Kabinet
Kerja dan Antikorupsi
Marwan Mas ; Guru
Besar Ilmu Hukum, Universitas Bosowa 45, Makassar
|
MEDIA
INDONESIA, 28 Oktober 2014
PRESIDEN Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) meng umumkan postur dan nama-nama menteri
yang diberi nama Kabinet Kerja, Minggu (26/10). Lebih dari itu, kabinet
tersebut juga bisa disebut Kabinet Antikorupsi sebab semuanya telah lolos
dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sebagaimana diketahui, Jokowi-JK
menyerahkan 43 nama calon menteri untuk diselisik KPK dan PPATK terkait rekam
jejak dari dugaan keterlibatan korupsi.
Langkah Presiden Jokowi mencari
sosok bersih dan berintegritas bagi menterinya patut diacungi jempol. Selain
sebagai bukti bahwa Jokowi berjiwa antikorupsi, itu merupakan langkah
terobosan yang sangat kreatif, inovatif, dan berani yang belum pernah
dilakukan presiden sebelumnya.Mencari calon menteri tidak boleh seperti
membeli kucing dalam karung, perlu mencari informasi soal integritas dan
track record sang calon apakah bebas dari perilaku korupsi. Pemerintah saat
ini memang harus belajar pada pemerintah sebelumnya, sebab ada tiga menteri
aktif yang dijerat KPK terkait kasus korupsi.
Wajar jika ada pandangan bahwa
begitu susah mencari orang baik di negeri ini, harus bagus dari aspek
integritas dan moralitas, juga punya komitmen untuk melayani rakyat. Untuk
mendapatkan figur seperti itu, diibaratkan laksana mencari jarum jatuh di
tumpukan jerami. Apalagi delapan dari 43 nama calon menteri dinyatakan punya
rapor jelek dan diberi stabilo warna kuning dan merah yang menurut Ketua KPK
Abraham Samad, tidak boleh menjadi menteri. Bagi KPK, itu merupakan langkah
strategis untuk menjaga pemerintahan ke depan agar tidak terjerumus lebih
jauh ke dalam kubangan korupsi.
Alasannya, mereka yang diduga
keras terkait korupsi itu sangat berpotensi menjadi tersangka kasus dugaan
korupsi dalam kurun dua hingga tiga bulan jika Presiden Jokowi memilih mereka
sebagai anggota kabinet pemerintahan mendatang. Malah saya berpendapat,
meskipun hanya sebatas saksi dalam suatu kasus korupsi, mereka tidak pantas
jadi menteri lantaran akan selalu dirongrong oleh para aktivis dan mahasiswa.
Apalagi dalam hukum acara pidana yang dipraktikkan dengan baik oleh KPK,
saksi dalam kasus korupsi sangat berpotensi menjadi tersangka karena korupsi
umumnya dilakukan berjamaah.
Hak prerogatif
Hak prerogatif merupakan hak
mutlak bagi presiden dalam menentukan menteri tanpa harus mendapatkan
pertimbangan, persetujuan, atau intervensi dari lembaga negara lain. Presiden
berhak menetapkan atau memutuskan sendiri siapa yang akan dijadikan menteri
selaku pembantu yang menangani urusan tertentu dalam pemerintahan. Selain
intervensi atau dicampuri dari pihak lain, yang harus paling dihindari ialah
upaya transaksional dari partai politik pendukung.
Presiden Jokowi dari jauh hari
sudah berkomitmen koalisi partai politik (parpol) yang dibangunnya tidak dilandasi
oleh transaksi politik, tetapi tertundanya beberapa kali pengumuman menteri
disinyalir karena kuatnya tarik-menarik dengan parpol koalisi. Oleh karena
itu, semua menteri dari kader parpol harus melepaskan diri dari jabatan
struktural di partai masing-masing.Apakah tidak ada politik kompromi dengan
parpol koalisi? Biar waktu yang menjelaskannya nanti.
Semoga kabinet yang dibangun
itu bukan produk transaksional, tetapi benar-benar dihasilkan dari hak
prerogatif di mana presiden juga punya hak untuk meminta masukan dari pihak
lain, termasuk KPK dan PPATK. Tujuannya untuk menemukan sosok yang
betul-betul bersih sesuai dengan visi misi pemerintahan yang akan
dilaksanakan, yaitu berjiwa antikorupsi yang ditandai dengan bersih dari
catatan kasus korupsi, meskipun hanya sebatas saksi.
Selain itu yang terpenting dari
hak prerogatif ialah hasil atau produk dengan memilih sosok yang bersih
sesuai harapan rakyat dan juga harus profesional pada bidang yang akan
dikerjakan di kementerian. Jika Abraham Samad bersikap tegas menyebut delapan
nama yang diberi warna kuning dan merah tidak boleh menjadi menteri, tidak
berarti ia mengintervensi hak prerogatif presiden. Apalagi Presiden Jokowi
yang meminta nama-nama calon menterinya pada KPK untuk menelusuri rekam jejak
dari dugaan korupsi, sehingga risiko berupa rekomendasi tegas juga harus
diapresiasi.
Penekanan Ketua KPK sesuatu
yang wajar di tengah harapan rakyat agar menteri ke depan tidak mudah tergoda
rayuan korupsi.Mereka juga harus bersih dari pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) dan berbagai pelanggaran hukum lainnya. Berkaca pada Kabinet Bersatu II
yang lalu, ternyata tiga menteri yang dijerat KPK karena kasus korupsi
berasal dari parpol.
Berjiwa pekerja
Kita tidak boleh terbuai oleh
hasil penelusuran KPK bahwa semua menteri itu tidak akan korupsi. Tidak ada
jaminan kalau saat ini dia bersih dan saat menjabat menteri juga akan selalu
bersih, meski ada dasar untuk menimbulkan kepercayaan. Oleh karena itu,
kekuatan “revolusi mental“ Presiden Jokowi harus berfungsi dan menjadi acuan
dasar bagi menteri dalam bekerja dan melayani rakyat, harus dijadikan prinsip
untuk tidak mudah tergoda rayuan korupsi, apalagi menjadikan korupsi sebagai
cita-cita.
Pilihan kabinet bersih dan
berjiwa pekerja harus dihargai sebagai momentum awal membentuk pemerintahan
yang bersih dari parasit korupsi. Tantangan paling berat Presiden Jokowi
selain meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat, ialah memerangi korupsi. Di
sini dibutuhkan pemimpin yang berjiwa antikorupsi, kemudian didukung oleh
para pembantu di kementerian yang juga antikorupsi. Mereka itulah yang akan
membina birokrasi yang dipimpinnya dengan senjata revolusi mental.
Memberantas korupsi harus
dijadikan pilihan politik (political
will) bagi pemerintah dengan tidak menoleransi sedikit pun setiap
perilaku korupsi. Akan menjadi omong kosong dalam upaya memerangi korupsi,
jika para pemimpinnya tidak bersih dan tidak antikorupsi, atau selalu ada
sikap toleran sekecil apa pun terhadap korupsi.Langkah Presiden Jokowi bukan
hanya bermanfaat untuk jangka pendek, melainkan juga berguna untuk jangka
panjang dalam memilih pejabat. Malah bisa dijadikan contoh bagi pemerintah
daerah dalam memilih pejabat.
Semua pihak patut menghargai upaya Jokowi-JK untuk menciptakan
kabinet bersih dan antikorupsi. Sejak awal memang ada yang mengkhawatirkan
presiden tidak akan mampu memilih calon menteri yang seluruhnya bebas dari
kasus korupsi. Hal itu sudah diselisik KPK, tetapi tidak boleh diartikan
sebagai pembenaran secara politis. Semoga menteri pilihan Jokowi-JK bekerja
sesuai harapan rakyat dan tahan dari godaan korupsi agar kelak tak terhalang
dalam bekerja. Sangat muskil melakukan kerja pelayanan dan pencegahan
korupsi, jika pejabat sendiri kotor dengan lumpur korupsi. Selamat bekerja
kabinet kerja Jokowi-JK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar