ASEAN
dan Tatanan Maritim
dalam
Dinamika Geopolitik Indo-Pasifik
Ni Made Vira Saraswati ; Staf Lemhannas RI
|
MEDIA
INDONESIA, 22 Maret 2018
KONSEP Indo-Pasifik yang
dinyatakan Presiden Joko Widodo dalam KTT ASEAN-India pada Januari silam dan
konsepsi Indo-Pasifik yang ditawarkan Jepang, seperti yang dipaparkan
Profesor Mie Oba dari Tokyo University Jepang ketika mengunjungi Lemhannas RI
pada Rabu (21/3), menunjukkan bahwa ASEAN dan tatanan maritim menjadi kunci
penentu interaksi regional dan major powers di kawasan Indo-Pasifik, kawasan
pertemuan Samudra Pasifik dan Samudra India.
Istilah
Indo-Pasifik
Gurpreet S Khurana, Direktur Eksekutif
National Maritime Foundation New Delhi India, pertama kali memperkenalkan
istilah Indo-Pasifik dalam konteks geopolitik dan strategis India pada 2007
dalam Strategic Analysis Journal (Routledge/IDSA) yang berjudul 'Security of
Sea Lines: Prospects for India-Japan Cooperation'.
Dalam penjelasannya,
kawasan itu meliputi kawasan maritim yang terbentang dari pantai Afrika Timur
dan Asia Barat, melintasi Samudra India dan bagian barat Samudra Pasifik,
hingga pantai Asia Timur.
Seperti dikutip dari The
Diplomat (2018), Khurana menjelaskan dalam kerangka geopolitik, hubungan yang
tidak terpisahkan antara geoekonomi dan samudra membuat negara-negara yang
berada di pinggiran benua sepertinya akan memimpin dalam kebangkitan Asia. Mendesak
bagi negara-negara maritim di Asia, yaitu Indo-Pasifik, untuk dianggap
sebagai sebuah konstruksi geopolitik yang tunggal dan terintegrasi karena
wilayah ini memiliki peluang ekonomi yang sangat besar sekaligus tantangan
keamanan yang menghantui, tidak hanya untuk Asia, tapi juga bagi wilayah
lain.
Khurana juga menegaskan
faktor lain yang mendukung istilah ini ialah semakin pentingnya peran India
di kawasan, sementara istilah Asia Pasifik belum cukup menggambarkan realitas
geoekonomi dan peran India di dalamnya.
Versi
berbagai negara
Jepang, India, Australia,
dan RI merupakan 4 negara yang telah menyebutkan konsep Indo-Pasifik dalam
pernyataan kenegaraan secara resmi. Perdana Menteri Shinzo Abe pada 2007 di
hadapan parlemen India menyebutnya sebagai pertemuan dua lautan, Samudra
Pasifik dan Samudra India, untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran
kawasan.
Istilah itu kemudian
populer di India sebagai bentuk kepemimpinan India di kawasan dan disebutkan
pula tahun lalu dalam pernyataan bersama antara Perdana Menteri India
Narendra Modi dan Presiden AS Donald Trump dalam peringatan 70 tahun hubungan
India dan AS.
Dokumen resmi pertama yang
menyebutkan konsep ini ialah Australia yang mencantumkannya dalam Buku Putih
Pertahanan Australia 2013, dilanjutkan penyebutannya kembali dalam Buku Putih
Kebijakan Politik Luar Negeri Australia 2017 Bab 3 dengan tajuk 'Indo-Pasifik
yang Stabil dan Makmur'. Penyebutan Indo-Pasifik ini merupakan redefinisi
Australia menyangkut kepentingan ekonomi dan keamanan di kawasan.
Konsep quadrennial
strategic linkage, hubungan strategis antara global dan regional powers di
Indo-Pasifik, yaitu AS, India, Jepang, dan Australia, menjadi salah satu
pilar konsepsi Indo-Pasifik yang ditawarkan Jepang. Sementara itu, Australia
menyebutnya democratic powers dengan menambahkan Korea Selatan sebagai mitra.
Berbeda dengan
negara-negara sebelumnya, Indonesia memiliki tafsiran dan karakteristik
sendiri dalam konsep Indo-Pasifik yang diperkenalkan Presiden Jokowi dalam
KTT ASEAN-India. Konsep Indo-Pasifik versi Indonesia mengajak semua key
players, termasuk Tiongkok dan Rusia dengan negara-negara ASEAN sebagai
sentral dan mengedepankan habit of dialogue tanpa ada satu pun negara yang
merasa tertinggal. Menurut Menlu Retno Marsudi, IORA, ASEAN-India, dan
kerangka EAS yang mengedepankan confidence building measures merupakan
merefleksikan konsep Indo-Pasifik.
Tatanan
maritim dan ASEAN menjadi Kunci
Konsep Indo-Pasifik, jika
dicermati dan ditelaah, merujuk pada dua hal, yaitu perebutan pengaruh di
ASEAN dan tatanan maritim. Seiring dengan agresivitas Tiongkok dengan Belt
and Road Initiative-nya, major dan regional powers berupaya untuk membendung
pengaruh Tiongkok yang mulai meluas dari kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan,
hingga benua Afrika. Dengan jelasnya,
Tiongkok tidak disebutkan Jepang di quadrennial strategic linkage-nya ataupun
dalam democratic powers yang disebutkan Australia dalam buku putihnya.
Kestabilan keamanan,
kemakmuran ekonomi, konektivitas infrastruktur, dan pembangunan menjadi tagar
utama baik dalam konsep BRI milik Tiongkok maupun konsepsi Indo-Pasifik versi
negara-negara quadrennial. Dalam kedua konsep arsitektur kawasan tersebut
(dalam BRI dan Indo-Pasifik), ASEAN mempunyai posisi sentral sekaligus
menjadi ruang perebutan pengaruh.
Asia Tenggara, yang
menghubungkan kawasan Pasifik dan kawasan Samudra India, selain mempunyai
ruang maritim yang strategis dengan adanya jalur Laut China Selatan dan Selat
Malaka, juga mempunyai komposisi negara yang beragam kondisi politik dan
ekonominya. Perdamaian dan stabilitas intrakawasan ASEAN menjadi penting bagi
kestabilan Indo-Pasifik.
Selain itu, seperti
disebutkan sebelumnya, ruang maritim negara-negara ASEAN berperan bagi
kelangsungan ekonomi negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, AS, dan banyak
negara lain karena jalur sutra maritim yang melekat di Asia Tenggara. Karena
itu, tatanan maritim Asia Tenggara sebisa mungkin harus terhindar dari
dominasi pemain tinggal.
Strategi
Indonesia
Konsep Indo-Pasifik yang
ditawarkan Indonesia sesuai untuk ekosistem kawasan Asia Tenggara, yaitu
tidak ada negara yang mendominasi tanpa ada satu pun negara yang tertinggal.
Inilah karakteristik politik luar negeri Indonesia, atau meminjam istilah
mantan Menlu Marty Natalegawa 'dynamic equilibrium’, melibatkan semua major
dan regional powers dalam membangun arsitektur kawasan yang inklusif.
Indonesia dengan luas
wilayah maritim yang cukup besar mempunyai kesempatan sekaligus tantangan
dalam pembangunan arsitektur kawasan Indo-Pasifik. Dalam sektor politik luar
negeri, ekonomi, dan pertahanan-keamanan, ruang maritim Indonesia dapat
menjadi keunggulan kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
lainnya.
Indonesia dapat berperan
aktif dari tingkatan bilateral hingga kawasan untuk terus mempromosikan
kestabilan dan kemakmuran kawasan. Konsep politik luar negeri Indo-Pasifik
sejalan dengan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Pembangunan infrastruktur kelautan nasional yang mengedepankan konektivitas
dan jaminan keamanan, sejalan dengan pembangunan ekonomi dan penguatan
pertahanan-keamanan.
Indonesia harus mampu
mengelola tatanan maritim nasionalnya, atau dalam bahasa manajemennya,
tatanan maritim nasional harus mampu mencapai strategic competitiveness di
tengah kompetisi major dan regional powers di kawasan. Terintegrasinya
kebijakan politik luar negeri, ekonomi, dan pertahanan-keamanan yang
berorientasi maritim merupakan tulang punggung dalam pencapaian hal ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar