Poster
Perang Propaganda Kehalusan Budi
Agus Dermawan T ; Pengamat Budaya dan Seni
|
KOMPAS, 10 Mei 2015
Pada 30 April 2015
lalu rakyat Vietnam merayakan 40 tahun kejatuhan Saigon di wilayah Vietnam
Selatan ke tangan Vietnam Utara. Kejatuhan ini menandai kemenangan pasukan Ho
Chi Minh atas Vietnam Selatan yang dikuasai Amerika. Ketika perayaan kemarin
dilakukan, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tim Dung berpidato, ”Meski selama 1957 sampai 1975 tentara
Amerika melakukan kejahatan barbar yang tidak terhitungkan, bangsa Vietnam
tidak akan pernah dibelenggu dendam.”
Dari situ, mari kita
kuak sejarah. Pasca Perang Dunia II Vietnam terbelah dua, yakni Vietnam Utara
yang dikuasai kelompok sosialis-komunis dan Vietnam Selatan yang dikuasai
blok Barat. Keterbelahan ini diawali ketika Perancis mengakhiri penjajahan di
Indochina, yang di dalamnya termasuk Vietnam. Sebelum pergi, Perancis membagi
Vietnam jadi dua, yakni Vietnam Utara yang dipimpin Ho Chi Minh atau Paman
Ho, dan Vietnam Selatan yang dipimpin Pangeran Bao Dai. Atas pembagian ini
Paman Ho melihat bahwa Vietnam Selatan hanya akan dijadikan negara boneka
Barat, maka pasukan Vietnam Utara atau Vietminh disusupkan ke Vietnam
Selatan. Persenjataan Vietminh diam-diam dibantu oleh RRT (Republik Rakyat
Tiongkok) dan Uni Soviet.
Amerika, yang ingin
membangun pangkalan militer di Asia Tenggara, geram ketika tahu Vietnam Utara
dibantu RRT dan Uni Soviet, dua musuh besarnya. Presiden Nixon pun
mengerahkan tentaranya ke Vietnam Selatan yang sudah dipimpin Ngo Dinh Diem.
Paman Ho tentu gusar atas campur tangan Amerika ini. Ia lantas menyeru agar
seluruh rakyat Vietnam bergabung dengan tentara untuk melawan Amerika.
Walaupun Amerika sudah meledakkan 600.000 ton bom, menghancurkan 9.284
wilayah hunian, membunuh 3 juta pejuang, serta mencederai 2 juta rakyat, toh
Vietnam Utara yang menang. Amerika hengkang dari Vietnam pada 30 April 1975,
dengan menggoreskan cerita mahapahit: sekitar 58.000 tentaranya tewas.
Rakyat Vietnam
menandai kemenangan ini lewat berbagai monumen. Di antaranya dalam bentuk
taman, plaza dan Musoleum Paman Ho di Ho Chi Minh City, yang dulu bernama
Saigon. Pada bagian lain pemerintah Vietnam menjadikan hutan Cu Chi, neraka
paling jahanam bagi tentara Amerika, sebagai ladang wisata pertempuran.
Namun, monumen yang tak kalah penting adalah jajaran ribuan poster Vietnam.
Hati Vietnam
”Poster-poster Vietnam adalah gambaran hati orang Vietnam. Yang
halus, cinta keluarga, dan sungguh tidak ingin perang. Tapi kalau dinista
akan bertahan sekuat-kuatnya,” kata seorang pemandu War Remnant Museum, Ho
Chi Minh City, yang memamerkan tank, panser, bedil, pisau, serta foto-foto
keuletan rakyat Vietnam. Apa yang dikatakan pemandu itu jauh dari keliru.
Apabila disimak
cermat, poster-poster Vietnam yang dicipta sejak 1955 terbagi dalam beberapa
bagian. Pertama, poster yang memprovokasi rakyat Vietnam untuk tak henti
melawan. Kedua, poster pasca perang dengan muatan ingatan ihwal brutalitas
Amerika. Ketiga, poster yang menegaskan momen-momen kemenangan Vietnam pada
masa perang. Keempat, poster yang menjunjung Paman Ho. Kelima, poster masa
merdeka yang menggerakkan rakyat untuk membangun negeri Vietnam.
Yang paling menarik
tentulah jenis poster yang pertama, kedua, dan ketiga. Dan yang lebih
menarik, meskipun poster-poster itu memuat cerita keringat, darah, teriakan,
derita, dan air mata, yang mewujud adalah sebuah kelembutan, dengan muatan
cerita yang (seolah) disampaikan dengan kesukacitaan. Itu sebabnya kolumnis International Herald Tribune Sherry
Buchanan menulis, ”Poster-poster perang
dan pasca perang Vietnam selalu nampak manis dalam penglihatan. Semua ini
merupakan hasil perpaduan unsur kebudayaan visual Tiongkok, lirisisme ala
Perancis yang dilembagakan perguruan Ecole des Beaux-Arts d’Indochine, dan
kehalusan budi di lubuk terdalam bangsa Vietnam.” Mari kita deskripsikan
poster-poster sejarah getir yang manis itu.
Pada sehelai kertas
digambarkan pesawat yang nyungsep di sebuah kolam yang ditumbuhi teratai.
Seorang tentara Vietnam lantas mengabarkan ini kepada seorang gadis
bersenjata, yang sedang mengelus bunga. Teks poster itu berbunyi ”Khong luc hoa ky tham ho Hanoi” (Angkatan
Udara AS tamasya ke danau di Hanoi). Poster lain menggambarkan suasana
upacara peluncuran roket raksasa, yang diawali dengan tari-tarian tradisional
enam perempuan. Teksnya berkata, ”Chao
mung ten lua ta banh gioi!” (Perayaan peluncuran roket!).
Ada juga yang
bergambar seorang perempuan muda nan cantik memegang bom besar, dengan
diiringi lelaki ganteng mengibarkan bendera. Di belakangnya nampak
bayang-bayang helikopter oleng dan pesawat terbakar. Teks poster ini: ”Mien bac thang to ban roi 4.000 may bay
my” (Kemenangan Vietnam, merontokkan 4.000 pesawat). Atau poster yang
menggambarkan tentara AS ketakutan sambil angkat tangan. Teks poster ini
(malah) berupa pertanyaan: ”Linh my
chet la vi ai”, yang artinya untuk siapa serdadu ini menyongsong mati.
Yang memikat, poster
Vietnam begitu menghargai peranan pejuang perempuan, yang terdiri dari gadis
muda, ibu, bahkan nenek. Banyak poster yang melukiskan perempuan memegang
senjata sambil menggendong anak di punggungnya. Atau dengan pakaian bagus
menyorongkan bambu runcing. Pada poster ”Ham
rong chien thang” (Kemenangan di Ham Rong) bahkan dilukiskan tiga
perempuan remaja berpotret riang di sebelah pesawat AS yang mangkrak di tepi
sungai. Yang mengharukan, ada poster berteks: 30.4/1975/1995. Poster ini
memperingati 20 tahun kemenangan Vietnam Utara. Gambar yang termaktub adalah
dua nenek yang sedang reuni. Kita boleh membayangkan, mereka bersahabat sejak
usia muda, kemudian berpisah kala memasuki keriuhan perang 1960-an, dan jumpa
lagi 30 tahun kemudian.
Umumnya poster-poster
ini dibikin dalam teknik wood block
(cetak kayu) dan silk screen (cetak
saring). Warna-warna yang disampaikan didominasi oleh merah (lambang darah),
kuning (kulit orang Vietnam), dan hitam (tanah tempat berpijak). Warna lain
seperti biru muda, kelabu, atau oker hanyalah variasi. Alhasil, presentasi
bentuk dan warna poster-poster perang Vietnam segera menelikung imajinasi
kita untuk beranggapan bahwa perang bagi orang Vietnam adalah ”kenangan
indah”. Mereka bukannya bertempur melawan agresor, namun menggugah mereka
yang mengganggu. Tak ada setetes darah. Tak ada teriakan ”Hidup atau Mati!”
atau ”Inggris dilinggis, Amerika disetrika!” dan sebagainya.
David Hether, kolektor
Inggris yang mengumpulkan poster perang Vietnam, berkomentar, ”Poster-poster perang Vietnam paling unik
dan istimewa di dunia. Karena yang dipropagandakan adalah keunggulan rasa
cinta meski selama puluhan tahun ditimbun kebencian senjata musuh.”
Penguburan amarah dan
kobaran dendam itu menyebabkan bangsa dan negara Vietnam cepat maju.
Meninggalkan negeri amuk Indonesia merdeka yang sudah hampir 70 tahun
umurnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar