Kamis, 10 Juni 2021

 

Cetak Biru Manusia

Ahmad Arif  ;  Wartawan Kompas

KOMPAS, 09 Juni 2021

 

 

                                                           

Sebuah konsorsium peneliti internasional mengumumkan telah berhasil mengurutkan seluruh genom manusia. Dengan ini, lengkaplah cetak biru manusia yang berisi manual instruksi genetik tentang semua informasi yang dibutuhkan organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Cetak biru ini diklaim telah meliputi semua segmen, termasuk data genetik yang belum diungkap dari urutan genom manusia versi tahun 2001.

 

Genom manusia yang lengkap memiliki panjang 3,05 miliar pasangan basa. Ini berarti peneliti harus memeriksa 3,05 miliar kode huruf untuk diidentifikasi, ditempatkan di wilayah yang tepat sambil menghilangkan bagian yang tumpang tindih, lalu dijahit menjadi satu untaian ”benang” yang sangat panjang.

 

Ketika urutan genom manusia pertama kali diumumkan dua dekade lalu oleh Human Genome Project dan perusahaan biotek Celera Genomics, datanya ternyata tidak benar-benar lengkap.

 

Sekitar 15 persen segmen masih misteri: keterbatasan teknologi membuat para peneliti tidak bisa mengetahui bagian-bagian tertentu dari DNA itu. Para ilmuwan memecahkan beberapa teka-teki dari waktu ke waktu, tetapi genom manusia terbaru, yang telah digunakan ahli genetika sebagai referensi sejak 2013, masih kekurangan 8 persen dari urutan penuh.

 

Kini, para peneliti di Konsorsium Telomere-to-Telomere (T2T), kolaborasi internasional yang terdiri dari sekitar 30 institusi, mengisi celah itu. Dalam artikel pracetak di bioRxiv pada 27 Mei berjudul ”The complete sequence of a human genome”, peneliti genomik Karen Miga dari University of California, Santa Cruz, dan rekan-rekannya melaporkan mereka telah mengurutkan sisanya.

 

Urutan ini termasuk temuan sekitar 115 gen baru. Secara total, genom yang baru diurutkan, dijuluki T2T-CHM13, menambahkan hampir 200 juta pasangan basa ke versi 2013 urutan genom manusia. Sekalipun demikian, tim T2T mengakui masih kesulitan menyelesaikan beberapa urutan di kromosom, dan diperkirakan ada sekitar 0,3 persen data genom yang mungkin mengandung kesalahan.

 

Seperti ditulis Karen Miga, yang memimpin Konsorsium T2T ini, ”Perakitan genom manusia yang lengkap ini menandai era baru genomik di mana tidak ada wilayah genom (manusia) yang berada di luar jangkauan.”

 

Ahli genomik dari Johns Hopkins University School of Medicine, Francis S. Collins, dalam tulisannya di Journal of the American Medical Association (2001) menulis, ”Proyek Genom Manusia akan memiliki implikasi mendalam untuk pengobatan, memungkinkan kita untuk memprediksi risiko penyakit seseorang dan memberi mereka obat-obatan, yang menargetkan dan menghentikan penyakit sejak dari akarnya.”

 

Urutan genom manusia memberikan wawasan penting tentang cara kerja biologis di balik kondisi medis yang tak terhitung jumlahnya. Dengan pengetahuan ini, personalized medicine menjadi paradigma baru untuk mengelola penyakit pasien berdasarkan karakteristik spesifik individu pasien, termasuk usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, diet, genetika, dan lingkungan.

 

Pengobatan berbasis genomik dan bersifat personal ini bisa membantu mengatasi penyakit yang lebih kompleks, seperti kanker, penyakit jantung, dan diabetes. Selama bertahun-tahun, penyakit ini diyakini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan interaksinya dengan genom manusia. Sejumlah institusi medis tingkat atas kini memiliki program pengobatan yang dipersonalisasi, dan banyak yang melakukan penelitian dasar dan studi klinis dalam pengobatan genomik.

 

Kelainan genetik

 

Selain penelitian medis yang sedang berlangsung dan terapi yang lebih presisi, inisiatif baru yang disebut Cancer Genome Atlas juga telah dimulai. Tujuannya  untuk mengidentifikasi semua kelainan genetik yang dapat ditemukan pada 50 jenis kanker.

 

Di masa depan, dokter mungkin dapat mengungkapkan penyakit genetik mana yang mungkin Anda kembangkan di kemudian hari dengan setetes darah dan darinya bisa menyesuaikan obat mana yang tepat.

 

Namun, di balik peluang untuk kemajuan pengobatan dan kesehatan, data genom utuh ini juga mengandung tanggung jawab besar. Apalagi, teknologi untuk pengeditan genom melalui clustered regularly interspaced short palindromic repeats (CRISPR) juga semakin canggih.

 

Data genom ataupun teknologi pengeditan genom berpotensi guna ganda (dual use research of concern) karena bisa memicu bencana kemanusiaan jika disalahgunakan, sebagaimana dilakukan ilmuwan biofisika China, He Jiankui, dan timnya dengan ”menciptakan” dua bayi yang direkayasa DNA-nya pada tahun 2018.

 

He berargumen, pengeditan genom itu dimaksudkan untuk mengubah agar gen bayi kebal pada infeksi HIV menonaktifkan gen CCR5, yang mengode protein dan memungkinkan HIV masuk sel. Namun, penonaktifan gen memicu mutasi bagian lain genom dengan dampak kesehatan tak terduga karena gen CCR5 melawan infeksi lain.

 

Untuk membentengi penyalahgunaan ini, pada Desember 2015 para ilmuwan menggelar Pertemuan Internasional Pertama ”Pengeditan Gen” di Washington DC, Amerika Serikat, dan merekomendasikan ilmuwan tak mengedit genom manusia diwariskan (embrio) kecuali tercapai aspek keselamatan dan konsensus sosial. Pertemuan kedua pada 2018 menyimpulkan, pengeditan embrio manusia belum direkomendasikan, tetapi mendukung pengembangannya, dan tantangannya tinggal soal etika.

 

Di luar aspek keamanan bayi dan etika ini, pengadilan di China menemukan He memakai dokumen etik palsu selama perekrutan responden dan menukar sampel darah. Pada akhirnya,  pengadilan He divonis tiga tahun penjara dan denda 3 juta yuan atau sekitar Rp 6 miliar. Namun, entah sampai kapan benteng etik bisa menahan godaan membuka pandora rekayasa penciptaan manusia. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar