Refleksi
76 Tahun Indonesia: Relasi Infrastruktur-Eksistensi Bangsa Pradikta Andi Alvat ; Pemenang Lomba Karya Tulis PUPR Kategori
Umum |
DETIKNEWS, 21
Agustus 2021
Pada 17
Agustus 2021, Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-76. Secara fakta
historis, Indonesia merdeka baik secara de facto maupun de jure pada 17
Agustus 1945. Kemerdekaan bangsa Indonesia memiliki nilai penting. Pertama,
sebagai momentum kebebasan dari belenggu penjajahan. Kedua, menjadi momentum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan fundamental bangsa sebagaimana tertuang dalam
pembukaan UUD alinea IV: melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
melaksanakan ketertiban dunia. Inilah yang disebut kemerdekaan substantif. Konkretnya,
kemerdekaan secara fisik yang diraih Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
merupakan pembuka sekaligus jembatan emas untuk mewujudkan kemerdekaan
substantif. Dalam ranah praksis, pemenuhan kemerdekaan substantif sendiri
memerlukan implementasi-implementasi teknis dalam rangka memperkuat modal
sosio-nasionalisme kita, yakni eksistensi dan sinergi rakyat. Simplifikasinya,
implementasi-implementasi teknis (dalam rangka mewujudkan kemerdekaan
substantif) harus memiliki relasi erat dengan dimensi eksistensi bangsa dan
sinergi rakyat. Contohnya adalah perihal pembangunan infrastruktur. Ini
menjadi bagian strategis yang memiliki implikasi terhadap relasi dan
eksistensi bangsa Indonesia. Infrastruktur tidak hanya sekadar menyangkut
aspek ekonomi dan perhubungan semata, melainkan memiliki akses yang luas bagi
dimensi kebangsaan kita. Mengenal Infrastruktur Menurut
Gregory Mankiw (2003), infrastruktur diartikan sebagai public capital yang
terdiri atas jalan umum, jembatan, sistem sanitasi, dan lainnya sebagai
investasi pemerintah. Kemudian menurut Robert J. Kodoatie (2010),
infrastruktur diartikan sebagai sistem yang bisa mendukung sistem sosial dan
sistem ekonomi dalam suatu sistem lingkungan sebagai dasar pengambilan
kebijakan. Secara
karakteristik, infrastruktur dibedakan menjadi infrastruktur fisik dan
non-fisik yang kemudian berderivasi menjadi 3 jenis infrastruktur. Pertama,
infrastruktur keras. Ini merupakan jenis infrastruktur yang membentuk sistem
fisik guna mendorong tumbuhnya industri modern. Contohnya jalan raya,
jembatan, pelabuhan, bandara dan lain-lain. Kedua,
infrastruktur keras non-fisik. Ini merupakan jenis infrastruktur yang
berfungsi untuk mendukung sarana dan prasarana umum guna memperlancar
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Contohnya penyediaan listrik,
jaringan telekomunikasi, pengadaan air bersih, dan lain-lain. Ketiga,
infrastruktur lunak. Ini merupakan infrastruktur penunjang bagi kegiatan sosial
dan ekonomi yang tidak terlihat secara fisik. Contohnya pembangunan sumber
daya manusia, pelayanan publik yang baik, kelengkapan peraturan, sistem
pendidikan dan lain-lain. Selanjutnya,
infrastruktur terdiri dan terbagi atas 3 komponen. Pertama, infrastruktur
yang memiliki input, yakni berfokus untuk memberikan dampak bagi kehidupan
sosial-ekonomi masyarakat, misalnya pasokan listrik dan air bersih. Kedua,
infrastruktur yang mengambil output yakni berfokus mengambil output dari
hasil aktivitas masyarakat. Misalnya sistem sanitasi, drainase, dan sistem
pembuangan sampah. Ketiga, komponen infrastruktur gabungan. Ini adalah fokus
untuk memberi serta mengambil dari aktivitas masyarakat. Misalnya tagihan
jaringan telekomunikasi, fasilitas jalan tol. Prasyarat dan Realitas Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Untuk
mendukung optimalisasi kehidupan masyarakat dan terwujudnya tujuan-tujuan
fundamental bangsa. Infrastruktur di Indonesia pun harus memenuhi prasyarat,
yakni kualitas, kuantitas, dan pemerataan. Secara kualitas harus baik, secara
kuantitas harus proporsional, dan secara pemerataan harus merata, jangan ada
kesenjangan. Hal inilah
yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Jokowi di mana pembangunan
infrastruktur harus memperhatikan aspek kualitas, kuantitas, dan pemerataan.
Ini menjadi fokus Jokowi lantaran melihat kondisi pembangunan infrastruktur
di Indonesia masih terjadi kesenjangan antara Jawa dan non-Jawa. Oleh karena
itu, Jokowi pun menggenjot pembangunan infrastruktur di Sumatera, Sulawesi,
dan Papua. Menurut data
dari Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi, periode pertama
masa pemerintahan Jokowi (2014-2019), berfokus pada pemerataan pembangunan
infrastruktur. Di antaranya pembangunan tol trans Papua, pembangunan jalan
kereta api trans Sulawesi sejauh 145 KM dari Pare-Pare hingga Makassar,
pembangunan jalan tol Manado-Bitung di Sulawesi Utara. Total alokasi anggaran
dari Proyek Strategis Nasional untuk Sulawesi sebesar Rp 307 triliun untuk 27
proyek, Sumatera sebesar Rp 545 triliun untuk 53 proyek, dan Papua sebesar Rp
464 triliun untuk 12 proyek. Relasi Infrastruktur dan Eksistensi Bangsa Kualitas,
kuantitas, dan pemerataan pembangunan infrastruktur memiliki banyak fungsi
dan implikasi penting bagi eksistensi sebuah bangsa. Dalam hal ini akan
dilihat beragam fungsi dan implikasi infrastruktur bagi spektrum dimensi
kebangsaan Indonesia secara luas. Pertama,
mempermudah investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur yang
merata dan berkualitas akan memiliki dampak terhadap aspek investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Implikasi dari pada pemerataan infrastruktur di era
pemerintahan Jokowi, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di
triwulan II tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai angka
7,07 persen. Pertumbuhan ekonomi sendiri menjadi aspek fundamental bagi
eksistensi sebuah bangsa dalam percaturan global. Kedua,
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Pembangunan infrastruktur lunak akan
memiliki implikasi terhadap pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia yang
merupakan indikator komposit untuk mengukur capaian pembangunan kualitas
hidup manusia. Menurut data BPS, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia selalu
mengalami kenaikan dalam kurun 10 tahun terakhir. Selain itu, kesenjangan IDM
di Indonesia barat dan Indonesia timur dalam 10 tahun terakhir juga
menunjukkan penurunan berarti. Kualitas hidup manusia sendiri merupakan
dimensi penting bagi substansi konstitusi (UUD) dan eksistensi bangsa. Ketiga, medium
nasionalisme. Pembangunan infrastruktur lunak yang berorientasi pada
pembangunan karakter kebangsaan dan pembangunan infrastruktur keras yang
mencerminkan identitas kebangsaan akan bertransformasi sebagai medium untuk
memperkuat rasa nasionalisme. Misalnya pembangunan Stadion Gelora Bung Karno
yang menjadi simbol tumbuhnya rasa patriotisme dan nasionalisme khususnya
saat Timnas sepakbola berlaga. Keempat,
kebanggaan terhadap Tanah Air. Pembangunan infrastruktur yang bersifat khas
Indonesia, canggih, dan unik akan dapat memupuk rasa kebanggaan terhadap
Tanah Air. Misalnya pembangunan jembatan Suramadu dan jalan tol di atas laut
Bali merupakan wujud relasi pembangunan infrastruktur dan internalisasi rasa
kebanggaan terhadap tanah air. Kelima, jati
diri dan pemersatu bangsa. Pembangunan infrastruktur juga bisa menjadi
ekspresi jati diri dan pemersatu bangsa. Misalnya terkait pembangunan
infrastruktur yang bersifat khas kedaerahan. Contohnya: Bandara Minangkabau,
Bandara Kualanamu, hingga Bandara Toraja. Akomodasi kebudayaan khas daerah
dalam pembangunan infrastruktur akan dapat menjadi ekspresi jati diri
sekaligus menjadi pemersatu bangsa. Terakhir,
momentum 76 tahun kemerdekaan Indonesia harus menjadi momentum refleksi bagi
eksistensi kebangsaan kita ke depan sebagai modal sosio-nasionalisme untuk
mewujudkan tujuan-tujuan fundamental sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD
alinea IV. Dalam hal ini, menelaah peran dan fungsi strategis infrastruktur
dalam relasinya dengan eksistensi bangsa menjadi urgensi penting. Mengingat,
kemajuan dan eksistensi bangsa akan sine a quanon dengan pembangunan dan
pemerataan infrastruktur yang memadai. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar