Pemilu
2014, Tulang Punggung Demokrasi
Otjih
Sewandarijatun ; Peneliti di Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi, Jakarta
|
HALUAN, 02 Juni 2014
Pentas
Pemilihan Umum (pemilu) untuk calon legislatif baru saja usai. Pemilu telah
menjadi mobilitas politik yang melahirkan sebuah ruang-ruang diskursif untuk
agenda kesejahteraan dan kemaslahatan. Di sanalah suara rakyat ditanam untuk
tujuan kebenaran, kemakmuran, dan keadilan.
Pemilu
adalah instrumen demokrasi yang tidak saja memberikan afirmasi berupa
pertautan kepentingan an sich,
tetapi oleh perjumpaan dan kesamaan ideologi, visi-misi, dan gagasan yang
tumbuh subur, dan tak akan pernah terkubur. Mengakar menjadi awal bagi
tumbuhnya sebuah reformasi kepemimpinan yang diidam-idamkan.
Tidak
lekang dalam ingatan kita, sejak awal banyak pihak yang mengkritik proses
pelaksanaan pemilu 2014. Beberapa pihak mulai melakukan justifikasi di luar
batas kewajaran dengan menisbatkan pemilu sebagai agenda demokrasi yang
gagal.
Bahkan
tidak sedikit yang menyuarakan pemilu dan partai politik dibubarkan. Jika
dianalisis lebih jauh, sebenarnya pelaksaanan pemilu telah sesuai dengan
asaz-asaz pokok demokrasi yang substansial.
Kinerja
penyelenggara pemilu yang sudah maksimal, merupakan manifestasi dari
kerja-kerja profesional para penyelenggara. Bahkan para penyelenggara
berhasil menaklukan arus besar disilusi pemilu berupa kecurangan,
instabilitas sosial, dan persoalan yang sejenis.
Pemilu
adalah tulunggung punggung demokrasi. Ia hadir menjadi mobilitas transformasi
kepemimpinan yang bermartabat. Kepemimpinan yang mencirikan sebuah
imajinasi tentang masa depan Indonesia yang cerah. Bukan masa depan bangsa
yang sumir penuh getir.
Sebagai
sebuah manifestasi demokrasi, maka meletakkan pemilu sebagai narasi besar dan
terhormat merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditawar.
Sebab
dalam sistem demokrasi yang terbuka, pemilu adalah bagian integral dalam
mewujudkan sebuah dinamisasi kepemimpinan yang akomodatif. Kepemimpinan yang meletakkan kepentingan
rakyak sebagai mandat.
Pemilu
2014 telah menujukkan sebuah formulasi mekanisme yang baik. Di samping semua
pihak mudah untuk memilih, pemilu kali menggambarkan bagaimana resistensi sosial
tidak terlalu mengemuka. Penyelenggara, partai politik, masyarakat, berkerja
secara optimal menjadi three in one
yang memberikan aura kekuatan positif bagi atmosfir pemilu 2014.
Meskipun
ada kasak-kusuk, tetapi hal itu hanya serpihan kecil yang sedikitpun tidak
memberikan efek apapun selain sebatas ‘bumbu pedas’ bagi hadirnya pemilu yang
lebih kondusif.
Pemilu
kali ini mencirikan satu momentum dimana semua suara dari pelbagai pihak
dengan mudah ditampung oleh KPU, Bawaslu, dan Kemendagri, sehingga melahirkan
sebuah kerja cepat dan tepat. sebuah gaya baru yang sulit kita temukan pada
momentum pemilu sebelumnya. Sehingga pemilu tidak lagi bikin nyilu.
Ia telah
berubah menjadi ruang dimana suara-suara tulus dari rakyat hidup dan kemudian
menjelma menjadi sebuah harapan. Sebab
demokrasi yang substansial adalah demokrasi yang memberikan harapan. Dan itu hanya bisa diciptakan dengan
hadirnya sebuah momentum pemilu yang berintegritas.
Dalam
konteks demikian pemilu telah ikut andil dalam mendorong proses perwujudan good governance. Imajinasi masyarakat
tentang pemilu yang kondusif hari ini benar-benar hadir dengan efektif.
Integritas pemilu yang baik hari ini tidak sebatas menjadi perbincangan dari
bibir ke bibir tetapi telah menjadi lelaku bagi diaspora kerja pemilu yang
mencerahkan.
Terbukti untuk tahun 2014 indeks golput menurun.
Penurunan ini bukan tanpa sebab, tetapi menjadi bukti sederhana bagaimana
pemilu telah menjadi gerbong lokomotif demokrasi yang menyegarkan.
Pemilu
tidak sebatas menjadi momentun tahunan yang miskin nilai, tetapi menjadi
sebuah embun bening bagi hadirnya diaspora kekuasaan masa depan. Sehingga
nilai-nilai kepemimpinan, demokrasi,
stabilitas politik, menyatu menjadi cahaya keperakan di tengah kuatnya ‘mendung’.
Dalam
konteks yang sama, pemilu 2014 menyadarkan kita tentang arti entitas politik
yang luhur. Semua partai politik bekerja dengan profesional tanpa ada
spekulasi dan gesekan akut. Pelaporan dana kampanye, sosialisasi calon, dan
pendidikan politik berjalan secara arif. Ini menandakan bahwa kredibilitas
pemilu benar-benar menunjukkan situasi yang esensial. Sehingga penyelenggara,
parpol, rakyat berperan akif dalam mendorong lahirnya pemilu yang sesuai
dengan harapan bersama.
Pada
titik ini, kita sampai pada satu kesadaran besar bahwa keterlibatan aktif
pelbagai elemen terutama peyelenggara pemilu menjadi titik tolak bagaimana
kita sebagai bagian dari konstituen terus mendorong sebuah hadirnya pemilu
yang bermartabat.
Pemilu
bukan sebatas milik KPU dan parpol, tetapi merupakan ‘jalan lain’ bagaimana
gagasan, visi-misi, dan ideologi dilembagakan menjadi sebuah entitas
rekonstruksi harapan (das sien) dan sebuah keinginan yang kuat (desire) demi kesejahteraan bersama jangka panjang.
Hal ini
akan mudah tercapai jika semua elemen punya konsensus bersama untuk
benar-benar menjadikan pemilu sebagai proses demokrasi yang benar-benar
memiliki arti. Pemilu yang benar-benar menggiring sebuah transformasi
kepemimpinan yang benar-benar mengabdi dan berjuang untuk sebuah kemaslahatan
bangsa dan negara.
Memang,
pemilu bukanlah jalan satu-satunya untuk bisa sampai pada tujuan tersebut,
tetapi pemilu adalah jalan paling lurus untuk sampai pada kesejahteraan yang
hakiki. Jalan yang paling diberkahi karena suara rakyat adalah suara Tuhan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar