Berharap Turnbull Lebih Baik
Dian Islamiati Fatwa ; Jurnalis; Tinggal di Melbourne, Australia
|
JAWA
POS, 16 September 2015
PERGANTIAN PM Australia kemarin merupakan
periode yang cukup brutal dalam sejarah politik Australia. Kurang dari enam
jam sejak mengundurkan diri sebagai menteri dalam kabinet Tony Abbott,
Malcolm Turnbull menantang mantan ’’bosnya’’ itu dalam perebutan kursi
pemimpin Partai Liberal.
Ya, Turnbull akhirnya bertarung dengan Abbott
dan keluar sebagai pemenang. Dia menjadi pemimpin baru Partai Liberal.
Turnbull unggul 10 suara atas Tony Abbott. Dia
meraih 54 suara, sedangkan Abbott hanya mendapatkan 44 suara. Dengan
demikian, otomatis Malcolm Turnbull menjadi perdana menteri ke-29 Australia.
Kudeta Politik
Boleh dibilang ’’kudeta politik’’ dalam Partai
Liberal ini berlangsung cepat dan efisien. Turnbull menghitung dengan cermat
berapa banyak suara yang akan mendukung dirinya sebelum menantang Abbott. Dia
menggunakan argumen bahwa pergantian pimpinan di Partai Liberal mendesak
dilakukan sebelum kehilangan kepercayaan rakyat.
Barangkali sulit bagi masyarakat di luar
Australia memahami ’’ kudeta’’ yang sering terjadi di dalam gedung parlemen
di Canberra, Australia. Sebagai salah satu negara demokrasi terkuat di dunia,
Australia pun ternyata tak imun dari ’’kudeta politik’’ yang cukup brutal,
meski tanpa memakan korban jiwa. Turnbull menjadi perdana menteri kelima
dalam lima tahun terakhir karena seringnya pergantian pemimpin partai.
Sebelumnya, Turnbull juga ’’dikudeta’’ oleh Abbott
saat dirinya menjadi pemimpin oposisi Partai Liberal pada 2009. Hal yang sama
menimpa Kevin Rudd yang dilengserkan Julia Gillard sebagai PM. Rudd sendiri
pernah dua kali berusaha ’’mengudeta’’ PM Julia Gillard saat dirinya menjadi
menteri luar negeri, namun tidak berhasil sehingga Rudd akhirnya memutuskan
pensiun dari dunia politik.
Komunikasi kepada
Publik
Tony Abbott sejatinya dianggap sebagai perdana
menteri yang cukup efektif dan efisien dalam menjalankan kebijakan
dibandingkan perdana menteri sebelumnya. Kebijakan yang dinilai berhasil,
antara lain, menghentikan arus pencari suaka yang membanjiri Australia dengan
menggunakan perahu.
Akan tetapi, dia dianggap gagal meyakinkan
rakyatnya dalam mengantar agenda reformasi ekonomi. Pemerintahan Abbott melakukan
pemotongan anggaran besar-besaran di sejumlah sektor, termasuk anggaran
pendidikan, untuk mengubah defisit anggaran menjadi surplus. Akan tetapi,
Abbott tidak berhasil mengomunikasikan dengan baik pentingnya agenda
reformasi ekonomi.
Sebaliknya, dia malah terjebak dalam retorika sehingga
kepopulerannya melorot tajam.
Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 2 persen
dan angka pengangguran 6 persen, Australia membutuhkan pemimpin yang mampu
bertindak sebagai ’’ salesman’’ dalam menjual kebijakan agenda reformasi agar
ekonomi tetap tumbuh dengan baik.
Apa pun, berganti atau tidak pemimpin di
Australia, tantangan ekonomi yang dihadapi Australia tetaplah sama. Namun,
yang dibutuhkan Australia saat ini adalah pemimpin yang mampu
mengartikulasikan kebijakan yang dipilih terhadap rakyatnya. Sebagai miliuner
dan pengusaha sukses, Turnbull dianggap mampu melakukan persuasi kebijakan
reformasi ekonomi kepada rakyat dibandingkan Tony Abbott.
Harapan terhadap
Turnbull
Meski dianggap pernah gagal menjadi pemimpin
oposisi, Turnbull, tampaknya, masih sangat diharapkan rakyat Australia.
Sejumlah kalangan dalam wawancara dengan ABC (Australian Broadcasting
Corporation) yakin Malcolm Turnbull yang dibesarkan tanpa ibu akan belajar
dari kesalahan yang pernah dilakukan di dunia politik.
Dia berjanji banyak melakukan konsultasi dalam
jajaran kabinetnya dan tidak akan menjalankan pemerintahan seperti
perusahaan. Kesalahan fatal yang dilakukan Turnbull sehingga dia dilengserkan
pada 2009 sebagai pemimpin Partai Liberal.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan Roy Morgan
melalui SMS, tujuh di antara sepuluh rakyat Australia lebih memilih Malcolm
Turnbull dibandingkan Bill Shorten, pemimpin oposisi dari Partai Buruh. Ini
menunjukkan bahwa Turnbull diterima rakyat Australia, termasuk pemilih Partai
Buruh.
Pandangan Turnbull yang cukup moderat terhadap
perkawinan sejenis dan kebijakan perubahan iklim menjadi penyumbang faktor
kepopulerannya di mata rakyat.
Meski demikian, masih terlalu dini menilai
dampak terhadap hubungan Indonesia-Australia dengan hadirnya pemimpin baru.
Namun, dengan kemampuan mengartikulasikan kebijakan terhadap rakyatnya,
diharapkan Turnbull mampu membawa hubungan Indonesia dan Australia ke arah
yang lebih baik. Mari berharap yang terbaik! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar