Reformasi
dan Krisis Karakter Bangsa
Siti
Muyassarotul Hafidzoh ; Peneliti di Program Pascasarjana
Universitas
Negeri Yogyakarta
|
SINAR
HARAPAN, 22 Mei 2014
Momentum
16 tahun reformasi, Mei 1998-2014, menjadi refleksi kritis kaum terpelajar di
Indonesia dalam meneguhkan kembali perannya membentuk karakter bangsa yang
sedang tercabik-cabik. Insan terdidik menuntut peran sosial yang lebih besar
dalam membangun etos karakter yang bisa mengilhami lahirnya peradaban baru,
bangsa yang beradab.
Bangsa
ini sedang miskin karakter. Korupsi masih merajalela, padahal mereka yang
terindikasi korupsi adalah kaum berdasi yang lahir dari kampus bergengsi di
dalam dan luar negeri. Ironisnya lagi, tidak sedikit mereka yang bergelar
sarjana ternyata menganggur, tanpa pekerjaan.
Padahal,
pekerjaan bukanlah predikat yang menuntut hadirnya harta yang melimpah,
melainkan keaktifan dan kreativitas yang bisa berguna dan bermanfaat bagi
sesama. Energi kesarjanaan banyak terdistorsi gelombang pragmatisme yang
mengubur karakter para sarjana sebagai penggerak perubahan sosial di
Indonesia.
Refleksi
menjadi sangat penting untuk membangkitkan kembali spirit bangsa Indonesia
agar kembali kepada karakter yang telah diletakkan para pendiri bangsa. Jadi,
kita bisa belajar menyongsong masa depan pendidikan dengan secerah dan
seoptimistis mungkin. Jejak para guru bangsa menjadi modal semangat membangun
kembali jiwa bangsa yang berkarakter dan berkepribadian.
Inspirasi Bung Karno
Dalam
refleksi inilah, penting kiranya kaum terpelajar berguru kepada proklamator
RI, tak lain adalah Ir Soekarno. Merefleksikan sang putra fajar sangat
menarik kalau ditarik dalam konteks pendidikan karakter bangsa ini.
Sekarang
ini, pendidikan karakter menjadi kebutuhan sangat urgen dalam menancapkan
nilai dan jati diri bangsa bagi generasi masa depan sehingga generasi masa
depan mempunyai semangat dan ikatan kuat membangun Indonesia. Dengan karakter
itulah, generasi masa depan bisa melanjutkan semangat perjuangan para pendiri
bangsa ghunah menumpahkan segala yang dimiliki untuk kemajuan bangsa.
Ini
sangat penting karena kondisi bangsa Indonesia sedang tercabik dengan
berbagai ulah pihak yang merusak karakter bangsa. Tidak sedikit kaum
terpelajar yang justru menjadi otak lahirnya praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Kaum
elite semakin menggila dengan kekuasaannya, sedangkan kaum miskin semakin
menikmati penjara yang diciptakan saudaranya sendiri. Dulu Bung Karno
dipenjara Belanda karena sikap kritisnya, kini rakyat kecil dipenjara karena
hilangnya karakter elite bangsa.
Meneguhkan Karakter Bangsa
Dari
menelusuri jejak kehidupan Bung Karno, insan pendidikan bisa memetik hikmah
dalam mengembangkan pendidikan karakter. Bung Karno dikenal sebagai tokoh
utama pergerakan nasional yang memberikan sumbangsih sangat besar dalam
membentuk karakter Indonesia ketika masih awal diproklamasikan.
Kemampuan
Bung Karno menggali Pancasila sebagai dasar negara menjadi bukti
integritasnya memegang teguh karakter bangsa. Dengan Pancasila, Bung Karno
bisa merangkul semua elemen bangsa. Itu tak lain karena Pancasila bagi Bung
Karno adalah hasil dari nilai budaya Nusantara.
Dengan
tegas Bung Karno menyatakan, “Aku bukan pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan
oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya
Indonesia.” (Soekarno, 1 Juni 1945).
Untuk
meneguhkan karakter bangsa, Doni Kusuma A (2008) mengatakan, walaupun Bung
Karno belajar di sekolah Belanda, ia tak mau membeo kepada negara itu. Ia
ingin merdeka dan mandiri. Sebagai pendidik bangsa, Bung Karno tak ingin
bangsa ini bermental budak, enggan untuk merdeka. Untuk itu, semangat merdeka
harus dinyalakan. Tanpa semangat merdeka, tidak ada daya upaya untuk mengubah
nasib.
Dalam
Suluh Indonesia Muda (1928), Bung Karno memperdungungkan,
“Jika kita ingin mendidik rakyat Indonesia ke arah
kebebasan dan kemerdekaan, jika kita ingin mendidik rakyat Indonesia tuan di
atas dirinya sendiri, pertama-tama haruslah kita membangun dan membangkitkan
dalam hati sanubari rakyat Indonesia itu agar punya roh dan semangat menjadi
roh merdeka dan semangat merdeka yang sekeras-kerasnya, yang harus pula kita
hidupkan menjadi api kemauan merdeka yang sehidup-hidupnya! Itu karena hanya
roh merdeka dan semangat merdeka yang sudah bangkit menjadi kemauan merdeka
sajalah yang dapat melahirkan sesuatu perbuatan merdeka yang berhasil.”
Jelaslah,
kemerdekaan merupakan prasyarat membangun karakter bangsa yang bisa mengubah
nasibnya dan menggerakkannya sebagai kekuatan besar. Pendidikan karakter
bangsa yang ia cita-citakan merupakan proses panjang menuju kemerdekaan,
melalui usaha-usaha hari ini dan usaha jangka panjang.
Kemerdekaan
ini harus diraih bersama dengan gotong royong, bukan dengan bercerai-berai. “Satu tujuan, satu arah perlawanan, satu
pergulatan, bukan dua-tiga,” demikian ujar Bung Karno dalam Fikiran
Ra’jat (1933).
Pendidikan
karakter juga harus menanamkan kemauan yang besar. Oleh karena itu,
kepercayaan diri yang tinggi sangat dibutuhkan. Bagi Bung Karno, kepercayaan
diri yang tinggi semakin mempertebal kemauan untuk merdeka.
Kepercayaan
diri yang tinggi menjadi roh nasional dalam melestarikan kebangkitan
nasionalisme kebangsaan.
“Tiap-tiap geraknya roh nasional hanyalah bisa
terjadi jikalau rakyat itu mempunyai harapan atas berhasilnya kekuatan
sendiri dan mempunyai kepercayaan dalam kekuatan sendiri. Harapan dan
kepercayaan atas diri sendiri itulah yang menjadi sendi roh-roh nasional,” tutur
Bung Karno dalam buku Di Bawah Bendera
Revolusi.
Dari
sini, menurut Alfian (2001), terlihat sekali bahwa kunci sukses Bung Karno
membangun karakter bangsa terletak kepada kekebasan berpikir” yang sangat dihargainya, sikap kritisnya tajam,
antidogmatisme, integritas kepribadiannya yang tinggi, kepercayaan kepada
diri sendiri kuat, dan keberaniannya mengembangkan pemikiran sendiri. Keenam
hal inilah yang tertanam dalam dirinya dan selalu dikobarkan dalam membangun
karakter bangsa Indonesia.
Pembentukan
karakter bangsa yang sedang dikembangkan sekarang ini penting untuk bercermin
kepada Bung Karno dalam membangun karakter bangsa. Terbukti, Bung Karno mampu
membangun Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dengan jati dirinya sendiri,
walaupun diombang-ambingkan berbagai godaan yang akan menjatuhkan Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar