Kabinet
Kerja Jokowi-JK
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
|
SINAR
HARAPAN, 07 Agustus 2014
Meskipun keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan
Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pemenang Pemilihan Presiden
(Pilpres) 2014, digugat Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ke Mahkamah Konstitusi
(MK).
Antusiasme publik dan media massa soal bagaimana “wajah kabinet”
Jokowi-JK terus menggaung. Apalagi, Jokowi mengatakan kabinetnya akan berisi
kalangan profesional yang membuat publik semakin penasaran tentang siapa yang
bakal menjabat menteri.
Tanpa bermaksud mendahului putusan MK, tentu amat wajar
mendiskusikan kriteria dan sosok menteri yang diinginkan Jokowi. Namun, ada
satu aspek yang patut diapresiasi atas pernyataan Jokowi, tidak akan ada
dikotomi antara profesional dari partai dan nonpartai.
Ada tiga syarat yang disebut Jokowi untuk anggota kabinetnya,
yaitu memiliki leadership yang kuat, manajemen andal, punya kompetensi, dan
bersih dari kasus hukum. Banyak kader partai yang juga profesional dalam
bidang tertentu, sama dengan profesional di luar partai.
Jokowi-JK memakai strategi jemput bola melalui tim head hunter
atau tim pemburu yang menginventarisasi, memverifikasi rekam jejak dan
profesionalitas sosok-sosok yang dianggap kredibel menjadi menteri.
Untuk menghindari intervensi, orang-orang dalam tim itu
dirahasiakan namanya. Penunjukan menteri tidak boleh karena “balas jasa”
sebagai tim pemenangan atau tim relawan, sebab kontradiksi dengan pernyataan
Jokowi yang akan memilih berdasarkan kompetensi.
Harapan publik agar kabinet lebih efektif di tengah
menggunungnya persoalan yang harus segera ditangani untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama, bukan tanpa makna. Kabinet efektif berarti para
menteri harus mampu melaksanakan amanah yang diberikan, berdaya guna dan
berhasil guna karena memiliki kompetensi di bidang kementerian yang dipimpinnya.
Semangat Antikorupsi
Begitu banyak tokoh bangsa, kalangan politikus, profesional, dan
tokoh daerah yang beredar namanya di media sosial sebagai calon menteri.
Malah ada kecenderungan dari tokoh tertentu yang mengirim
namanya ke organisasi atau media massa agar diusulkan namanya. Salah satu
media online pernah melansir kabar ini, sehingga timbul kesan kalau nama-nama
yang beredar itu laksana ajang cari bakat saja.
Begitulah imbas dari niat baik Jokowi-JK yang ingin transparan
dengan melibatkan partisipasi masyarakat, meski juga bisa berdampak negatif
jika salah mengartikannya. Latar belakang pengalaman, pendidikan, dan
keahlian menjadi penting untuk ditelusuri. Jokowi boleh memilih menteri dari
usulan masyarakat, tetapi tidak berarti harus mengikuti usulan itu.
Patokannya harus mampu menciptakan efektivitas dalam bekerja.
Kabinet kerja adalah sosok manusia yang lebih banyak bekerja
ketimbang ngomong. Ia harus betul-betul pekerja berdasarkan keahlian dan
ilmunya yang terpercaya. Setelah dilantik harus langsung tancap gas di
kementeriannya untuk menyelesaikan berbagai program yang menjadi visi-misi
Jokowi-JK. Bagi seorang profesional tidak perlu lagi ada penyesuaian diri,
harus langsung bereaksi untuk memenuhi capaian 100 hari kerja Jokowi-JK.
Calon menteri yang dibidik juga tidak boleh rangkap jabatan,
terutama dari kalangan partai yang kadang tetap menjabat ketua umum atau
jabatan lain di partainya. Jika kader partai menjadi menteri, harus
menanggalkan jabatannya di partai. Belajar dari kabinet pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono, terjadi duplikasi kelemahan kabinet lantaran banyak
menteri tetap mertangkap jabatan di partainya.
Hal yang juga sangat penting adalah harus memiliki “jiwa dan semangat antikorupsi” untuk
menciptakan clean and good governance.
Menteri harus bersih dari kasus hukum, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Terindikasi korupsi sedikit saja atau pernah disebut-sebut
terkait kasus korupsi tertentu, tidak boleh menjadi menteri karena akan
menyandera integritasnya, bahkan dapat menyebabkan efektivitas pemerintahan
tergerus.
Tidak Linier
Ada juga pandangan agar anggota kabinet kerja Jokowi-JK, selain
memiliki kemampuan profesionalitas yang baik, juga punya kapasitas dan
kemampuan politik yang tinggi meski tidak selalu berasal dari partai atau
ketua umum partai.
Alasannya, kader partai politik yang sekaligus profesional,
dianggap memiliki kemampuan politik yang teruji. Kemampuan berpolitik dinilai
penting karena para menteri nantinya akan berinteraksi dengan anggota
parlemen.
Kader partai yang menjadi menteri tentu punya political skill yang
berguna saat bermitra dengan DPR. Mereka dianggap mampu berkomunikasi baik
saat membahas anggaran dan berbagai persoalan dalam membahas rancangan
undang-undang. Bila tidak memiliki political
skill, akan sulit mengomunikasikan gagasannya kepada anggota parlemen.
Namun, aspek tersebut tidak berarti linier. Orang-orang
profesional di luar partai ada juga yang piawai berkomunikasi politik dengan
partai politik dan parlemen. Bagi kader partai tetap harus disaring ketat.
Meskipun profesional, masih punya kelemahan yaitu keterkaitan
pada partainya. Kadang mereka tidak mampu melepaskan diri dari kepentingan
politis partainya. Misalnya, dijadikan pencari dana bagi partai saat ada
kegiatan musyawarah nasional, bahkan saat mendekati pemilihan umum.
Tentu masih banyak lagi kriteria yang mesti dipenuhi, seperti
bukan pelanggar HAM dan menghargai keberagaman. Tidak berwatak ambisius dan
suka cari muka, sehingga perlu meneladani sabda Rasulullah Muhammad SAW,
bahwa “jangan berikan jabatan kepada
orang yang terlalu mau (ambisi berlebihan), atau yang memang tidak mau”.
Memilih kabinet kerja yang kredibel dan merakyat, setidaknya
menjadi ujian pertama sejauh mana ketegasan dan kepiawaian Jokowi-JK memenuhi
janjinya. Sosok profesional sekalipun tidak boleh jadi menteri karena balas
jasa, nepotisme, sesama golongan, dan satu daerah semata.
Tentu saja tetap menghargai nama-nama calon menteri yang
diusulkan publik, misalnya dari www.kabinetrakyat.org.
Publik tidak boleh terbuai, apalagi terprovokasi oleh beredarnya kabinet
bayangan. Hak prerogatif Jokowi selaku presiden terpilih menjadi penentu
bagaimana menggapai Indonesia Hebat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar