Manuver Elang dan Naga
Fahmi Alfansip Pane; Tenaga Ahli FPPP DPR RI
SUMBER
: REPUBLIKA, 03 Mei 2012
Manuver
elang (julukan Amerika Serikat) dan naga (sebutan Republik Rakyat Cina) di kawasan
Asia Pasifik semakin berkembang ke arah persiapan penggunaan hardpower (kekuatan fisik) ketimbang
semata-mata mengandalkan diplomasi dan softpower
(kekuatan persuasi). Dinamika ini menunjukkan makin tinggi nya kebutuhan
penataan kembali TNI, Polri, dan para penyelenggara intelijen negara sesuai
tugas pokok dan fungsinya.
Perkembangan
mutakhir adalah latihan perang Cina bersama Rusia di Laut Kuning pada 22-27 April
yang menurut Jubir Kemenhan Rusia, dikutip kantor berita RIA Novosti pada 21
April, latihan akan termasuk simulasi penyelamatan kapal yang dibajak, pengawalan
kapal niaga, dan pertahanan armada terhadap serangan udara dan laut. Sulit
dibantah latihan ini bukan untuk meng antisipasi latihan gabungan AS, Filipina,
dan beberapa negara sekutu lain berkode Balikatan tanggal 16-27 April.
Dinamika
lain adalah awal April se bagai tahap pertama AS menempatkan 200 prajurit korps
marinir dari rencana 2.500 orang di Darwin, Australia. Media Amerika dan
Australia juga mewartakan rencana AS membangun Kepulauan Cocos, Australia,
sebagai basis pesawat mata-mata. Hal ini tidak mengherankan karena sejak 1970
AS sudah menggunakan daratan Australia, yakni kawasan Alice Springs, sebagai stasiun satelit mata-mata.
AS
pun memiliki pangkalan militer di Diego Garcia, kawasan Samudra Hindia, dan
stasiun kapal perang pesisir (littoral
combat ships) di Singapura, seperti juga disebut dokumen Defense Budget Priorities and Choices
halaman 5 yang diterbitkan Dephan AS Januari 2012. Persaingan AS dan Cina
merambah hampir ke segala aspek kehidupan.
Cina
sudah mematahkan Doktrin Monroe bahwa ‘America
for the Americans’, yang terlihat dari kegagalan Presiden Obama mengarahkan
para pemimpin anggota negara-negara Benua Amerika (OAS) dalam KTT di Kolombia. Bahkan,
Cina dan Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang dirancang AS untuk menindak
rezim Bashar Assad. Sebaliknya, Cina kian suntuk akan manuver Amerika di
kawasan Asia Tengah, Benua Kuning, dan Asia Pasifik.
‘Perang’ Ekonomi
Persaingan
itu makin terbuka ketika perekonomian AS menurun, sedangkan kapitalisme Cina
yang dioperasikan oleh BUMN mantap bertahan. Dulu AS yang mendorong Cina
membuka pasarnya dan menjadi anggota WTO. Kini, pasar AS dibanjiri produk impor
Cina.
Perselisihan
AS dan Cina kian tajam ketika negara Tirai Bambu membatasi ekspor logam tanah
langka (unsur lantanida). Bulan Maret Presiden Obama bersama Jepang dan Uni
Eropa resmi menyampaikan keberatan kepada WTO atas kebijakan Beijing yang
mengklaim keputusannya didasari kebutuhan industri domestik dan agenda
lingkungan hidup.
Masalahnya,
97 persen mineral tanah langka dihasilkan Cina. Padahal, logamlogam tersebut
adalah faktor terpenting industri peralatan militer dan sistem persenjataan
canggih. Seperti, lanthanum untuk alat penglihatan malam bagi tank, samarium
sebagai magnet permanen untuk alutsista, sistem radar, dan untuk penyamaran
bunyi baling-baling helikopter (Hurst, 2010 dalam Joint Force Quarterly edisi 59 National Defense University).
Namun,
benarkah relasi elang dan naga hanyalah persaingan dan konflik?
Pada 2005 Chevron bersaing dengan BUMN Cina, CNOOC, untuk memperebutkan Unocal, yang dimenangkan Chevron meski tawarannya lebih rendah karena dibantu Kongres AS. Namun, pada 2010 Chevron meneken kontrak penjualan 18 persen produksi tambang gas laut dalam Gendalo Gehem di lepas pantas Selat Makassar kepada BUMN Cina, Sinopec.
Pada 2005 Chevron bersaing dengan BUMN Cina, CNOOC, untuk memperebutkan Unocal, yang dimenangkan Chevron meski tawarannya lebih rendah karena dibantu Kongres AS. Namun, pada 2010 Chevron meneken kontrak penjualan 18 persen produksi tambang gas laut dalam Gendalo Gehem di lepas pantas Selat Makassar kepada BUMN Cina, Sinopec.
Kasus
penjualan aset strategis bangsa Indonesia ini perlu menjadi pertimbangan dalam
menyusun strategi politik dan pertahanan Indonesia dalam mengantisipasi
pergeseran keseimbangan di kawasan Asia Pasifik. Salah satu prinsipnya, jika politik
itu merupakan perebutan sumber daya--apakah bidang politik atau ekonomi—sumber
daya itu pula bisa menjadi media negosiasi, akomodasi, atau resolusi konflik.
Sekiranya, perdamaian abadi itu hanya ada di atas kertas.
Bila
Jenderal Carlvon Clausewitz dalam bukunya, On
War, menyatakan “perang itu tak lebih dari kelanjutan politik/kebijakan
dengan cara lain”, kita pun dapat memodifikasinya menjadi “politik/diplomasi
itu adalah perang dengan cara lain”. Ini berarti, strategi dan taktik politik
dapat mencegah “elang menyambar dan naga menyembur” yang bisa merugikan
pihak-pihak lain yang lebih lemah.
Ambil Pelajaran
Dari
kasus proyek Gendalo Gehem, terbukti kita tidak perlu mengikuti seluruh agenda
AS atau Cina. Keduanya dapat melakukan resolusi konflik dengan memanfaatkan hak
milik kita. Kita cukup menjalin hubungan dengan AS dan Cina dengan berbasis
pada kepentingan terbaik bangsa ini, dan sejujurnya itu tidak merugikan AS atau
Cina.
Dalam
latihan militer, misalnya, sebagai negara yang lebih lemah kita perlu menyerap
ilmu dan teknologi dari AS, seperti tentang teknologi persenjataan, manajemen
keamanan maritim, ketahanan sibernetika, ketahanan energi dan energi untuk
pertahanan, manajemen logistik (terutama karena negara kepulauan), peperangan
udara, serta gelar operasi khusus dan intelijen berbasis peralatan militer
terbaru. Indonesia agaknya tidak terlalu butuh pelatihan antiterorisme karena
dianggap sudah berhasil.
Sementara
dari Cina, kita dapat belajar, antara lain, optimalisasi BUMN dan penyerapan teknologi
dalam industri strategis dan pertahanan. Kerja sama serupa juga dapat dilakukan
dengan negara-negara lain, seperti Inggris, Korea, Jerman, Australia, Jepang,
Pakistan, dan India.
Kemitraan
dengan banyak teman dapat menjauhkan kondisi seperti Papua Nugini. Pemerintah
PNG berganti antara kubu Michael Somare yang didukung Cina dan pihak Peter
O'Neill yang disokong AS-Australia. Karenanya, kita harus mencegah Pemilu 2014
menjadi `medan perang' elang dan naga. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar