Problematika Penanganan Bencana Asap
Chandra ID Simarmata ; Aktivis Forum Pendidikan Politik dan Hukum
Sumatera Utara
|
JAWA
POS, 16 September 2015
BENCANA kabut asap yang melanda sebagian besar
wilayah di Pulau Sumatera dan Kalimantan memang sudah menjadi tamu rutin
negeri ini setiap tahun. Ulah manusia baik perseorangan maupun didalangi
korporasi yang dengan sengaja (ilegal) melakukan pembakaran lahan saat musim
kemarau patut diduga menjadi penyebab utama bencana ini terus berulang.
Ya, kita manusia tentu tidak pernah berpikir
bahwa akibat ulah dan sentuhan tangan jahat kita, secara perlahan namun
pasti, bumi ini terus mengalami kehancuran. Dengan cara yang instan, area
lahan dan hutan terus-menerus dirusak dan dijadikan ’’mesin uang’’ oleh
merekamereka yang tamak tanpa pernah mau peduli dampak buruknya terhadap
kesehatan manusia. Hasilnya, selama lebih kurang 18 tahun belakangan ini,
kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap telah membawa dampak yang
sangat buruk bagi ekosistem serta jutaan manusia. Puluhan juta warga di Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Selatan dipaksa hidup dengan menghirup udara yang memiliki level pencemaran
sangat tidak sehat (Jawa Pos, 15/9).
Namun ironisnya, pembahasan masalah klasik ini
selalu tak pernah jelas arah penyelesaiannya. Kebakaran hutan nyatanya terus
saja menjadi tamu rutin setiap tahun tanpa ada proses penegakan hukum yang
jelas untuk memberikan efek jera. Mungkin, sebenarnya dapat kita katakan
bukannya belum jelas arah penyelesaiannya. Namun, memang belum ada keseriusan
total dan kemauan politik (political
will) yang nyata dari pemerintahanpemerintahan sebelumnya untuk menghukum
dalang perusakan hutan (the man behind the gun) maupun orang-orang yang
diuntungkan dari terbakarnya lahanlahan tersebut.
Strategi dan Solusi
Indonesia saat ini, selain memerlukan presiden
yang merakyat dan berintegritas, membutuhkan sosok presiden yang melek hutan.
Persoalan kehutanan tentu tak kalah penting jika dibandingkan dengan masalah
politik dan ekonomi. Karena itu, Jokowi perlu benarbenar memiliki konsep
serta ideide brilian dalam upaya pelestarian hutan. Terlebih lagi cara
menindak tegas para pelaku perusakan hutan. Hal ini penting karena persoalan
kehutanan akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem alam dan
keberlangsungan hidup generasi selanjutnya.
Berdasar pemetaan dan analisis sederhana,
sebenarnya ada tiga masalah utama yang perlu disikapi pemerintah dan
pihak-pihak yang peduli ( concern) terhadap masalah ini. Pertama adalah
masalah sistem yang menjadi pokok persoalan. Kedua, masalah pola pikir (
mindset) masyarakat kita. Dan, ketiga adalah masalah penegakan hukum.
Masalah sistem memang merupakan persoalan yang
paling fundamental. Ada kredo yang mengatakan bahwa sebuah sistem yang buruk
tak akan memberikan manfaat dan hanya akan menghasilkan halhal yang buruk
pula.
Perlu dipahami, belum baiknya sistem dan tata
kelola kehutanan saat ini adalah akibat dari kurangnya perhatian pemerintah
selama ini. Hal ini senada dengan pernyataan Wimar Witoelar, pendiri Yayasan
Prespektif Baru, yang mengatakan bahwa kerusakan alam karena salah kelola dan
hal ini merupakan imbas dari kebijakan politik yang tidak pro lingkungan (
www.perspektif.net). Oleh karena itu, sistem dan tata kelola hutan harus
lebih dahulu diperbaiki Presiden Jokowi dan setiap permasalahannya harus
disertai solusi konkret, baik untuk jangka pendek maupun panjang.
Kemudian, yang kedua adalah masalah pola pikir
masyarakat. Hal itu memang menjadi kelemahan dari bangsa ini. Kita miris
melihat be berapa warga masyarakat yang rela/mau dijadikan ’’pion’’ oleh
orang-orang tertentu untuk melakukan perusakan hutan dan pembakaran lahan
secara ilegal. Di sinilah peran pemerintah bersama masyarakat peduli
lingkungan dalam hal mengedukasi masyarakat awam agar mau benar-benar menjaga
kelestarian alam yang ada di sekitarnya.
Lalu, permasalahan pokok yang terakhir adalah
kurangnya ketegasan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menindak para mafia
hutan. Terkait dengan penegakan hukum juga terkesan pandang bulu dan hanya
mampu menindak aktor lapangan yang kebanyakan adalah orang suruhan. Karena
itu, Presiden Jokowi bersama jajarannya diharapkan dapat segera melakukan
’’Revolusi Mental’’ di bidang kehutanan.
Presiden harus benar-benar melek hutan agar
dapat menindak tegas para penjahat hutan. Presiden tidak perlu segan
menginstruksikan pembekuan sementara atau mencabut izin dan menarik hak guna
usaha bagi perusahaan-perusahaan yang lahannya terbakar atau terbukti
mendalangi pembakaran hutan. Selain itu, aktor intelektual, aktor lapangan,
birokrat, maupun pengusaha yang kedapatan melakukan perusakan hutan dan KKN
harus dihukum seberat-beratnya. Itu penting agar memberikan pelajaran atau
efek jera bagi para penjahat hutan, dan ke depan perusahaan juga berusaha
lebih maksimal menjaga agar lahannya tidak terbakar di musim kemarau.
Sejatinya, bangsa ini harus lebih agresif
menanggapi masalah terkait kebakaran hutan, kekeringan, serta perubahan
iklim. Langkah mitigasi yang lebih konkret disertai solusi jangka panjang
yang holistis tentu sangat penting agar bencana kabut asap ini tidak
terulang. Hal itu penting karena dengan menyelesaikan masalah di bidang
kehutanan, secara tak langsung seorang pemimpin sudah menyelamatkan hal yang
utama, yaitu alam dan kelangsungan hidup umat manusia.
Pada akhirnya, masih ada banyak hal yang perlu
diselesaikan terkait persoalan kehutanan dan lingkungan hidup. Kuncinya
lagi-lagi adalah political will dari pemimpin tertinggi negeri ini. Sebab,
tanpa adanya niat dan keseriusan dari pemimpin, segala sesuatunya bak jauh
panggang dari api. Dan, negeri ini akan terus dilanda bencana kabut asap
setiap tahun. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar