Kapitalisme
dan Jeratan Kemiskinan
Herman ; Peneliti pada Lembaga Pengkajian Perbankan dan
Ekonomi Syariah (LKPES) UMJ
SUARA KARYA, 09 Juli 2012
Kapitalisme adalah sistem sosial yang
didasarkan pada pengakuan hak-hak individu. Dalam ranah ekonomi, kapitalisme
memisahkan intervensi negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler
yang memisahkan agama dengan negara.
Kapitalisme menekankan peran kapital (modal),
yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan
dalam berbagai produksi. Kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh,
lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme
sebagai bagian dari gerakan individualisme.
Dalam perjalanannya, kapitalisme telah
memberikan efek buruk bagi perekonomian dan kesenjangan sosial yang semakin
menganga, terjadinya gap (jurang pemisah) antara si kaya dan si miskin. Itu
semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di beberapa
negara berkembang termasuk Indonesia.
Indonesia merupakan negara demokrasi, sementara
menurut Karl Marx negara demokrasi adalah negara kapitalis, karena negara
dikontrol oleh logika ekonomi kapitalis yang mendiktekan bahwa kebanyakan
keputusan politik harus menguntungkan kepentingan kapitalis. Dalam hal ini yang
diuntungkan adalah para pemilik modal (kapitalis atau bisa pula disebut
investor).Sedangkan rakyat kecil berada dalam bingkai kemiskinan.
Sudah banyak perusahaan asing yang beroperasi
di Indonesia seperti Freeport yang mengekploitasi hasil bumi di Papua dan Exxon
Mobil di Aceh, tetapi tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat di sekitarnya.
Bahkan, pemerintah cenderung berpihak pada mereka ketika terjadi sengketa lahan
antara pihak perusahan dan masyarakat sekitar. Keberpihakan kepolisian pada
perusahaan asing di Indonesia seperti dalam tragedi Mesuji maupun Bima
baru-baru ini merupakan bukti nyata bahwa republik ini penganut kapitalisme,
salah satu cirinya adalah berpindahnya peran pemerintah yang semula melayani
rakyat menjadi pelayan pemilik modal (investor).
Menurut AM Saefuddin (2011), istilah
kapitalisme lebih luas lagi, meliputi cara produksi, kerangka sosio-ekonomi,
dan mentalitas yang kapitalistis. Kesemua ini hanyalah merupakan tiga segi dari
gejala yang sama.
Kapitalisme telah dimulai saat zaman feodalisme
Eropa, dimana perekonomian dimonopoli oleh kaum bangsawan dan tuan tanah,
perkembangan awalnya sekitar abad 16, saat-saat Eropa sedang giat meningkatkan
perbankan komersil. Teori ini berkembang saat revolusi industri di Inggris,
modal dan keuntungan dalam setiap transaksi sangat diperhitungkan.
Kapitalisme yang dianut dalam revolusi industri
ini merupakan satu revolusi budaya yang bersifat fundamental dalam perkembangan
masyarakat Eropa. Kapitalisme berkembang secara cepat, dikarenakan bebas dari
tekanan agama maupun negara. Perkembangan kapitalis pasca revolusi Industri
meningkat, seiring berdirinya perusahaan-perusahaan besar di Eropa.
Eksistensi kapitalisme sekarang menuai banyak
gugatan dari ekonom sendiri termasuk di negara asalnya. Karena, dianya memiliki
efek buruk sangat berbahaya bagi keberlangsungan ekonomi suatu bangsa. Di
antara dampak yang ditimbulkan kapitalisme, meningkatnya kemiskinan, merusak
budaya lokal, dan akan membentuk manusia menjadi konsumtif. Kapitalisme membuat
negara miskin semakin miskin karena terbelit utang terutama dari International
Moneter Fund (IMF). Pada akhirnya, kapitalisme membuat negara miskin dan
berkembang sulit bersaing dengan negara-negara tergolong maju.
Mengacu pada Susenas September 2011 Badan Pusat
Statistik, per Januari 2012, mengungkapkan, prosentase penduduk miskin menurut
pulau berada di Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 25,25 persen dan terkecil
di Kalimantan, sebesar 6,88 persen. Jika dilihat dari jumlah penduduk, sebagian
besar penduduk miskin berada di Pulau Jawa (16,74 juta orang) dan terkecil di
Pulau Kalimantan (0,97 juta orang). Kalau diperhatikan jumlah kemiskinan di
republik ini bukan berkurang, tetapi justru terus bertambah. Disadari atau
tidak, semua itu merupakan buah pahit dari kapitalisme yang terus merajalela.
Sehingga kapitalisme yang terlanjur
diagung-agungkan itu menjadi digugat. Ada beberapa faktor gugatan itu mencuat.
Pertama, tujuan kapitalisme yang bukan sekadar memenuhi kebutuhan dasar manusia,
tetapi juga untuk memuaskan nafsu manusia yang tidak pernah puas. Nafsu manusia
yang tidak dilandasi dengan moralitas dan keimanan menjadikan seseorang serakah
dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kedua, sistem
kapitalisme digerakkan secara dominan oleh ekonomi berbasis sektor keuangan
yang penuh spekulatif, bukan digerakkan ke sektor riil yang produktif.
Dalam proses pembangunan ekonomi di Indonesia
rakyat sering kali mengalami kemiskinan, kelaparan bahkan kekerasan. Semua ini
terjadi akibat pembangunan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat. Kekayaan
yang dimiliki Indonesia mulai pertanian yang subur, laut yang melimpah dan
kekayaan hutan hanya untuk kepentingan para kapital dan investor asing.
Awan Santosa (2009), mengatakan bahwa demokrasi
ekonomi tidak bisa diraih dengan cara menjalankan demokrasi liberal, tetapi
demokrasi ekonomi dapat dicapai dengan cara membangun gerakan sosial yang
kokoh. Gerakan sosial memaknai demokrasi sebagai proses mendaulatkan rakyat
bukan untuk memarjinalkan rakyat melalui pendaulatan kekuatan modal.
Inilah yang menjadi
sumber malapetaka Indonesia saat ini. Tatkala Indonesia mengadopsi sistem
kapitalisme maka bukanlah kesejahteraan yang di peroleh malainkan kemiskinan,
kelaparan, pengangguran menjadi hal biasa di tengah-tengah masyarakat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar