Perhitungan Harga
Karbon Aisha Shaidra : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 4
September 2023
KEGIATAN jasa lingkungan
di hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba di Kabupaten
Bungo, Jambi, terhenti sejak 2021. Namun sampai sekarang warga Bathin III
Ulu, Kabupaten Bungo, masih mendapatkan keuntungan dana hasil penjualan
karbon di hutan itu. “Dana untuk masyarakat turun berkala," kata Emmy
Primadona, Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi,
pada Selasa, 29 Agustus lalu. Bujang Raba yang dikelola
oleh masyarakat dan KKI Warsi ikut dalam pasar karbon sukarela sejak 2018.
Karbon yang tersimpan di hutan Bujang Raba, menurut Emmy, dibeli sebuah perusahaan
jasa perjalanan di Stockholm, Swedia. Perusahaan itu membeli karbon melalui
firma penjualan dan penyeimbang karbon, Zerromission. Dana dari penjualan
karbon mengalir sejak 2019, saat itu mencapai Rp 400 juta. Setahun
berikutnya, hasil yang diterima masyarakat melesat sampai Rp 1 miliar. Dana
itu digunakan untuk rehabilitasi hutan, pemasangan tanda batas hutan,
patroli, hingga pembangunan fasilitas desa dan program sosial. Penasihat KKI Warsi Rudi
Syaf mengatakan dana yang diperoleh dari jasa lingkungan masuk skema
perdagangan karbon sukarela. Artinya, orang atau perusahaan membeli kredit
karbon secara sukarela sebagai kompensasi atas emisi karbon yang dibuang dari
aktivitas mereka. Penetapan harga karbon, Rudi menjelaskan, didasari
negosiasi pembeli dengan pemilik kredit karbon. Nilainya dihitung oleh
Yayasan Plan Vivo, yang sekaligus menerbitkan sertifikat serta offset kredit. Di hutan Bujang Raba, ada
lima desa yang terlibat dalam pengelolaan hutan sosial seluas 7.000 hektare.
Rudi mengatakan, dengan basis luas kawasan itu, penerbit offset menghitung
stok karbon. Dari hitungan itu, Bujang Raba memiliki 400 ribu ton karbon yang
sudah disertifikasi untuk 10 tahun. “Jadi rata-rata ada 40 ribu ton per
tahun,” ujarnya. Karena Bujang Raba memakai skema imbal jasa lingkungan, Rudi
menambahkan, harga karbonnya hanya US$ 6 per ton. “Bergantung pada lembaga
yang akan mendukung, mereka mampu bayar berapa," tuturnya. Karena itu,
jika bursa karbon sudah beroperasi, Rudi berharap harganya bisa lebih tinggi. Penghitungan jejak karbon
juga dilakukan oleh PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo. Operator aplikasi
jasa transportasi Gojek ini menyediakan layanan serapan jejak karbon melalui
GoGreener Tree Collective sejak April tahun lalu. Menurut Tanah Sullivan,
Head of Sustainability GoTo Group, layanan ini bukan bagian dari strategi
korporasi untuk mencapai nol emisi, melainkan pilihan kepada konsumen yang
mau melakukan offset jejak karbon dari transaksi mereka di Gojek. “Minat
masyarakat mulai meningkat,” ucapnya pada Kamis, 31 Agustus lalu. Hingga Agustus lalu, sudah
ada 880 ribu pengguna Gojek yang memakai GoGreener Tree Collective dengan
biaya tambahan 7-10 persen. Tanah mengatakan, pada Agustus lalu, dana yang
terkumpul dipakai untuk menanam 235 ribu pohon dan menyerap 2.700 ton jejak
karbon. Jumlahnya dua kali lipat dana pada Januari lalu. Setiap pohon yang
ditanam, Tanah mengungkapkan, terdaftar di Sistem Registri Nasional. GoTo menghitung jejak
karbon dari setiap transaksi berdasarkan jenis layanan yang digunakan.
Misalnya, nilai kredit karbon pemakai ojek online berbeda dengan mereka yang
memesan makanan via GoFood. Untuk menghitung nilai tersebut, GoTo bekerja
sama dengan Jejak.in, yang memiliki metode kalkulasi jejak karbon berdasarkan
standar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebelum bursa karbon
beroperasi, penghitungan kredit dan offset karbon masih mengikuti mekanisme
pasar sukarela yang memakai dasar kesepakatan kedua belah pihak. Menurut
Chief Executive Officer Landscape Indonesia Agus P. Sari, penjualan karbon
melalui bursa bisa membuat transaksi lebih transparan. Bursa karbon juga bisa
membentuk harga sesuai dengan mekanisme pasar. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/169622/perhitungan-harga-karbon |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar