Wajah
Baru Kelautan Kita
Arif Satria ; Dekan
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB)
|
MEDIA
INDONESIA, 28 Oktober 2014
DRAMA penentuan Kabinet Kerja
Jokowi-JK akhirnya selesai juga. Hal yang menarik dari arsitektur kabinet
baru itu ialah adanya Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim. Apa makna
dari hadirnya Kemenko Maritim dan sejauh mana efektivitasnya untuk memajukan
kelautan kita?
Kesadaran politik
Komitmen Jokowi untuk memajukan
kelautan ternyata semakin terbukti. Pada waktu kampanye ide-ide tentang
mengembalikan kejayaan maritim selalu muncul.Salah satu ide yang khas ialah
perlunya `tol laut' dan `poros maritim dunia'. Ide itu terus menjadi wacana
publik dan sangat signifikan dalam membangun kesadaran maritim.Dalam
perbincangan baik di seminar maupun di kantor-kantor, selalu saja muncul
tema-tema kelautan. Dari proses tersebut dapat disimpulkan bahwa ternyata
kesadaran maritim baru muncul bila wacana itu dibangun sang pemimpin.
Nah, kini bola makin bergulir
tidak saja pada tingkat wacana sebagaimana saat kampanye, tetapi sudah makin
faktual. Hadirnya Kemenko Maritim makin menunjukkan komitmen Jokowi terhadap
kemajuan kelautan.Komitmen biasanya diukur baik dari sejauh mana perubahan
struktur kelembagaan birokrasi bisa diciptakan maupun besaran anggaran untuk
itu.
Hadirnya kemenko itu merupakan
bentuk keberanian Jokowi untuk meletakkan dasar bagi titik sejarah baru
bangsa Indonesia ke depan. Hal itu disebabkan sudah sekian lama isu kelautan
absen dalam wacana pembangunan. Isu kelautan hanya muncul secara insidental
dan reaktif ketika ada kejadian-kejadian di laut seperti kecelakaan kapal
ataupun saat ada seremoni-seremoni seperti Peringatan Hari Nusantara, Sail
Komodo, dan Sail Radja Ampat. Namun, kini isu kelautan akan hadir secara
harian dan tertata karena merupakan langkah proaktif.Itu semua disebabkan
kelautan telah menjadi kesadaran politik Jokowi.
Kesadaran politik biasanya
melahirkan keputusan-keputusan politik yang membawa perubahan sistemis. Semua
orang memiliki kesadaran tentang laut. Namun, tingkat kesadaran mereka
sebagian besar masih pada tingkat individual ataupun kolektif. Bila kita
tanya, pasti orang akan menjawab laut itu penting. Di berbagai seminar pun,
presiden atau wakil presiden terdahulu selalu mengatakan pentingnya laut.
Persoalannya, mengapa nasib laut tak kunjung mengalami kemajuan? Jawabannya
ialah tingkat kesadaran individual tidak melahirkan keputusan apa pun selain
terus melahirkan wacana.Karena itu, pemimpin bangsa ini harus memiliki
kesadaran politik untuk memajukan kelautan.
Peran dan agenda pokok
Pertanyaan berikutnya ialah
peran dan agenda apa yang penting dimainkan Kemenko Maritim itu? Prinsipnya,
Kemenko Maritim harus mampu menerjemahkan gagasan besar Jokowi tentang tol
laut dan poros maritim dunia ke dalam tataran empiris. Untuk itu, ada
sejumlah agenda penting yang mesti diperhatikan.
Pertama, Undang-Undang Kelautan
yang baru disah kan juga telah menga manat kan kita untuk mendorong
terciptanya konektivitas. Karena itulah titik-titik yang menjahit
konektivitas tersebut harus diperkuat. Pelabuhan merupakan pilar penting
dalam menjamin konektivitas itu. Dari 1.240 pelabuhan umum di Indonesia,
ternyata hanya 30 yang telah memiliki rencana induk pelabuhan (RIP). Artinya,
selama ini belum ada upaya sistematis memperkuat pelabuhan.
Agenda penting
selanjutnya ialah bagaimana seluruh pelabuhan tersebut bisa terus berkembang
dan efektif serta efi sien dalam memberikan pelayanan untuk arus perpindahan
barang ataupun arus pergerakan orang. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur
pelabuhan menjadi penting.
Kedua, dalam kaitan dengan
poros maritim dunia, mau tidak mau kelas pelabuhan kita harus meningkat dari
pelabuhan pendukung (regional hub)
menjadi pelabuhan regional utama bahkan menjadi megahub seperti Singapura.
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia belum siap menampung kapal-kapal besar
(3.000 teu). Karena itu, perlu peta jalan yang sistematis untuk mewujudkan
itu.
Ketiga, tol laut bisa tercipta
dengan baik bila kita memiliki sistem logistik yang baik pula. Data
pemerintah menunjukkan ongkos logistik kita mencapai 24% dari GDP, bandingkan
dengan Korea Selatan yang hanya 16,3% serta Jepang 10,6%. Begitu pula
Indonesia menempati urutan ke-75 pada logistic
performance index yang dikeluarkan Bank Dunia. Padahal, Singapura di
urutan ke-2, Malaysia ke29, Thailand ke-35, dan Vietnam ke-53. Pembenahan
sistem logistik merupakan hal mutlak sehingga produk-produk kita memiliki
daya saing.
Keempat, laut diperebutkan
sejumlah sektor baik perikanan, kehutanan, transportasi, energi, maupun
pariwisata. Karena itu, perlu sinergi yang kuat sehingga konfl ik antarsektor
bisa teratasi dan potensi ekonomi bisa tergali dengan baik. Prasyarat pokok
untuk itu semua ialah jelasnya tata ruang laut baik di wilayah pesisir maupun
laut lepas (di atas 12 mil, atau 19,3 km). Biasanya, perikanan yang
didominasi nelayan kecil merupakan sektor terlemah dalam perebutan ruang.
Karena itu, mestinya ada mekanisme perlindungan untuk hal tersebut.
Kelima, budaya maritim harus
terus dikembangkan. Pengarusutamaan budaya maritim ke dalam berbagai
kehidupan menjadi penting. Menguatnya budaya maritim penting untuk membuat
kesadaran kolektif terhadap laut, pada akhirnya menjadikan laut sebagai
orientasi baru pembangunan. Contohnya, laut merupakan halaman depan dan bukan
halaman belakang. Sehingga, laut pasti terjaga keindahan dan kelestariannya. Makan
ikan juga mesti menjadi budaya baru.
Kemenko hadir sebagai pelancar pembangunan ekonomi kelautan di
atas. Karena itu, perannya harus memayungi sektorsektor yang ada serta
sebagai titik temu relasi antar sektor. Kemenko juga hadir sebagai lembaga
pengawas sejauh mana pencapaiannya terhadap target-target yang sudah
diputuskan presiden. Dengan kuatnya ekonomi kelautan, semoga kita bisa
mencapai status sebagai bangsa maritim.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar