|
KOMPAS,
12 Juli 2013
Memprihatinkan. Inilah kata ringkas
yang menggambarkan betapa mengerikan kerja politik di negeri ini. Para
penyelenggara pesta politik yang diharapkan tidak berpihak justru sejak
sekarang menjadi partisan. Menjadi pertanyaan besar, akankah Pemilu 2014 lebih
baik dan berkualitas?
Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat 70 anggota KPU dan Bawaslu
ditingkat Provinsi dan Kabupaten karena melanggar etika, yaitu berpihak kepada
partai politik peserta Pemilu 2014.
DKPP yang
berdiri pertengahan 2012 telah mendapatkan 200 pengaduan masyarakat tentang
pelanggaran oleh KPU dan Bawaslu. Sanksi dari DKPP berupa sanksi etika, tetapi
jika mengarah pada pidana akan berupa sanksi hukum (Kompas, 8 Juni 2013).
Dengan
terjadinya pelanggaran etika seperti itu, mungkinkah Pemilu 2014 bisa jujur,
adil, efisien, demokratis, dan bermartabat? Agaknya akan jauh panggang dari api
jika memerhatikan perilaku penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) saat ini.
Yang mungkin terjadi adalah akan semakin banyak pelanggaran dalam Pemilu 2014,
tetapi dibiarkan karena aparat penyelenggaranya juga tukang melanggar.
Pelanggaran
etika bisa jadi mendominasi sebab pelanggaran etika nyaris tidak ada
konsekuensi hukumnya. Hanya orang-orang yang peduli nasib bangsa saja yang
merasa bahwa pelanggaran etika merupakan persoalan besar.
Jika hal itu
yang benar-benar terjadi, dapat dipastikan Pemilu 2014 akan semakin
karut-marut, tidak efisien, tidak demokratis, tetapi tetap sah sebagai hasil
dari proses politik. KPU dan Bawaslu tetap akan mengesahkan para pemenang pesta
demokrasi sekalipun banyak yang melanggar etika.
Rapuh etika politik
Tidak ada kata
yang tepat untuk mengatakan kecuali inilah bangsa rapuh etika! Bangsa yang
hanya pandai bersilat lidah, tetapi tidak pandai menjaga amanah rakyat. Inilah
bangsa tuna etika. Etika sebagai landasan berbangsa dan bernegara hanya
terdapat di dalam buku-buku filsafat dan etika, bukan dalam praktik politik
para penyelenggara negara.
Bangsa minus
etika merupakan cermin paling jelas bangsa yang rakus kekuasaan, sekaligus
rabun masa depan. Sebab, yang terpikir oleh mereka adalah kenikmatan sesaat.
Masa depan dianggap sebagai suatu era yang tidak pernah jelas, selain belum
tentu dapat dinikmati.
Jika aparat
penyelenggara negara seperti KPU dan Bawaslu saja sudah rabun etika dan masa
depan, lalu bagaimana mungkin Pemilu 2014 akan berjalan dengan jujur dan adil?
Bukankah kita juga sudah menyaksikan
kekisruhan terjadi silih berganti dalam penentuan siapa peserta Pemilu 2014? Mulai dari pengumuman partai yang lolos seleksi sampai pelanggaran etika yang dilakukan oleh anggota KPU tingkat kabupaten dan provinsi.
kekisruhan terjadi silih berganti dalam penentuan siapa peserta Pemilu 2014? Mulai dari pengumuman partai yang lolos seleksi sampai pelanggaran etika yang dilakukan oleh anggota KPU tingkat kabupaten dan provinsi.
Jika bangsa
ini—khususnya para elite aparat negara—tetap mengidap penyakit tuna amanah,
tanggung jawab, dan rabun masa depan, kehidupan berbangsa dan bernegara
benar-benar dipertaruhkan. Apabila Pemilu 2014 hanya merupakan hasil yang
semakin tidak amanah, semakin tidak jujur, semakin menguntungkan segelintir
orang, berjuta-juta rakyat pemilihlah yang akan menjadi korban.
Harapan untuk
kebangkitan Indonesia pada era pasca-Reformasi, setelah berjalan 15 tahun,
agaknya masih akan tertunda karena ulah segelintir orang yang tidak bertanggung
jawab. Reformasi politik yang diharapkan mampu mengibarkan perubahan nasib
anak-anak bangsa mungkin masih sulit ditemukan dalam kenyataan.
Yang ada
adalah kerusakan dan penderitaan rakyat negeri ini yang masih terus terjadi
karena ulah para elite politik dan penyelenggara negara yang tidak lagi
mengindahkan nilai-nilai luhur kebangsaan dan keindonesiaan yang bersemayam dan
dimiliki oleh bangsa ini sejak sebelum merdeka.
Kearifan
bangsa terkubur oleh kehadiran para elite politik dan penyelenggara negara yang
senantiasa berlomba dalam menumpuk kekayaan, pamer kekuasaan, dan pamer
kekuatan, yang menjadikan mereka tontonan yang sungguh-sungguh membosankan! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar