalankan peran sebagai kolaborator itu? Apakah KEN (Komite Ekonomi Nasional) yang salah satu anggotanya kini menjadi tersangka di KPK, atau Bappenas, menko perekonomian atau siapa? Ini sangat memusingkan.
Institute for collaborations jelas tidak bisa jalan kalau hanya menjadi urusan pembuat kebijakan ekonomi. Ini paradigma lama yang sama dengan rangkaian gerbong kereta yang tak dirangkai. Ekonomi tak bisa hanya diurus orang-orang ekonomi, apalagi cuma melulu kebijakan makro. Dalam new school, aktor utama penggerak ekonomi itu bukanlah pemerintah, melainkan dunia usaha, perusahaan-perusahaan besar dan kecil yang menjalankan peran inovasi dan penciptaan nilai. Jadi, buat apa memperbanyak PNS? Bukankah lebih baik memperkuat dunia usaha seperti Malaysia yang memperkuat Petronas untuk menjalankan peran energy security.
Petronas yang inovatif dan creating value dibuat menjadi besar dan modern, tetapi aktor-aktor lainnya paham ke mana arahnya. Salah satunya ya penegakan hukum tadi, tetapi jalannya tak bisa sendiri-sendiri. Ibarat tidur di atas kasur yang sama, doktrinnya kemerdekaan, tetapi igauannya tidak sama. Mimpi saja berkelahi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar