Mengapa Kematian
Ganjil Brigadir Yosua Mesti Diungkap Opini Tempo : Redaktur Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 23
Juli
2022
PERIHAL pelbagai
kejanggalan di balik kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, orang
Melayu punya pepatah: tak ada busuk yang tak berbau. Disebutkan tewas di
rumah atasannya, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (nonaktif) Kepolisian
Negara Republik Indonesia Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, penyebab kematiannya
berselimut drama tak lucu. Disebut-sebut Yosua tewas
setelah tembak-menembak dengan ajudan Ferdy, Bhayangkara Dua Richard Eliezer
Pudihang Lumiu, peristiwa itu baru dibuka ke publik tiga hari setelah
kejadian. Kamera pengawas di lingkungan rukun tetangga kediaman Ferdy di
kompleks petinggi Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, disebut mati dan
dekodernya disita secara ilegal. Jenazah Yosua diautopsi dengan persetujuan
keluarga yang dimintakan belakangan. Diantar ke rumah orang tuanya di Jambi,
jasad Yosua tak boleh dibuka meski akhirnya ditunjukkan seadanya. Seperti ikan busuk, makin
ditutupi makin kuat bau meruap. Cerita Divisi Hubungan Masyarakat Polri bahwa
Yosua terbunuh setelah mencoba melecehkan istri Ferdy—yang memancing sigap
Bharada Richard Eliezer dengan tembakan—mirip ungkapan pelawak Asmuni: “hil
yang mustahal”. Teori sosial sederhana
menjelaskan bahwa kekerasan seksual hanya terjadi jika ada ketimpangan kuasa
antara pelaku dan korban: atasan kepada bawahan, guru kepada murid, orang
dewasa kepada anak-anak. Seorang sopir hampir mustahil melecehkan majikan
dengan kekuasaan lebih tinggi, apalagi hal itu diperbuat di rumah sang
atasan. Sulit ditampik: skenario buruk kematian Yosua tampaknya disusun oleh
mereka yang panik dan hilang pikiran. Tanpa penjelasan masuk
akal dan memadai, yang muncul adalah spekulasi. Kejanggalan skenario
pelecehan seksual memberi petunjuk ke arah lain: hubungan asmara. Luka lebam,
rahang yang bergeser, dan jari tangan korban yang hampir putus merupakan
petunjuk adanya penyiksaan, bukan akibat baku tembak. Spekulasi makin menjadi
karena Kepolisian selama ini merupakan institusi yang jadi sorotan. Di tengah
pelbagai ketidakpercayaan publik, berbagai bumbu dan analisis berhamburan
tanpa bisa dikendalikan dan dipastikan kebenarannya. Kepala Kepolisian RI
Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim pencari fakta untuk
mengusut perkara ini. Kapolri juga telah menonaktifkan Ferdy Sambo serta
memberhentikan Kepala Biro Pengamanan Internal, bawahan Ferdy, dan Kepala
Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan. Polri juga telah menyetujui
autopsi ulang terhadap jenazah korban oleh dokter forensik dari Tentara
Nasional Indonesia dan rumah sakit swasta. Ditemukannya rekaman kamera
keamanan di rumah Ferdy Sambo diharapkan dapat membuat perkara ini menjadi
terang. Langkah terbuka ini sudah
sepatutnya dilakukan kepolisian. Apalagi telah muncul pula desas-desus bahwa
Ferdy memegang banyak rahasia, termasuk penggunaan dana gelap untuk kebutuhan
segelintir petinggi kepolisian—dan karenanya dilindungi. Tanpa pengusutan
secara transparan, spekulasi semacam itu seolah-olah memperoleh pembenaran. Tak ada alasan bagi
Jenderal Listyo Sigit untuk menunda apalagi menutup-nutupi kasus ini.
Permintaan masyarakat, pejabat, politikus bahkan presiden agar kasus ini
dibongkar hendaknya tak membuatnya ragu. Jenderal Sigit semestinya tidak
punya beban untuk segera menuntaskan penyidikan dan membawa mereka yang
bersalah ke pengadilan. Mula-mula tentulah
penyidikan yang saintifik. Ini sebenarnya bukan perkara sulit. Autopsi ulang
terhadap jenazah Yosua akan memastikan penyebab kematian. Analisis proyektil
dan lubang di tubuh korban dapat memastikan arah tembakan—benarkah datang
dari atas, posisi Bharada Richard yang datang dari loteng, seperti disampaikan
polisi sebelumnya. Interogasi terpisah
terhadap Ferdy, istrinya, Bharada Richard, dan orang lain di tempat kejadian
perkara dapat memisahkan fakta dan rekayasa. Pemeriksaan kamera pengawas
dapat memastikan keluar-masuk mobil dan orang di lokasi kejadian. Pemeriksaan telepon
seluler serta rekaman telepon Richard, Ferdy, dan istrinya, termasuk aplikasi
PeduliLindungi di ponsel Ferdy, dapat memastikan benarkah ia tak di lokasi
pada hari kejadian. Pengecekan terinci dapat memastikan benarkah ada lokasi
lain tempat Yosua tewas. Semua yang terlibat dalam
kematian Yosua harus diusut dan dibawa ke pengadilan umum. Mereka yang
terlibat dalam menyusun kebohongan dan menghalang-halangi penyidikan juga
harus diadili. Ferdy Sambo harus disidik. Bahkan, jikapun tidak terlibat
dalam kematian Yosua, dia patut dipersoalkan karena tak melaporkan pembunuhan
di rumahnya. Penyidikan yang serius tak
hanya memberikan keadilan kepada keluarga korban, tapi juga mengembalikan
kepercayaan publik kepada Polri—satu-satunya institusi yang diberi wewenang
menjaga keamanan publik di republik ini. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/166488/mengapa-kematian-ganjil-brigadir-yosua-mesti-diungkap |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar