|
Sudah
merupakan impian semua umat manusia untuk hidup secara damai, tenteram, dan
bahagia, sehingga siapa pun termasuk negara wajib menghadirkan nilai ideal
tersebut tanpa syarat. Itu sebabnya, dalam berbagai instrumen HAM maupun UUD
1945, khususnya Pasal 28 G ayat 1 pada prinsipnya menegaskan bahwa setiap manusia
berhak bebas dari rasa takut, apalagi tindakan yang mengganggu ketenangan dan
keamanan diri, keluarga, maupun harta benda dan lingkungannya.
Sayangnya,
jaminan keamanan dalam konstitusi kita itu kini tergerus beragam tantangan.
Salah satu ancaman nyata terhadap hak asasi atas keamanan tersebut adalah geng
motor. Setelah sedikit reda dari pemberitaan selama beberapa bulan, warga masyarakat
di beberapa kota kembali resah dengan ulah geng motor.
Di
berbagai warung pojok terjadi pergunjingan sinis tentang polisi yang dinilai
hanya bernafsu memburu pelaku kriminal yang berimbal fulus, seperti narkoba,
judi, juga terorisme. Sedangkan, aksi brutal geng motor terkesan dibiarkan.
Padahal, kurang apa kekuatan polisi dari berbagai satuan untuk membereskan
mereka. Kalau perlu, satuan TNI juga dilibatkan demi menegakkan hukum dan
memelihara martabat masyarakat yang semakin terusik dengan teror geng motor.
Perkembangan
geng motor sekarang sudah berada dalam taraf berbahaya. Mereka sangat arogan, anarkistis, dan egois karena tak mau didahului saat berkendara.
Mereka tak segan-segan tawuran, merampok, hingga membunuh tanpa sedikitpun
merasa berdosa. Sepanjang 2012, sudah 65 orang yang kehilangan nyawa di tangan
geng motor.
Kelompok
berandal itu melakukan pelanggaran hukum secara berganda. Mulai dari pelanggaran
lalu lintas, misalnya, hingga membawa senjata tajam dan bom molotov. Mereka
biasanya beraksi pada malam hari dengan knalpot yang memekakkan telinga. Motor
yang mereka gunakan pun kebanyakan bo dong dari hasil curian kalau bukan
rampasan.
Anggotanya
lebih banyak kaum pria yang berwajah sangar, tukang mabuk, penjudi, pemakai dan
pengedar narkoba, pezina, pemerkosa, serta gemar berkelahi atau membuat onar.
Prinsip mereka dalam beraksi, kencang dan mampu melibas orang yang lewat.
Saat
direkrut, mereka harus mengucapkan sumpah tri prasetia geng motor, yaitu harus berani
melawan polisi, melawan orang tuanya sendiri, dan harus bernyali baja dalam
melakukan kejahatan. Seremoni pelantikannya ditandai dengan adu jotos dan minum
minuman keras sampai muntah. Tak hanya itu, geng motor yang dipimpin Klewang di
Riau mempersyaratkan perempuan yang direkrut sebagai anggota baru harus terlebih
dahulu berhubungan badan dengan sang ketua, selanjutnya dapat dinikmati secara
bergilir oleh anggota lainnya.
Geng
motor merupakan wadah yang mampu memberikan gejala watak keberingasan anak
muda. Perkembangannya, tak lepas dari tren mode yang sedang berlangsung saat
ini. Jika memotret patologi keanggotaan, mereka sebagian besar adalah korban
destruksi pembinaan orang tua atau keluarga.
Dengan
kondisi pembinaan orang tua atau keluarga yang terganggu, anak tidak betah di
rumah sehingga mencari lingkungan yang dapat mengakomodasi kebutuhan
emosionalnya. Jika proses pencarian jati diri terjatuh di kubangan yang
berkutat dengan energi negatif seperti geng motor, ia pun akan bermeta-
morfosis mengikuti tren lingkungan geng motor.
Dalam
berbagai literatur disebutkan bahwa dunia remaja merupakan tahap perkembangan
emosi yang sangat sensitif dengan lingkungan sosial. Ketika ia terjebak dalam
kumpulan pergaulan yang dominan berciri destruktif, pola perilakunya akan
cenderung mengikuti tren baru di lingkungannya meski bernilai negatif.
Adapun
faktor penyebab terjadinya tawuran antargeng motor, antara lain, karena rebutan
wanita atau daerah kekuasaan, hingga wilayah pemasaran narkoba. Mereka juga
tidak takut kepada aparat karena di antara mereka ada yang mempunyai beking aparat.
Bahkan, ada yang merupakan anak dari pejabat penting aparat penegak hukum.
Berkaca
dari potret buram geng motor seperti ini, profil style mereka sebenarnya sudah
dapat disejajarkan dengan terorisme, bahkan bisa lebih jahat dari terorisme.
Sejahat-jahatnya teroris yang dicap dan menjadi santapan lezat Densus 88 saat
ini, tidak ada doktrin yang sampai membenarkan perzinaan, apalagi pembangkangan
kepada orang tua sendiri.
Meski
geng motor bisa dikualifikasikan sebagai terorisme baru, aparat penegak hukum
tampak gamang melakukan penegakan hukum. Bandingkan dengan tersangka teroris
yang melakukan kejahatan secara tersembunyi (laten) dengan sasaran tertentu, tapi polisi sangat tegas dan selalu dapat meng - ungkap
keberadaan mereka meski bersembunyi pada lubang semut.
Dengan
sikap ambigu aparat penegak hukum seperti itu, sebagian warga masyarakat yang
mempunyai kesempatan menemukan anggota geng motor yang jatuh atau nyasar, langsung
dieksekusi tanpa ampun. Ini adalah buah dari ketidaksabaran publik. Dalam hal
ini, pihak berwajib bukan tidak mampu, tetapi terkesan sungkan alias tidak mau
bertindak tegas. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar