20
Tahun Reformasi
Sugeng Bahagijo ; Direktur INFID
|
KOMPAS,
23 Maret
2018
Tahun 2018 Indonesia memasuki usia 20 tahun sejak
reformasi 1998. Tanpa banyak disadari, 20 tahun masa reformasi, Indonesia
sedang merambah perubahan-perubahan sosial yang disebut sebagai “large scale
social change”. Sebuah perubahan sosial berskala besar.
Perubahan skala luas penting dicatat untuk bahan berpikir:
(a) sejauh mana capaian 20 tahun reformasi; (b) untuk merawat dan memperbaiki
kualitas demokrasi Indonesia dari berbagai godaan dan pengaruh masa lalu,
yang masih kuat. Hal ini agar Indonesia tidak ditawan oleh hantu masa Lalu.
Perubahan luas ini berbeda dengan perubahan operasional
dan level kelembagaan. Perubahan skala luas ditandai bukan saja perubahan
kuantitatif (sarana dan institusi), juga kualitatif (nilai-nilai,
asumsi-asumsi). Disebut perubahan-sosial skala raksasa karena kebijakan atau
langkah itu melampaui atau menembus batas terakhir yang ada. Juga karena
dampaknya (positif) sangat signifikan pada tatanan sosial dan nilai-nilai
sosial (menjadi lebih baik).
Lima perubahan luas
Setidaknya ada lima contoh perubahan skala luas yang layak
disebut. Baru-baru ini, Menakertrans Hanif Dhakiri mengumumkan bahwa
pemerintah akan meluncurkan dua skema kebijakan untuk mendukung angkatan
kerja dan pasar kerja Indonesia. Program itu adalah tunjangan pengangguran
(unemployment benefits) dan skill development fund (SDF)—dana khusus untuk
memperluas kesempatan pelatihan dan pemagangan bagi semua warga dan angkatan
kerja.
Ini merupakan terobosan untuk bisa setara dengan negara
maju dan negara tetangga sebaya, dan lebih menjanjikan ketimbang sistem
jaminan sosial yang ada sekarang. Juga karena negara-negara tetangga lain
sudah memilikinya: Thailand dan Vietnam untuk tunjangan pengangguran;
Malaysia dan Singapura untuk SDF.
Perubahan skala luas juga dilansir Menteri Keuangan. Dalam
pidatonya di Washngton DC, Oktober 2017, Menkeu Sri Mulyani menyatakan Indonesia
akan mempelajari sistem jaminan sosial baru, yaitu universal basic income
atau tunjangan pendapatan warga. Ini untuk mengimbangi trend lenyapnya tenaga
kerja manusia akibat perkembangan teknologi-otomatisasi, robot, dan
kecerdasan buatan.
Sebelumnya, pemerintahan Jokowi-JK memulai perubahan skala
luas dengan melansir kebijakan dana desa atas dasar UU Desa. Dengan 30 persen
angkatan kerja berada di desa, maka dana desa menjadi super penting.
Kebijakan ini contoh perubahan skala luas. Tanda-tanda perubahan luasnya
dapat ditilik dari: (a) membalik arah alokasi belanja dari perkotaan ke
pedesaan; (b) menempatkan warga desa pinggiran sebagai subjek dan aktor
pembangunan.
Perubahan skala luas lain adalah mengakhiri sistem politik
terpusat dengan otonomi daerah dan desentralisasi kuasa ke kabupaten/kota.
Dengan sistem ini terbukalah peluang bagi putra-putri terbaik dari luar
Jakarta untuk jadi pemimpin di level provinsi dan nasional. Warga tidak akan
mengetahui kualitas kepemimpinan Jokowi, Risma, Suyoto, Ridwan Kamil dan
lainnya jika Indonesia tak punya sistem otonomi daerah.
Yang terakhir tetapi tidak kalah penting adalah
pelembagaan dan kodifikasi hak asasi manusia dalam sistem hukum Indonesia.
Dengan demikian kedudukan dan nasib warga jadi prioritas utama. HAM akhirnya
juga menjiwai UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2004 dan UU Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2011, yang berjanji akan menjangkau dan
melindungi “semua warga”. Sistem ini sangat jauh berbeda dengan sistem
terdahulu, yang hanya melayani melindungi pekerja dan aparatur negara.
Sejarah
Perubahan skala luas bukanlah baru. Jika hari ini kita
memiliki jaminan sosial (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan), meski
belum 100 persen warga tercakup, kita berutang ide besar ini kepada Thomas
Paine.
Karena dia (Agrarian Justice) sudah mengusulkan jaminan
sosial untuk warga. Paine menolak ide penghapusan hak milik pribadi dan UU
Kemiskinan di Inggris yang menimbulkan stigma bagi penerimanya. Gagasan Paine
juga menjadi cara memastikan setiap warga memiliki aset di tengah sistem
tanah yang sudah menjadi milik pribadi
Dalam sejarah, kita juga mengenal perubahan skala luas
lain yang menjadi landasan bagi HAM modern: (i) penghapusan sistem
perbudakan, dimulai di Inggris lalu merambat ke Amerika Serikat dan dunia;
(ii) hak memilih untuk semua warga, tidak hanya untuk yang kaya dan
laki-laki.
Dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan skala
luas ini yang akhirnya berembus juga ke seluruh penjuru dunia, termasuk
Indonesia (Hindia Belanda) dan ikut memberikan andil dalam gerakan
kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Intinya, nilai-nilai kemanusiaan tidak boleh diabaikan
atau dihilangkan atas nama apapun dan oleh siapapun. Seperti tertuang di sila
kedua Pancasila, Kemanusian yang adil dan beradab: artinya, kemanusia menjadi
keutamaan dalam pemerintahan dan dalam relasi di masyarakat, lepas dari latar
belakang, etnis, agama dan suku, termasuk di tanah jajahan Belanda.
Perkembangan dunia
Indonesia tak sendiri. Berbagai negara juga berlomba menemukan
dan melaksanakan perubahan skala luas. Karena setiap zaman melahirkan
perkembangan sendiri. Perubahan iklim terbukti membuat frekuensi dan dampak
bencana alam semakin besar di seluruh dunia. Energi kotor (batubara, minyak)
menjadi biang penyebabnya. Maka, perlu ditemukan energi bersih dan lestari.
Itulah sebabnya, baru-baru ini, Pemerintah Norwegia
mengumumkan akan menggelar penelitian dan uji coba energi listrik.
Ditargetkan pesawat komersial bersumber listrik jadi dominan dalam 5-10 tahun
ke depan. Ini artinya, maju satu langkah sesudah mobil listrik yang
dikomersialkan oleh Tesla Motor.
Perkembangan teknologi seperti internet, otomatisasi,
robot, memperluas kesenjangan antara pekerja ber-skill tinggi dengan skill
rendah, antara pekerja dan yang menganggur. Akibatnya, ketimpangan pendapatan
dan kekayaan meningkat. Maka, perlu ditemukan cara memperkecil ketimpangan
ekonomi (pendapatan dan kekayaan).
Barangkali itulah sebabnya para pionir sekaligus superkaya
seperti Zukerberg (Facebook) dan Elon Musk (Tesla) menyuarakan dukungannya
pada sistem jaminan sosial baru: universal basic income, maju satu langkah
ketimbang sistem tunai bersyarat-PKH (conditional cash transfer). Sebuah
langkah untuk mengimbangi laju pesat teknologi yang berpotensi menghilangkan
tenaga kerja manusia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar