PPKM
dan "Zombienomics" Ahmad Fadhli ; Peminat Behavioral Economics, Direktur Riset
Voxpol Center |
DETIKNEWS, 2 Agustus 2021
Ketika
mendengar kata zombie, ada dua hal yang selalu menghantui pikiran saya.
Pertama, lagu rock alternative dari grup band The Cranberries (1993) dengan
vokalisnya Dolores O'Riordan yang memiliki suara khas, yang tewas tenggelam
dalam bak mandi hotel di Kota London (2018) --sungguh nahas seperti zombie. Kedua,
film box office di Amerika yang disutradarai oleh Ruben Fleischer berjudul
Zombieland (2009) yang menceritakan seluruh dunia mengalami serangan penyakit
sapi gila, sehingga menyebabkan berubahnya para manusia menjadi zombie. Kondisi
perekonomian Indonesia akibat kebijakan PPKM hampir mirip cerita zombie (baik
di lagu maupun di film). Para ekonom bermazhab behavioral economics menggambarkan kondisi ini sebagai Zombie
Economics (Zombienomics). Ada dua ciri khas yang menggambarkan kondisi Zombienomics. Pertama, aktor-aktor
ekonomi sudah tidak dapat lagi menjalankan segala aktivitas ekonominya.
Kedua, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sesungguhnya sudah tidak
relevan lagi, namun masih tetap dipertahankan. Dalam
kondisi Zombienomics seluruh stakeholders merasakan dampaknya, mulai dari
pengusaha besar hingga pedagang kaki lima. Akibatnya sangat buruk bagi
kondisi income perusahaan dan juga rumah tangga. Bank Dunia dalam laporan
World Bank Country Classifications by Income Level 2021-2022 menunjukkan bahwa
Indonesia kembali masuk pada kategori negara berpendapatan menengah ke bawah
(Lower Middle-Income Country). Terbukti bahwa pendapatan per kapita Indonesia
turun dari US$ 4.050 pada 2019 menjadi US$ 3.870 pada 2020. Hal
ini menjadi tidak terelakkan selama setahun lebih masa pandemi Covid-19,
kemudian ditambah dengan kebijakan PPKM Darurat yang berganti nama menjadi
PPKM Level 1-4 (sebelumnya PSBB). Seolah-olah pemerintah ingin menghindar
dari tanggung jawab besar untuk memberi makan rakyatnya. Kebijakan ini sangat
dilematis; di satu sisi rakyat yang tidak patuh akan kebijakan PPKM dikenakan
denda dan pidana dengan menerapkan UU Karantina Wilayah, namun di lain sisi
pemerintah tidak mau mengambil tanggung jawab berdasarkan amanat UU tersebut.
Bahkan terkesan menghindar dengan bergonta-ganti istilah kebijakan. Walau
kondisi negara sedang sekarat, namun rakyat berusaha untuk selalu
"positive thinking". Semoga kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah di tengah pandemi ini adalah sebuah iatrogenic. Berdasarkan
istilah kedokteran iatrogenic adalah penyakit yang disebabkan oleh kesalahan
diagnosis, komplikasi, kealpaan, dan kadang-kadang akibat kekeliruan pribadi
dari sang dokter. Jika terus-menerus keliru dalam membuat kebijakan, maka
akan sangat berbahaya bagi pemerintah karena level of trust rakyat akan
semakin rendah. Pada
akhirnya, rakyat hanya bisa berharap kepada sesama rakyat. Stephan Meier,
ekonom behavioral economist dari The Fed mengatakan bahwa membantu sesama itu
penting bukan saja untuk orang yang kita bantu, namun juga untuk diri kita
sendiri. Penelitian ini juga didukung oleh Profesor Mark Synder dari
University of Minnesota dan Lynn Alden dari University of British Columbia
yang menunjukkan bahwa menolong orang lain bisa meningkatkan jati diri dan
meningkatkan sikap positif terhadap suatu masalah, selain meningkatkan sense
of belonging. Lynn
bahkan menunjukkan tindakan sederhana seperti membelikan secangkir kopi atau
mentraktir makan siang orang lain bisa meningkatkan mood positif pada diri
sendiri di kemudian hari. Hal ini sangat bertentangan dengan philosophy of
feeling lost yang sering dipahami sebagian para penganut paham ekonomi
konvensional. Seorang
pemenang Nobel Perdamaian tahun 1952 yang sekaligus juga seorang polymath
(dokter, filsuf, musisi, penulis, petugas kemanusian, dan berbagai profesi
lainnya yang tidak linier) Albert Schweitzer dalam tulisannya mengatakan, "The only ones among you who will be
really happy are those who have sought and found how to serve." --Di
antara kamu yang benar-benar bahagia adalah mereka yang mencari dan menemukan
bagaimana melayani. Di
tengah kondisi Zombienomics, kebijakan pemerintah lebih banyak berdampak
unhappiness bagi rakyat. Oleh sebab itu diperlukan sebuah willingness untuk
saling menolong antarsesama rakyat (rakyat bantu rakyat). Seperti sebuah
pepatah Roma yang menegaskan bahwa un assist per il futuro --pertolongan
untuk masa depan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar