Polusi Udara Transisi
Energi Opini Tempo : Redaksi Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 27
Agustus 2023
BUKAN kali ini saja
Jakarta dan kota aglomerasinya dikepung udara kotor. Pada 2007, polusi udara
pernah mengepung Ibu Kota hingga pemerintah mengeluarkan kebijakan hari bebas
kendaraan bermotor. Enam belas tahun kemudian, kualitas udara kian buruk tiap
kali Indonesia masuk siklus musim kering El Niño. Korban berjatuhan. Pada
semester pertama 2023, pasien infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
berjumlah 638 ribu orang, naik 13 kali lipat dibanding pada masa pandemi
Covid-19. Karena itu, penanganan polusi membutuhkan program yang
komprehensif, terukur, dan persisten. Setelah sesumbar akan
memperketat uji emisi kendaraan bermotor—salah satu penyebab pencemaran
udara—pemerintah kini mewajibkan semua industri memakai scrubber, cairan
pemurni polutan bagi industri dan pembangkit listrik batu bara. Kedua cara
ini masih merupakan solusi temporer dan parsial. Kita perlu menengok
Tiongkok dan Jepang dalam menurunkan tingkat polusi di Beijing dan Fukuoka.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai pemerintah Cina
berhasil mengendalikan polusi ibu kota negara mereka pada 1998-2018 melalui
transisi bahan bakar batu bara menjadi gas. Pemerintah Beijing
memfokuskan penanganan polusi di empat sektor: industri, transportasi,
perumahan, dan gaya hidup penduduk. Terhadap keempatnya ada tiga tahap
penanganan yang dibagi per dekade. Mula-mula adalah
transparansi data. Pemerintah memasang alat pendeteksi polutan dan gas
beracun di sudut-sudut kota dan memajangnya di papan reklame besar. Cara ini
efektif membangun kesadaran warga kota agar peduli pada lingkungan. Kebijakan transisi energi
mewajibkan industri berhenti memakai batu bara sebagai bahan bakar.
Pemerintah menyediakan insentif pajak bagi swasta yang sigap memakai bahan
bakar ke gas dan mengubah teknologi hingga proses industri ramah lingkungan. Setelah semua pabrik tak
lagi memakai batu bara, pemerintah menyasar transportasi publik. Bus-bus
bensin berganti kendaraan listrik yang sumber energinya dari gas alam.
Pembeli kendaraan listrik diberi rabat hingga 60 persen. Beres urusan
kendaraan, pemerintah menyasar perumahan dengan mengganti bahan bakar pemanas
udara dari batu bara menjadi gas cair. Hasilnya, jumlah sulfur
dioksida (SO2) dari pembakaran batu bara industri dan perumahan penyebab ISPA
turun 97 persen setelah 20 tahun. Jumlah nitrogen oksida (NOx) dan partikel
halus (PM2.5 dan PM10) dari kendaraan bermotor turun 86 persen dan 98 persen.
Secara keseluruhan, ketika PBB mengevaluasi pengendalian pencemaran udara
Beijing pada 2018, ibu kota Cina jauh lebih segar. Strategi Fukuoka juga bisa
ditiru. Udara kota industri terbesar di Jepang sejak awal 1900-an ini pekat
oleh jelaga pabrik. Ibu-ibu yang beraliansi dengan para profesor
berdemonstrasi ke pabrik-pabrik tempat suami mereka bekerja agar manajemennya
membuat kebijakan nyata mengurangi polusi. Mereka mengeluh: cucian selalu
kotor dan anak-anak tak bersekolah karena infeksi tenggorokan. (Baca: Cara
Jepang Menurunkan Pencemaran Lingkungan) Pemerintah Fukuoka
mendengarkan protes dan mengajak swasta membuat strategi jangka panjang.
Mereka diminta mengalihkan penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan
dan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan. Pemerintah daerah dan industri
berbagi beban anggaran membangun infrastruktur energi bersih, mengeruk limbah
laut yang mematikan biota air, dan menyediakan alat-alat penyedot debu. Sementara kebijakan
menangani polusi Beijing disebut paling radikal di dunia, PBB memberikan
penghargaan kota ramah lingkungan untuk Fukuoka pada 1995. Dalam laporannya,
PBB menyebutkan kunci keberhasilan pengendalian polusi udara di dua kota itu
adalah kolaborasi pemerintah dan swasta, keterbukaan, kebijakan yang
konsisten, serta penegakan hukum kepada produsen polusi. Transisi energi fosil ke
energi terbarukan memang tak bisa cepat. Butuh biaya besar, infrastruktur,
dan teknologi untuk mendukungnya. Tanpa kemauan politik, kerja sama
pemerintah dan swasta, serta tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi, pencemaran udara akan terus terjadi bahkan menjadi-jadi. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/169577/polusi-udara-transisi-energi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar