Minggu, 03 November 2013

Indonesia Bersih dan Hijau

Indonesia Bersih dan Hijau
Djoko Subinarto ;  Kolumnis, Alumnus Universitas Padjadjaran, Bandung
SUARA KARYA, 02 November 2013


Pemerintah yang bersih dan sekaligus memihak lingkungan adalah dua hal penting yang harus dijalankan oleh siapa pun yang bakal memimpin negeri ini di masa depan. Keduanya merupakan bagian pokok dari adanya sebuah tatakelola pemerintahan yang baik (good governance).

Salah satu indikator pemerintahan yang bersih adalah minimnya angka kasus tindak korupsi. Namun, faktanya, alih-alih surut, korupsi di Indonesia tampaknya malah beregenerasi. Indikatornya adalah kian banyaknya pelaku dan tersangka korupsi dengan usia di bawah 50 tahun.

Patut Digugat

United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang publik untuk kepentingan pribadi melalui cara-cara penyuapan, pemerasan, kolusi, nepotisme, penipuan dan penggelapan.

Menurut kajian yang dilakukan Sheila Coronel, Direktur Eksekutif dari Philippine Center for Investigative Journalism, yang juga penyusun buku bertajuk Investigating Corruption: A Do-It-Yourself Guide, dilihat dari skala dan intensitasnya, secara garis besar praktik korupsi dapat dibagi dalam tiga kelompok.

Pertama, retail corruption. Yaitu, praktik korupsi tingkat ringan yang kerap terjadi di tengah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, ketika seorang pengendara motor terpaksa menyerahkan sejumlah rupiah sebagai 'uang damai' kepada seorang petugas agar ia bisa lolos dari tilang, setelah terbukti yang bersangkutan melanggar aturan lalu-lintas.

Kedua, petty corruption. Korupsi jenis ini biasanya melibatkan para pejabat pemerintah tingkat rendah dan menengah yang bekerja di lembaga-lembaga pemerintahan yang bertugas mengurusi dan melayani urusan-urusan publik, seperti dalam soal urusan pajak, penerbitan sertifikasi, pengeluaran surat izin atau pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai dana pemerintah.

Ketiga, grand corruption. Praktik korupsi ini melibatkan keputusan-keputusan pemerintah pada tingkat paling atas, yang biasanya melibatkan permainan politik kelas tinggi dari mereka yang sedang memegang tampuk kekuasaan.

Secara realitas, praktik korupsi memang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa ini. Ketiga jenis korupsi seperti yang disebutkan Sheila Coronel di atas, semuanya ada di negeri ini. Khusus yang menyangkut praktik-praktik korupsi yang melibatkan permainan politik kelas tinggi dari mereka yang sedang memegang tampuk kekuasaan, tentu saja para aktor utamanya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi dengan serenceng gelar dan mengetahui sekaligus memahami soal hukum. Sudah barang tentu, mereka ini sebagian besar adalah produk perguruan tinggi kita, yang kemudian dinilai oleh sementara kalangan patut digugat karena menjadi produsen para koruptor di Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri, dalam sebuah kesempatan, mengemukakan praktik korupsi di negara ini masih mengganas. Menurutnya, sekalipun upaya pemberantasan terus dilakukan oleh lembaga penegakan hukum, namun perilaku korupsi belum menurun secara drastis. Bukan cuma itu, Presiden SBY juga mengaku frustrasi karena upayanya membangun sistem yang bersih dari korupsi ternyata tidak semudah yang ia pikirkan.

Memang, dibandingkan dengan sejumlah negara ASEAN lainnya, indeks persepsi korupsi Indonesia sejauh ini masih tergolong rendah. Sebagai ilustrasi, tahun 2012 lalu, skor indeks persepsi korupsi Indonesia adalah 32, masih di bawah Singapura (87), Brunei (55), Malaysia (49) maupun Thailand (37).

Degradasi Lingkungan

Masih tingginya tingkat korupsi dibarengi pula dengan semakin meningkatnya degradasi lingkungan menyebabkan munculnya berbagai bencana ekologis memilukan di banyak tempat di negeri ini. Pembangunan yang tidak terkendali, melonjaknya hasrat konsumtifisme, ledakan jumlah penduduk dan perubahan iklim merupakan beberapa faktor yang dinilai sejauh ini ikut berkontribusi terhadap meningkatnya degradasi lingkungan di bumi Indonesia Raya tercinta.

Karenanya, pemimpin Indonesia di masa depan bukan hanya harus mampu mempraktikkan pemerintahan yang benar-benar bersih (clean government) tetapi juga harus mampu mempraktikkan green government alias pemerintahan yang memihak kepada lingkungan.

Jika tujuan akhir clean government adalah terwujudnya kesejahteraan segenap warga negara maka tujuan akhir green government adalah terciptanya kesejahteraan lingkungan, antara lain dalam bentuk tersedianya air bersih, terjaminnya keanekaragaman flora dan fauna, terjaminnya panorama perdesaan dan perkotaan yang asri, terciptanya kawasan sungai, gunung, hutan serta pantai yang bersih lestari, tersedianya taman-taman kota dan transportasi yang layak dan ramah lingkungan serta tersedianya udara bersih.

Yakinlah, terwujudnya pemerintahan yang bersih dan pemerintahan yang memihak lingkungan bakal menyelamatkan negeri ini dari ancaman aneka petaka sosial-politik-ekonomi dan petaka lingkungan berkepanjangan, yang bakal menghambat bangsa ini untuk menggapai berbagai kemajuan besar sekaligus menghambat bangsa ini merenda masa depan yang jauh lebih baik.

Tentu saja, segenap rakyat negeri ini, kini sedang menanti tampilnya sosok pemimpin yang benar-benar mampu mewujudkan Indonesia bersih dan Indonesia hijau. Kita berdoa mudah-mudahan ajang pemilihan umum tahun depan akan melahirkan sosok pemimpin yang sedang kita idam-idamkan itu. Moga-moga. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar