Fungsi dan Peranan
Hukum di Era Globalisasi
Romli Atmasasmita : Guru Besar
Emeritus Universitas Padjadjaran
SINDONEWS, 24 September 2022
PERISTIWA
hukum di Indonesia terutama sejak era Reformasi mengalami pasang surut yang
masih jauh dari tujuan mencapai keadilan yang dirasakan sejak di tahap
pertama sampai dengan tahap peradilan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Selain
peristiwa tersebut, perkembangan hukum semakin terasa cepat sejalan dengan
perkembangan globalisasi di mana kesiapan setiap negara berhubungan dengan
negara lain dalam berbagai bidang kehidupan terasa semakin memburu di mana
kepentingan perlindungan hak setiap warga negara dan orang asing semakin
diperlukan perhatiannya. Masalah serius
yang dirasakan masyarakat dan juga pemangku kepentingan orang asing di
Indonesia adalah kepastian hukum dan jaminan perlindungan hak dan kepentingan
warga negara dan orang asing yang belum maksimal terlindungi. Di era
globalisasi saat ini setiap negara, suka atau tidak, harus melakukan
penyesuaian atau harmonisasi dengan ketentuan hukum internasional, baik dalam
bidang perekonomian, khususnya perdagangan internasional, maupun dalam bidang
pencegahan dan penegakan hukum. Harmonisasi
hukum menjadi penting untuk mencegah dualisme hukum dalam implementasi hukum.
Satu di antara masalah serius dan tampaknya bersifat permanen adalah
ketidakpastian hukum yang sangat merugikan pencari keadilan, apakah ia warga
negara atau orang asing. Contoh sengketa tanah baik perkotaan maupun
desa-desa. Penerapan hak milik, hak pakai, hak guna usaha, dan hak guna
bangunan sekalipun sering terjadi pemilik sah atau pengguna hak atas tanah
mengalami depresi karena hak atas tanah yang dimiliki ternyata mengandung
cacat hukum sejak proses perolehan haknya. Penyebab dari
masalah hak atas tanah tersebut juga karena dibiarkannya kelompok orang yang
menamakan dirinya calo tanah atau dalam perkembangannya kini menjadi suatu
“mafia tanah”. Fungsi hukum
semula yang mengatur hak dan kewajiban setiap pemangku kepentingan berubah
menjalankan fungsi represif yang diharapkan dapat memaksa kepatuhan pemangku
kepentingan terhadap perlindungan hak atas tanah dan setiap orang yang
terlibat di dalamnya. Selain kedua
fungsi hukum tersebut, masalah kekinian yang muncul adalah kepatuhan
masyarakat terhadap hukum semakin melemah, bukan menguat. Dalam keadaan putus
harapan terhadap kekuatan hukum untuk menjerakan pelanggar hukum, muncul
fungsi hukum ketiga, yaitu bagaimana hukum dapat menyelesaikan masalah tanpa
masalah dan dapat menciptakan perdamaian antara pihak-pihak yang terlibat
dalam masalah hukum atau dikenal dengan fungsi restoratif, restorative
justice. Fungsi hukum
terakhir tampaknya selaras dengan filosofi bangsa Indonesia, Pancasila yang
berintikan musyawarah dan mufakat dalam semangat kebersamaan (kolektivitas).
Semangat ini sering dipertentangkan dengan semangat ke-aku-an atau
indvidualisme yang menjadi filosofi masyarakat Barat. Namun yang
terjadi kini dalam masyarakat Indonesia, bagaimana semangat kebersamaan dapat
terus dipelihara di dalam kenyataan kehidupan semangat ke-aku-an. Apakah
mungkin? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu kita dalami bersama teori
harmonisasi dan transplantasi hukum yang cocok di era globalisasi. Pola
pendekatan masa kolonial lebih fokus pada mempertahankan kekuasaan pemerintah
kolonial dengan menekan kekuatan sosial kaum pribumi. Akan tetapi di
era globalisasi pascaperang dingin, pola pendekatan era demokratisasi dan hak
asasi manusia (HAM), kekuatan sosial diajak bersama-sama ikut membangun
sistem hukum nasional yang cocok dengan nilai budaya Indonesia, bersumber
pada falsafah Pancasila serta adaptif terhadap perkembangan demokrasi modern
yang bersumber pada filosofi individualisme. Transplantasi
hukum adalah pola pendekatan dengan metode perbandingan yang bersifat
akomodatif terhadap perubahan global yang diharapkan dapat membangun
kesadaran hukum masyarakat sebagai bagian integral dari masyarakat dunia.
Alan Watson dalam karya Legal Transplant,1993, 2nd edition meragukan bahwa
perbandingan hukum merupakan metode analisis yang tepat untuk memperoleh
gambaran utuh dari satu objek yang sama antara dua atau lebih sistem hukum. Di dalam hal
transplantasi hukum perlu juga dipertimbangkan nilai-nilai politik, moral,
sosial, dan ekonomi yang terjadi dari dan di dalam dua sistem sosial yang
berbeda dan diragukan bahwa masalah hukum dalam kedua sistem hukum merupakan
masalah yang sama kecuali dalam hal yang bersifat teknis. Merujuk pada
pendapat Watson jelas bahwa seapik-apiknya metode perbandingan hukum tidak
akan menghasilkan akurasi hasil yang objektif jika tidak mempertimbangkan
nilai-nilai tersebut. Namun
implementasi transplantasi hukum dalam situasi globalisasi saat ini dengan
metode perbandingan hukum masih tetap diperlukan dengan tujuan menempatkan
fungsi dan peranan hukum yang terarah dan fokus menempatkan hukum sebagai
tempat yang layak untuk didiami umat manusia. Fungsi dan peranan hukum yang
tepat tersebut jika hukum difungsikan dan diperankan di depan memberikan arah
politik negara mencapai cita-cita Indonesia merdeka, yaitu masyarakat yang
damai, adil, dan sejahtera. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar