|
Setiap tahun Arab Saudi kebanjiran
jutaan tamu dari penjuru dunia. mereka bukan berwisata tapi melaksanakan ibadah
haji. Jumlah tamu Allah tersebut rata-rata 4 juta setiap tahun dan Indonesia
tercatat sebagai negara pengirim calon jemaah haji terbesar di dunia. Pergi
melaksanakan ibadah haji sebagai rukum Islam kelima yang wajib dilaksanakan
bagi muslim yang mampu, baik jasmani dan rohani (QS Ali Imron:97), tidak selalu
berkorelasi positif dengan kemampuan ekonomi. Karena, berhaji tergantung
kesadaran spiritual dan dukungan fisikal.
Idealnya internalisasi spiritualisme
haji membekas dan mewujud dalam kehidupan sehari-hari setelah pulang ke tanah
air. Haji dengan demikian memiliki potensi besar bagi perbaikan kondisi dan
pembangunan bangsa. Refleksi kritis penting dilakukan demi optimalisasi potensi
tersebut ke depan.
Kementerian Agama (Kemenag) RI
menetapkan kuota jamaah haji tahun ini 168.800 orang. Rincian jumlah tersebut
terdiri dari haji reguler sebanyak 155.200 dan haji khusus 13.600 orang. Angka
ini hasil pemotongan kuota 20 persen oleh Pemerintah Saudi Arabia terhadap
seluruh negara.
Sementra, animo muslim Indonesia untuk
menunaikan ibadah haji terbilang tinggi dan terus meningkat setiap tahun.
Jumlah haji di Indonesia hingga 2012 ditaksir mencapai 2,2 juta jiwa (1,1%)
dari 199,96 juta penduduk muslim (Kemenag, 2013). Persentase tersebut
diproyeksilan mencapai lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk muslim
pada tahun 2020. Tidak sedikit umat muslim Indonesia yang telah dan akan
melakukan haji lebih dari sekali. Angka fenomenal juga ditunjukkan dalam hal
daftar tunggu haji. Daftar tunggu haji plus sudah mencapai 76 ribu orang dengan
masa tunggu 6-7 tahun. Daftar tunggu haji reguler lebih banyak lagi yaitu 1,7
juta orang dengan masa tunggu mencapai 13 tahun.
Indonesia juga meraih penghargaan,
Penyelenggara Ibadah Haji Terbaik Dunia 2013, yang diberikan World Hajj Convention (Kemenag, 2013).
Indonesia dinilai mampu menyelenggarakan ibadah haji dengan baik pada musim
haji tahun ini. Angka-angka positif tersebut menjadi ironis jika direfleksikan
pada kondisi bangsa ini. Moralitas bangsa ini masih terserang penyakit kronis,
salah satunya korupsi sehingga korupsi mendesak segera disembuhkan.
Korupsi semakin kompleks, sistemik, dan
melewati batas-batas nalar kemanusiaan (hyper
corruptus). Indonesia dinilai terkorup ke-58 dari 176 negara (Transparency International, 2012). Hal
yang miris adalah beberapa tersangka korupsi maupun koruptor yang telah divonis
telah menyandang gelar Haji.
Tidak ada yang salah tentu dengan
praktik haji. Kekurangan yang muncul disebabkan oleh pemaknaan ibadah haji yang
kurang holistik. Haji sebatas dipraktikkan secara ritual. Internalisasi energi
spiritual haji belum diresapi menjadi ajaran kontekstual dan aplikatif.
Energi Antikorupsi
Al-Qardhawi (2002) menegaskan bahwa
permasalahan duniawi pada dasarnya merupakan persoalan moralitas sehingga
solusi efektifnya dengan revitalisasi nilai-nilai moral. Ritual haji sejatinya
mengajarkan banyak pesan moral yang dapat menjadi energi besar bagi spirit
pemberantasan korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
hingga tahun 2012 baru mampu menangani 332 (0,59 persen) kasus dari 55.964
laporan pengaduan. Kinerja KPK hingga kini juga masih dominan pada
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Pencegahan korupsi masih jauh
panggang dari api. Disinilah optimalisasi energi haji penting dikuatkan untut
turut membentengi umat Islam dari tindak korupsi.
Pertama, energi ritual. Ibadah memiliki
rukun yang wajib dilakukan. Rukun tersebut antara lain ihram, wukuf, tawaf
ifadah, sa'i, tahallul, dan tertib. Korupsi terhadap rukun tersebut berarti
membatalkan ibadahnya. Selain itu juga ada wajib haji yang meninggalkannya
mengharuskan pembayaran denda (dam). Wajib haji terdiri dari niat ihram, mabit
(bermalam) di Muzdalifah, melontar Jumrah Aqabah, mabit di Mina, melontar
Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, Tawaf Wada', serta meninggalkan perbuatan yang
dilarang saat ihram. Korupsi terhadap wajib haji juga pasti akan dihindari
mengingat keutamaan dan efek denda. Refleksi dari ritual ini adalah tumbuhnya
energi untuk tidak meninggalkan sesuatu yang wajib dan tidak melakukan suatu
larangan. Energi ini dapat menjadi pondasi benteng antikorupsi pascahaji di
tanah air.
Kedua, energi syukur. Tidak semua umat
muslim berkesampatan dipanggil sebagai tamu Allah SWT di Baitullah. Faktornya
antara lain kemampuan ekonomi, kesadaran, kesehatan, dan lainnya. Artinya
mereka yang berangkat haji diringankan Allah dalam berbagai faktor tersebut.
Semua ini tentu patut disyukuri bagi mereka yang berhaji. Tidak sedikit pula
dari mereka berasal dari kalangan menengah ke bawah. Hal ini juga patut
disyukuri karena banyak muslim yang kaya belum melaksanakannya. Tidak ada
alasan membanggakan haji karena kemampuan ekonomi. Kesyukuran ini jika
ditanamkan dan dibudayakan setiap saat tentu akan menjadi pilar pengerem untuk
menjauhi korupsi. Energi syukur akan membentuk pribadi yang senantiasa merasa
bercukupan secara materi.
Ketiga, energi sosial dan dakwah. Energi sosial merupakan
buah kesyukuran yang membentuk jiwa dermawan dan solidaritas. Jiwa kedermawanan
sosial yang tumbuh akan memotivasi hadirnya semangat berkarya secara halal.
Kepahaman keutamaan sikap dermawan sekaligus kesia-siaan jika sumbernya haram
akan membentengi diri dari godaan korupsi. Pascahaji dakwah antikorupsi
mestinya menonjol dan membudaya, sehingga kekuatan agama menunjang
pemberantasan korupsi berjalan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar