Kepentingan Nasional
dalam Perpindahan Ibu Kota Negara
Eddy Soeparno : Wakil Ketua
Komisi VII DPR, Mahasiswa S3 Ilmu Politik UI
SINDONEWS, 23 September 2022
PADA 15
Februari 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani pengesahan
UU tentang Ibu Kota Negara (IKN). Setelah UU IKN disahkan dan dilantiknya
kepala otorita dan wakil kepala otorita, serta beberapa aturan turunan UU
tersebut selesai dibentuk dan ditandatangani Presiden Jokowi, maka Otorita
IKN Nusantara memulai tahapan-tahapan persiapan, pembangunan, dan pemindahan
IKN. Berdasarkan
kajian akademis Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), terdapat beberapa
pertimbangan utama menjadi dasar bagi pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota
Negara (IKN). Pertama, beban Jakarta yang sudah terlalu berat sebagai pusat
pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat
jasa, sehingga terjadi penurunan daya lingkungan dan besarnya kerugian
ekonomi. Kedua, krisis
ketersediaan air di DKI Jakarta dan Pulau Jawa. Ketiga, beban Pulau Jawa yang
semakin berat dengan penduduk 150 juta (54%) dari total penduduk Indonesia,
dan 58% Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa.
Keempat, beban Pulau Jawa sebagai sumber ketahanan pangan akan semakin berat
bila IKN terdapat di Pulau Jawa. Lebih lanjut,
kajian akademis Bappenas memilih Kalimantan Timur dengan berbagai
pertimbangan. Pertama, Kalimantan Timur memiliki risiko bencana yang minimal
dari sisi banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran, gunung berapi, maupun tanah
longsor. Kedua,
Provinsi Kalimantan Timur terletak di tengah wilayah Indonesia yang memenuhi
perimeter pertahanan dan keamanan. Ketiga, Lokasi Kabupaten Penajam Paser
Utara dan Kutai Kartanegara berdekatan dengan wilayah perkotaan yang
berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda. Keempat,
Kalimantan Timur memiliki infrastruktur yang relatif lengkap. Kelima, Pada
dua kabupaten tersebut tersedia lahan 180 ribu hektar. Keenam,
Tersedia lahan luas milik pemerintah/BUMN Perkebunan untuk mengurangi biaya
investasi. Ketujuh, Potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka
terhadap pendatang serta memiliki dampak negatif minimal terhadap komunitas
lokal. Sejumlah Penolakan Masyarakat Perlu disadari
terdapat sejumlah penolakan dari berbagai lapisan masyarakat terkait rencana
pemindahan Ibu Kota Negara tersebut. Misalnya. terdapat sejumlah gugatan dari
masyarakat tentang UU No 3/2022 ke Mahkamah Konstitusi yang dianggap memiliki
kecacatan secara formil dan materiil. Lalu, berbagai lapisan masyarakat
peduli lingkungan menilai bahwa terdapat potensi kerusakan lingkungan,
seperti ancaman terhadap tata air, risiko perubahan iklim, ancaman terhadap
flora dan fauna, serta ancaman terhadap pencemaran lingkungan hidup. Selanjutnya
beberapa elemen masyarakat juga menilai bahwa target pemindahan ibu kota pada
2024 akan menyebabkan kontraksi yang cukup berat dari sisi Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pemindahan tersebut dianggap kurang memiliki
timing yang tepat ketika masih banyak permasalahan nasional yang dianggap
lebih penting. Berdasarkan
berbagai penelitian persepsi publik dan sentimen masyarakat, terdapat
sejumlah penolakan dan pandangan negatif terhadap terkait pemindahan IKN. Misalnya,
Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia (APSSI) merilis survei yang
menjelaskan bahwa terdapat 48,2% masyarakat meminta Pemindahan IKN ditunda. Menyelaraskan Kepentingan Nasional dalam Perpindahan IKN Stephen
Krasner dalam bukunya Defendingthe National Interest menjelaskan pada
dasarnya negara dapat menentukan kepentingan nasionalnya sendiri. Segala
sesuatu ketetapan negara yang dibuat oleh para pengambil kebijakan negara dan
dianggap selaras dengan kepentingan umum. Hal tersebut
mengimplikasikan negara sebagai organisasi otonom yang memiliki kehendak
sendiri untuk menentukan kepentingan nasionalnya. Lebih lanjut, hal tersebut
juga mengimplikasikan gagasan kepentingan nasional yang dibuat negara
memiliki potensi berseberangan dengan pendapat atau kemauan publik. Namun, berbeda
dengan Krasner, Evans, Rueschemeyer, &Skocpol dalam bukunya yang berjudul
Bringingthe State Back In. Di situ dijelaskan terdapat kecenderungan negara
mengarahkan kepentingan nasionalnya untuk pembangunan ekonomi dan melakukan
redistribusi sosial. Dalam konteks
itu, kebijakan perpindahan IKN Indonesia dapat dipandang sebagai kepentingan
nasional untuk pembangunan ekonomi dan redistribusi sosial. Hal ini selaras
dengan gagasan perpindahan IKN untuk mengatasi permasalahan di Jakarta,
pemerataan pembangunan nasional, penguatan identitas kebangsaan, dan masalah
pertahanan negara. Namun, bukan
berarti otonomi negara untuk menentukan sendiri kepentingan nasionalnya
bersifat tidak terbatas. Otonomi negara dalam mengejar kepentingan
nasionalnya harus memperhatikan legitimasi dan masukan masyarakat agar
kepentingan nasionalnya benar-benar selaras. Batasan
legitimasi dan persetujuan masyarakat sangat penting untuk memastikan
keberlanjutan negara. Misalnya, walaupun kebijakan perpindahan IKN dapat
dipandang sebagai otonomi negara untuk kepentingan nasionalnya,
kritikmasyarakat harus tetap diakomodasi dan diselaraskan dengan rencana dan
tahapan pembangunan IKN Nusantara Oleh karena
itu, ulasan ini merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk terus melakukan
sosialisasi dan hearing serta diskusi publik kepada berbagai elemen
masyarakat terkait perpindahan IKN. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi
berbagai masukan serta memastikan adanya keselarasan kepentingan umum antara
negara dan masyarakat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar