Menggerakkan Guru
Penggerak sebagai Human Capital Moch. Abduh :
Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) Ahli
Utama, Direktorat Guru Dikdas, Kemendikbudristek |
JAWA POS, 15 Juli 2022
PROGRAM guru
penggerak (PGP) berumur dua tahun pada Juli ini. Meski tergolong muda, PGP
dituntut untuk produktif dan sangat demanding dari perspektif antusiasme
insan pendidikan. Apalagi tiap bergulirnya tahun ajaran baru pada bulan ini.
Harapan pada peningkatan kompetensi guru yang disokong GP begitu tinggi. Peluncurannya
pada 3 Juli 2020 tidak hanya diikuti insan pendidikan. Tapi juga dihadiri
gubernur, bupati, wali kota, kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota,
organisasi/asosiasi profesi guru, kepala sekolah, guru, dan pengawas sekolah.
Kemendikbudristek (saat itu Kemendikbud) meluncurkan Merdeka Belajar Episode
5: Guru Penggerak (GP) secara virtual langsung oleh menteri pendidikan dan
kebudayaan. Mendikbud
menyampaikan, GP merupakan pendorong transformasi pendidikan di Indonesia. GP
diharapkan bisa mendukung tumbuh kembang murid secara holistis sehingga
menjadi pelajar Pancasila. Juga menjadi pelatih atau mentor bagi guru lainnya
untuk pembelajaran yang berpusat pada murid serta menjadi teladan dan agen
transformasi bagi ekosistem pendidikan. Arah program
GP berfokus pada pedagogi serta berpusat pada murid dan pengembangan
holistis, pelatihan yang menekankan pada kepemimpinan instruksional melalui
on-the-job coaching, pendekatan formatif dan berbasis pengembangan, serta
kolaboratif dengan pendekatan sekolah menyeluruh. GP harus berperan lebih
dari peran guru yang dijalani saat ini. Pada tataran
implementasi, GP diharapkan menjadi katalisator perubahan pendidikan di
daerahnya dengan beberapa cara. Pertama, menggerakkan komunitas belajar untuk
rekan guru di sekolah dan wilayahnya. Kedua, menjadi pengajar praktik bagi
guru lain terkait pengembangan pembelajaran. Ketiga, mendorong peningkatan
kepemimpinan murid di sekolah. Keempat, membuka ruang diskusi positif dan
ruang kolaborasi antarguru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kelima, menjadi pemimpin
pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan. Tentu saja,
menjadi katalisator perubahan pendidikan bukan hal yang mudah dan sederhana.
Apalagi jika menggunakan peran yang dilakoni guru selama ini sebagai
baseline. Untuk menjalani prosesnya dengan optimal, bagus apabila GP
menjalaninya melalui pendekatan theory of changes (ToC). Theory of Changes (ToC) Secara umum
ToC dimaknai sebagai metodologi untuk perencanaan, partisipasi, manajemen
adaptif, dan evaluasi yang digunakan di perusahaan, filantropi, nirlaba,
pengembangan internasional, penelitian, dan sektor pemerintah untuk menyosialisasikan
perubahan. ToC adalah eksplorasi sistematis dan komprehensif tentang
bagaimana sebuah perubahan yang diinginkan terjadi pada suatu kondisi
tertentu. Untuk menjadi
katalisator perubahan pendidikan di daerahnya, sebagian GP tidak mengalami
kesulitan, sebagian lagi mengalaminya. Alternatif aksi yang relatif mudah
dilakukan adalah melalui reposisi peran dan perubahan paradigma/mindset
mereka sebagai GP. Dengan pendekatan ToC, reposisi dan perubahan mindset dari
human resources menjadi human capital akan menjadi sebuah keniscayaan dan
keharusan. Human
resources dimaknai sebagai bentuk pengelolaan SDM untuk mendukung target yang
ingin dicapai organisasi. Sementara itu, human capital ditafsirkan sebagai
bentuk pengelolaan manusia sebagai modal berharga yang dimiliki dan perlu
ditingkatkan nilainya agar menguntungkan organisasi. Perbedaan
mendasarnya terletak pada cara pandang organisasi terhadap staf yang
dimilikinya. Paradigma human resources memperlakukan staf sebagai sumber
daya. Sedangkan human capital memanfaatkan mereka sebagai aset/modal. Secara umum
fungsi human resources adalah untuk mengelola, melatih, mengevaluasi, dan
memberikan kompensasi kepada staf yang dimiliki. Human resources wajib
menyusun strategi untuk membuat staf yang dimiliki perusahaan dapat
mendatangkan keuntungan besar bagi perusahaan selama masa kerja yang
dimilikinya. Maka, mudah disimpulkan bahwa human resources akan berfokus pada
hal-hal teknis terkait pekerjaan staf dan target perusahaan. Sebaliknya,
human capital memiliki fungsi untuk merancang strategi yang bertujuan
membangun engagement, meningkatkan loyalitas staf, dan menurunkan tingkat
turnover. Human capital menjalankan fungsi demikian karena akan terjadi
kerugian yang relatif besar jika aset dan investasi yang telah ditanam
organisasi tidak bisa berkembang. Staf dinilai dari pertumbuhannya,
kontribusi yang diberikan, serta peningkatan keahlian yang secara langsung
dapat membuat perubahan dan mendorong perkembangan perusahaan. Mudah dipahami
bahwa human capital akan berfokus pada pengembangan staf yang dimiliki,
semata-mata demi kebaikan perusahaan. Pada konteks
GP, apakah perbedaan paradigma human resources dan human capital menimbulkan
kesenjangan yang besar antara keduanya? Sudah tentu jawabannya ya. GP sebagai Human Resources Ketika GP
memosisikan dirinya sebagai sumber daya, seiring berjalannya waktu, pada
suatu saat nanti keberadaannya akan habis, tereduksi, berkurang nilainya, dan
menurun produktivitasnya. Untuk memperoleh capaian kinerja maksimal, tentu saja
pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing akan memaksimalkan potensi
GP yang dimilikinya. Dengan
perspektif human resources, maka: 1) GP
merupakan sumber daya milik pemerintah daerah, 2) GP
berfungsi sebagai pendukung kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai target
yang dicanangkan, 3) secara
kuantitas dan kualitas, GP akan berkurang nilainya seiring berjalannya waktu, 4) pemerintah
daerah akan terus mengoptimalkan kinerja GP yang dimiliki, 5) anggaran
dan pembiayaan pembinaan/pengelolaan GP dikategorikan akun biaya, dan 6) GP akan
selalu diukur capaian kinerjanya. GP sebagai Human Capital Sebaliknya,
manakala GP memosisikan dirinya sebagai aset, GP merupakan investasi
pemerintah daerah, dimulai sejak pelantikannya sebagai guru. Selanjutnya
proses penempatan, pelatihan, pengembangan karier/kompetensi, termasuk
pembayaran gaji/tunjangan kinerja adalah bentuk investasi bagi GP (dan
pemerintah daerah) sehingga seiring berjalannya waktu, value GP akan terus
meningkat. Idealnya, peningkatan value GP juga akan membawa keuntungan
progresif bagi pemerintah daerah. Dengan
perspektif human capital maka: 1) GP
merupakan aset yang dimiliki pemerintah daerah, 2) GP
berfungsi sebagai kunci penting kinerja pemerintah daerah, 3) GP akan
semakin meningkat nilainya jika diberi treatment yang tepat/sesuai, 4) pemerintah
daerah secara berkala perlu menambah value GP yang dimiliki, 5) anggaran
dan pembiayaan untuk pembinaan/pengelolaan GP dikategorikan akun investasi,
dan 6) kinerja GP
dinilai dari pengembangan value yang dimilikinya. Pada konteks itu, GP sebagai
human capital harus memiliki setidaknya lima unsur: kemampuan individual,
motivasi individual, kepemimpinan, iklim organisasi, dan efektivitas tim
kerja. Masing-masing unsur memiliki peran berbeda dalam peningkatan value GP.
Sebagai human capital, GP akan memiliki survival power yang kuat dan
bargaining position yang tinggi di pemerintah daerah (juga
Kemendikbudristek), yang akan membuat GP semakin survive, bersinar, dan
dibutuhkan di ekosistem pendidikan. ● Sumber
: https://www.jawapos.com/opini/15/07/2022/menggerakkan-guru-penggerak-sebagai-human-capital/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar