Perpres
Danau Merancukan Status Danau Toba Jannus TH Siahaan ; Pengamat Sosial dan Lingkungan |
DETIKNEWS, 22
Agustus 2021
Demi
memprioritaskan sektor pariwisata, Presiden Joko Widodo akhirnya
menandatangani Perpres No. 60 tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas
Nasional atau dikenal dengan istilah Perpres Danau. Sebagaimana biasanya,
Jokowi mempercayakan implementasi Perpres yang diundangkan pada 30 Juni 2021
tersebut kepada Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi. Melalui
Perpres tersebut, secara ideal pemerintah berniat menginisiasi penyelamatan
danau prioritas nasional merujuk pada arah kebijakan untuk mencegah dan
menanggulangi kerusakan ekosistem danau prioritas nasional. Pemerintah juga
bermaksud memulihkan fungsi dan memelihara ekosistem danau prioritas nasional
serta memanfaatkan danau prioritas nasional dengan tetap memperhatikan
kondisi dan fungsinya secara berkelanjutan. Secara teknis,
untuk Danau Toba, misalnya, kehadiran Perpres Danau mengharuskan pengusaha
besar KJA - industri (Keramba Jaring Apung) di Danau Toba untuk mendadak
mengerem produksi lebih dari setengah, yang berkemungkinan besar akan menjadi
pukulan telak bagi perusahaan. Padahal,
sebenarnya KJA dengan kategori industri hanya sekitar 20% yang eksis di Danau
Toba ( milik PT Aqua Farm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka Group Japfa).
Sementara mayoritas KJA yang berjumlah sekitar 14.000 KJA adalah milik
masyarakat. Artinya, kebijakan ini lebih berpeluang menekan perekonomian
daerah, mata pencarian masyarakat, dan mengancam ribuan tenaga kerja yang
terkait dengan usaha KJA yang dikelola industri dan masyarakat di daerah. Karena itu,
Pemerintah perlu berhati-hati dan harus benar-benar mengkaji ulang secara
teliti dan komprehensif persoalan kategoris Danau dan persoalan faktual yang
ada di lapangan. Pemerintah perlu memberi solusi yang tepat untuk menangani
permasalahan tersebut agar tidak berbalik arah yang justru menimbulkan
persoalan baru. Selain itu,
kehadiran Perpres tersebut juga secara mendadak akan mengaburkan status danau
Toba. Tidak jelas apakah Perpres 60/2021 memperlakukan Danau Toba sebagai
Danau Mezotrophic atau Danau Oligotrophic. Semua kebijakan ekonomi di daerah
selama ini memperlakukan Danau Toba sebagai Mezotrophic. Karena itu berbagai
aktifitas ekonomi korporasi dan rumah tangga dalam batas wajar masih
diperbolehkan. Dan atas
status itu pula Danau Toba selama ini dipandang oleh pelaku usaha KJA sebagai
danau yang layak untuk berbisnis. Nah, jika Perpres mengharuskan para
pengusaha KJA untuk mengurangi produksi setengah dari yang dihasilkan hari
ini, atas nama lingkungan atau atas nama peralihan prioritas ke sektor
pariwisata, pemerintah sebenarnya tidak benar-benar ingin menyelamatkan Danau
Toba dalam pengertian yang sebenarnya. Mengapa?
Pertama, jika pemerintah ingin mengubah status Danau Toba dari Mezotrophic ke
Oligotrophic, maka semua aktifitas di Danau Toba harus dihentikan,
pemukiman-pemukiman penduduk dan usaha-usaha pariwisata juga harus dijauhkan
dari danau. Danau
oligotrophic memiliki komposisi nutrisi yang sangat sedikit. Dengan kata
lain, kadar Nitrogen dan Fosfor di danau sangat rendah, sementara itu airnya
sangat teroksigenasi alias tingkat oksigen air relatif tinggi. Karena itu
danau oligotrophic harus terbebas dari aktifitas bisnis dan pemukiman. Secara
teoritik, air dasar danau oligotrophic menyulitkan kelangsungan hidup
sebagian besar organisme akuatik karena suhunya yang sangat rendah. Kandungan
ganggangnya juga sangat rendah karena tidak memiliki kondisi nutrisi yang
memadai. Walhasil,
proses dekomposisi di danau oligotrophic sangat lambat lantaran jumlah
dekomposernya dan ketersediaan nutrisinya lebih sedikit. Danau tipe ini mengindikasikan
tingkat polusi rendah dan minimnya limpasan permukaan danau yang mengandung
bahan kimia. Sementara
danau mezotrophic dan eutrofik adalah danau yang memiliki pertumbuhan alga
yang sangat tinggi karena kandungan nutrisi yang tinggi, dengan kandungan
Nitrogen dan Fosfor yang juga tinggi. Karena itu, danau jenis ini mendukung
peningkatan pertumbuhan berbagai bentuk alga seperti Chlorella dan Spirulina. Pemerintah
daerah, pengusaha, dan masyarakat setempat memandang Danau Toba dalam
perspektif ini. Perspektif ini mirip dengan kearifan lokal yang tumbuh dan
berkembang secara bijaksana di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah
semestinya menggunakan perspektif yang sama sebagai pertimbangan dasar dalam
mengeluarkan Perpres Danau. Kedua, untuk menuju
itu, pemerintah tidak saja harus menghentikan usaha KJA dan menjauhkan
aktifitas masyarakat dan rumah tangga serta industri perhotelan dari danau,
tapi juga harus membatalkan rencana strategis menjadikan Danau Toba sebagai
kawasan pariwisata prioritas nasional. Niat
pemerintah ingin menggusur usaha KJA dan menggantinya dengan sektor
pariwisata, sebenarnya tidak menjadi jaminan bahwa pemerintah akan
menyelamatkan Danau Toba sebagaimana yang diharapkan Perpres Danau. Karena
sektor pariwisata pun bukanlah sektor yang terbebas dari dosa lingkungan. Pengembangan
sektor pariwisata secara massif pada ujungnya juga akan berimbas kepada
lingkungan. Limbah hotel dan penginapan, sampah-sampah wisatawan, deru mesin
kapal yang wara-wiri di danau, dan berbagai sisi danau yang akan
dikomersialisasi oleh pengusaha dan masyarakat, akan menjadi pemandangan
pengganti yang jauh lebih mengkhawatirkan. Jadi dengan
hanya membatasi usaha KJA di satu sisi, lalu memasifkan usaha pariwisata di
sisi lain, pemerintah sebenarnya sedang melakukan diskriminasi sektoral di
Danau Toba. Pemerintah tetap memperlakukan danau Toba sebagai Danau
Mezotrophic untuk sektor pariwisata, tapi di sisi lain malah seolah-seolah
memperlakukan status danau oligotrophic kepada pelaku usaha KJA. Dengan kata
lain, pemerintah harus lebih jernih dan adil dalam merumuskan Perpres Danau.
Pemerintah perlu mengelola dan menata ulang zonasi usaha KJA untuk
mengantisipasi besarnya disentif sosial ekonomi bagi dunia usaha, pemerintah
daerah dan masyarakat. Pada saat yang sama pemerintah juga merencanakan
dengan baik pengutamaan sektor pariwisata. Kombinasi
kedua hal ini adalah opsi yang paling adil dan baik bagi semua pihak.
Apalagi, usaha KJA memiliki fleksibilitas yang baik jika harus beradaptasi
dengan program prioritas nasional, pariwisata, di mana lokasi-lokasi usaha
KJA bisa dimodifikasi untuk sekaligus menjadi destinasi wisata industri
perikanan danau Dengan
menyesuaikan Perpres Danau secara arif dan adil dengan idealitas konseptual
danau dan fakta sosial ekonomi yang ada, pemerintah tidak saja memperjuangkan
kepentingan riil ekonomi masyarakat dan pelaku usaha, tapi juga telah berbuat
nyata dalam memelihara eksistensi strategis industri perikanan KJA di dalam
postur ekspor nasional beserta kontribusinya kepada perekonomian Indonesia
dan PDRB daerah yang terkait. Dan tak lupa juga kepentingan nyata 12000
tenaga kerja di Danau Toba yang terkait dengan usaha KJA. ● Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5692045/perpres-danau-merancukan-status-danau-toba |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar