Koin
untuk KPK
Ikrar
Nusa Bhakti ; Profesor
Riset Bidang Intermestic Affairs
di Pusat Penelitian Politik LIPI
KOMPAS, 30 Juni 2012
Komisi Pemberantasan Korupsi ternyata masih
merupakan salah satu institusi di negeri ini yang dimiliki rakyat Indonesia dan
mendapatkan kepercayaan, kecintaan, dan dukungan masyarakat luas.
Sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dalam pemberantasan korupsi ternyata mendapatkan penghargaan yang begitu
besar dari publik. Karena itu, begitu publik tahu rencana pembangunan gedung
baru KPK dihambat oleh Komisi III DPR Bidang Hukum, masyarakat langsung
tergerak untuk melakukan ”saweran” melalui gerakan ”Koin untuk KPK”. Rekening
sementara yang digunakan masyarakat pencinta KPK untuk menampung donasi dari
rakyat adalah rekening ICW yang berada di Bank BNI Cabang Melawai nomor
0056124374.
Rencana KPK membangun gedung baru bukan
terjadi tiba-tiba. Rencana anggaran sudah diajukan sejak 2008, tetapi selalu
dihambat di DPR. Ambisi KPK membangun gedung sendiri bukan hanya untuk
memberikan ruang kerja yang nyaman bagi 5 unsur pimpinan KPK, 77 penyidik, dan
44 jaksa penuntut umumnya. Seperti diutarakan salah satu pemimpin KPK Busyro
Muqqodas dalam pertemuan antara pimpinan KPK dan gabungan individu aktivis,
pengamat, dosen, dan LSM yang menggerakkan ”Koin untuk KPK” di Gedung KPK,
Selasa (26/6/2012), ada misi suci lain yang dimiliki KPK.
Peta
Jalan 2023
KPK memiliki Rencana Strategis dan Peta Jalan
sampai 2023. Jika gedung baru sudah terbangun, para pemimpin KPK generasi
selanjutnya tinggal meneruskan langkah-langkah yang sudah dibangun fondasinya
oleh generasi KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad.
Busyro menambahkan, ”KPK ingin membangun
gedung yang nanti ada ruang pameran alat-alat kerja KPK, termasuk alat
penyadapan, ada ruang untuk penindakan dan pencegahan korupsi, ada perpustakaan
yang berisi hasil riset soal migas dan batubara dan sebagainya, yang semua bisa
berguna bagi mereka yang akan melakukan riset.” KPK juga ingin memperluas
advokasi publik lewat organisasi masyarakat madani (CSO) yang organisasinya
sudah mendapatkan pendidikan terlebih dahulu dari KPK.
Jika kita lihat perencanaan strategis KPK
sampai 2023, KPK tak lagi meletakkan penangkapan ataupun tindakan penahanan
sebagai tujuan. KPK saat ini sedang membangun suatu sistem integritas nasional
yang mencakup deteksi dini kecurangan yang bukan melulu terkait korupsi atau
penindakan atas korupsi. KPK juga sedang mempersiapkan sumber daya KPK yang
mandiri sebagai penyidik sehingga tidak lagi bergantung pada
institusi-institusi Polri atau kejaksaan.
Namun, itu tidak berarti KPK akan menjadi
lembaga superbody yang ingin melakukan segalanya secara sendirian. Dalam banyak
kasus, operasi KPK selalu didukung oleh masyarakat sebagai pemberi informasi
akurat. Operasi KPK juga mendapatkan dukungan dari Polri dan Dirjen Pajak
Kementerian Keuangan, seperti dalam melakukan penangkapan terhadap tersangka
koruptor, kepala daerah, atau pejabat di Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk mewujudkan perencanaan strategis itu,
KPK tentunya membutuhkan gedung baru yang memadai. Jika dilihat, keinginan KPK
untuk memiliki gedung baru bukanlah suatu yang muluk. Gedung yang akan dibangun
bukanlah gedung yang mewah dan megah, melainkan gedung yang fungsional. Luas
tanah yang tersedia, tak jauh dari gedung KPK yang sekarang, masih di bilangan
Kuningan, Jakarta, hanya 8.000 meter persegi. Luas keseluruhan bangunan 27.600
meter persegi dengan biaya Rp 202.720.000.000 atau sekitar Rp 200 miliar!
Dana awal yang diminta KPK agar disetujui
Komisi III DPR hanya Rp 61 miliar, tetapi tetap tidak disetujui. Bandingkan
dengan begitu mudahnya DPR memberikan persetujuan terhadap pembangunan pusat
latihan dan pendidikan atlet di Hambalang, Bogor, yang anggarannya melambung
menjadi Rp 1,2 triliun atau bahkan Rp 2,5 triliun termasuk peralatan
olahraganya.
DPR khususnya Komisi III selama ini beranggapan
bahwa anggaran untuk KPK telah meningkat 600 persen dari Rp 109,138 miliar pada
2004 menjadi Rp 660 miliar pada 2012. Namun, sebuah kajian singkat Indonesia
Corruption Watch menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan APBN, anggaran KPK
hanyalah 0,05 persen sampai 0,055 persen dari APBN, angka yang hampir-hampir
tidak berarti jika dibandingkan dengan tugas dan misi KPK untuk memberantas
korupsi.
Simbol
Perlawanan
Beberapa individu di Komisi III DPR selama
ini bukan saja ”memberi bintang” (menunda) pengucuran anggaran pembangunan
gedung baru KPK, melainkan juga ingin mengerdilkan KPK atau bahkan ingin
cepat-cepat membubarkan KPK. Apa yang dilakukan beberapa tokoh kunci di Komisi
III DPR merupakan ”proses pembusukan” (decaying
process) di DPR.
Kita tidak tahu apakah motif untuk
mengerdilkan atau membubarkan KPK akibat dari banyaknya anggota DPR yang
bermasalah dengan korupsi. Hingga saat ini ada 45 anggota DPR yang diciduk KPK,
ada yang masih disidik, ada yang sedang disidang, ada pula yang sudah masuk penjara.
Gerakan saweran ”Koin untuk KPK” merupakan
simbolisasi perlawanan rakyat terhadap kekuasaan lembaga legislatif yang
angkuh. Ini terkait dengan eksistensi KPK. Jika institusi yang menangani
terorisme dan narkoba tidak dibilang lembaga yang ad hoc (sementara), mengapa
KPK yang memiliki tugas suci memberantas korupsi malah dibilang ad hoc, sesuatu
yang tidak tercantum dalam undang-undang mengenai KPK.
Di mata Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto,
apa yang dilakukan kelompok masyarakat sipil merupakan konsolidasi warga negara
Indonesia untuk pemberantasan korupsi. Dalam kaitan itu pula, para pemimpin KPK
berjanji berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memberantas korupsi.
Jika mahasiswa, rakyat miskin, dan elite masyarakat bahu-membahu menyumbang Rp 1.000,
Rp 2.000, sampai yang tertinggi Rp 10 juta, bukan mustahil KPK yang kita miliki
dan cintai itu akan dapat mewujudkan impiannya memiliki gedung baru tahun ini
juga. Kekuatan rakyat tentu dapat mengalahkan kekuasaan yang amat angkuh. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar