Indeks
Kinerja Anggota DPR
Adnan Pandu Praja ; Komisioner KPK
|
KOMPAS,
14 Oktober 2014
DIPERLUKAN parameter untuk bisa menilai kinerja anggota Dewan agar tak
melupakan janji politiknya sehingga tidak kian mencederai konstituennya.
Vox populi vox dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Hampir tidak ada
anggota DPR yang tidak memahami adagium tersebut. Sebagai warga terhormat,
mereka sangat paham di mana posisi Tuhan, kapan menggunakan nama Tuhan, dan
kapan mengabaikannya. Nama Tuhan akan semakin tergeser seiring dengan semakin
kuatnya kepentingan politik yang tidak menyejahterakan rakyat. Semakin besar
kepentingan politik, akan semakin besar peluang untuk ditunggangi kepentingan
pribadi. Lantas di mana suara rakyat? Suara rakyat hanya dibutuhkan pada saat
pemilu sekali dalam lima tahun. Mereka sangat berpotensi menyalahgunakan
wewenangnya.
Agar tidak sembrono menyandang jabatan anggota Dewan, UU MPR, DPR, DPD,
dan DPRD (MD3) yang lama ataupun yang baru mewajibkan anggota Dewan
bertanggung jawab secara moral dan
politis kepada konstituen di daerah pemilihannya. Namun, kenyataannya
cenderung diabaikan. Bahkan, klausul yang mewajibkan fraksi mengevaluasi
kinerja anggotanya dan melaporkan hasilnya kepada publik yang semula ada
dihapus. UU MD3 yang baru tak mengakomodasi rekomendasi KPK agar
pertanggungjawaban diperluas meliputi pula semua anggota DPRD. Sangat sulit
dipahami anggota DPRD dibebaskan dari tanggung jawab ke konstituennya.
Parpol akan semakin mendapat manfaat jika anggota Dewan kian abai
mempertanggungjawabkan mandat kepada konstituennya. Berbagai reaksi negatif
terhadap UU MD3 dan UU Pilkada mengonfirmasi hasil survei, 65,5 persen
masyarakat tak merasakan peran DPR dalam menghasilkan produk UU atau
pembelaan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat (INES, 2013). Sepertinya
berbagai fenomena akhir-akhir ini cenderung semakin memburuk.
Tak ada pilihan lain, civil society harus membangun sistem sendiri yang
dapat ”mengancam” anggota DPR agar setiap saat bisa diganti antarwaktu oleh
partainya dan tak akan terpilih kembali pada pemilu mendatang, yaitu jika
performa mereka dapat diukur dengan indeks kinerja.
Menyusun
indeks kinerja
Setidaknya ada tiga hal penting yang jadi prasyarat dalam mewujudkan
indeks itu. Pertama, Forum Konstituen, yaitu wahana dialog antara komunitas
pemilih dan anggota DPR yang mewakilinya agar terbangun hubungan dialogis.
Sedapat mungkin ditumbuhkan persaingan antar-anggota Dewan dari daerah
pemilihan yang sama agar terbangun hubungan representasi yang lebih
konstruktif. Semakin intens hubungan dialogis antara konstituen dan para
anggota Dewan diyakini akan kian mempersempit peluang parpol dalam
mengooptasi anggota Dewan.
Philip Thomas dkk merekomendasikan pola dialog yang konstruktif; 1)
Dealing with complexity. Substansi dialog pada persoalan mendasar yang sedang
menjadi perdebatan hangat di DPR. Tentu tak mudah mengelola isu-isu rumit
dengan bahasa sederhana. Bisa jadi hanya akan melibatkan sedikit peserta
aktif, tetapi akan menjadi pembelajaran bagi peserta pasif. Diperlukan
moderator andal yang selalu dapat menyegarkan suasana agar tidak monoton.
2) Dialog bersifat koordinatif dan tidak instruktif untuk menghasilkan
inovasi gagasan. Harus dibuka ruang kreasi seluas-luasnya agar tidak jumud.
3) Dialog agar mencapai hasil berkesinambungan dan menjawab persoalan. Bukan
gagasan aneh yang tidak membumi dan terputus-putus (unsustainable result).
Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat dapat menyingkap
tabir jarak dan waktu antara anggota DPR dan konstituennya, termasuk
memperkecil peranan joki bagi anggota DPR yang tidak punya kompetensi. Rakyat
akan dapat memantau lebih detail aktivitas anggota DPR sehari-hari, bahkan
sampai peningkatan harta kekayaannya. Sebaliknya bagi anggota DPR yang
kompeten, akan menjadi sarana publikasi efektif tanpa biaya dengan
menggunakan moda komunikasi seperti telekonferensi, Twitter, Facebook, dan
Google Hangout.
Kedua, keterbukaan Sekretariat Jenderal DPR menjadi syarat mutlak
menilai kinerja anggota Dewan. Rakyat harus mendapat akses luas memantau
aktivitas anggota Dewan sejak mengisi daftar hadir sampai akhir dalam rangka menjawab hasil survei.
Sebanyak 93 persen masyarakat tidak merasa terwakili oleh anggota DPR
(Formappi, 2011). Keterbukaan akses kegiatan dan kinerja tak termasuk
kategori yang dikecualikan berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor
14 Tahun 2008.
Ketiga, peranan penilai yang akan mengeluarkan indeks sangat vital
sehingga harus memiliki kompetensi dan kredibilitas memadai. Lembaga survei
kiranya dapat menjalankan fungsi penilai. Peranan lembaga survei sudah
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pada akhir proses pilpres lalu. Publik
sudah bisa membedakan mana yang profesional dan abal-abal. Komunitas lembaga
survei bahkan sudah punya kode perilaku. Indeks merupakan outcome dari
hubungan dialogis antara anggota DPR dan konstituennya.
Ketiga hal di atas harus tersaji di laman yang menampilkan dinamika
hubungan dialogis antara anggota DPR dan konstituennya. Pengelola laman
haruslah punya integritas, nonpartisan, dan tidak diskriminatif merugikan
satu pihak dan menguntungkan pihak lain. Pada saatnya nanti pengelola laman
juga harus diakreditasi. Indeks diyakini dapat memaksa anggota DPR taat pada
aturan main di lingkungan partainya ataupun Tata Tertib DPR. Jika semua
anggota DPR dapat diukur kinerjanya, diharapkan tidak ada calon anggota DPR
yang nekat bersaing lima tahun mendatang tanpa kompetensi memadai.
Dari sudut pandang partai politik, indeks akan sangat membantu partai
mengevaluasi kinerja anggotanya, bahkan dapat menjadikan indeks sebagai
alasan untuk mengganti antarwaktu anggotanya yang memperoleh indeks di bawah
standar partai. Dengan begitu, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap
parpol akan tumbuh dan memudahkan masyarakat memilih partai yang lebih
berkomitmen terhadap kepentingan rakyat yang saat ini masih sangat langka.
Bahkan, apabila semua parpol berkomplot menolak indeks kinerja anggotanya di
DPR, masyarakat akan memiliki parameter yang jelas pada saat memilih wakilnya
lima tahun mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar