Kamis, 05 Agustus 2021

 

Menyusui Bukan Hanya Tanggung Jawab Ibu

Farahdibha Tenrilemba ;  Wakil Ketua Umum Asosisasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI); Mahasiswa S-3 Fakultas Ekologi Manusia IPB; Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia (Urindo)

KOMPAS, 5 Agustus 2021

 

 

                                                           

Keberhasilan dan kegagalan menyusui bukan karena air susu ibu tidak keluar atau ibu merasa tidak nyaman saat menyusui. Secara global, sebagian besar perempuan memilih untuk menyusui bayi mereka yang baru lahir, tetapi sayangnya banyak yang tidak dapat menyusui selama yang mereka inginkan (WABA, 2021).

 

Air susu ibu (ASI) tidak keluar dan berlangsung terus-menerus yang menjadikan ibu gagal menyusui eksklusif enam bulan, hal ini karena ibu tidak mendapatkan dukungan dari orang-orang dan pihak-pihak di sekitarnya. Beberapa contoh antara lain ketika persalinan, ibu dan bayi dipisahkan padahal keduanya dalam keadaan sehat. Bayi seharusnya diberi kesempatan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD), yaitu diletakkan di dada ibu selama 60 menit untuk menemukan payudara ibunya lalu menyusu.

 

Contoh lainnya, petugas kesehatan tidak mengajarkan cara menyusui yang tepat sehingga ibu baru kesulitan dan tidak tahu harus bagaimana. Bayi menangis pun diberi pengganti ASI tanpa persetujuan dari orangtua si bayi.

 

Ada juga ketika pulang ke rumah setelah persalinan, si bayi menjadi rewel sementara ibu masih kelelahan dan ayah tidak tahu harus membantu apa agar istrinya bisa menyusui, selain membelikan susu formula sebagai pengganti ASI.

 

Iklan dan promosi susu formula juga merajalela di seluruh media sosial,  TV, radio, platform video, platform chat, juga ditelepon oleh marketing. Bahkan, dari tempat persalinan diberikan paket dari produk pengganti ASI, serta paket promo yang tertera di hampir seluruh warung, toko, dan pasar swalayan.

 

Ketika kembali ke kantor, ibu kesulitan untuk memerah ASI karena tidak disiapkan ruangan khusus. Ibu bekerja tidak diberikan kesempatan waktu ekstra di luar istirahat jam makan siang untuk memerah ASI.

 

Cuti maternitas tiga bulan harus dibagi, sebelum dan sesudah melahirkan, sehingga praktik menyusui menjadi terhambat dan sulit mencapai menyusui eksklusif enam bulan. Sementara cuti untuk ayah dalam mendampingi istri setelah melahirkan dinilai kurang lama sehingga ayah harus kembali bekerja dan meninggalkan istrinya yang masih pemulihan setelah persalinan dan masih belajar beradaptasi dengan adanya bayi.

 

Penelitian menunjukkan, keberhasilan ibu menyusui terletak pada lingkungan di sekitarnya, yaitu keluarga, sistem kesehatan, tempat kerja, dan seluruh kebijakan yang menyelimutinya (Labbok, 2008). Elemen-elemen inilah yang merupakan kunci dari penciptaan lingkungan yang mendukung menyusui. Kita semua memiliki peran dalam memberikan dukungan dan perlindungan bagi ibu sehingga sukses menyusui. Inilah makna di balik tema Pekan Menyusui Dunia (PMD) 2021: ”Perlindungan Menyusui Tanggung Jawab Bersama”.

 

Lalu dukungan seperti apa yang bisa dilakukan dalam peran kita di masyarakat?

 

Bagi pemerintah diharapkan memperkuat regulasi dan kebijakan yang telah berlaku karena masih banyak regulasi terkait menyusui dan pemberian makan bayi anak (PMBA) tidak mengadopsi isi dari Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI yang menjadi rekomendasi global untuk penegakan perlindungan menyusui. Selain itu, regulasi dan kebijakan yang ada juga tidak disosialisasikan dan diimplementasikan secara tepat sehingga tidak mampu melindungi ibu dari bombardir iklan dan promosi produk pengganti ASI, tidak cukup kuat melindungi para ibu menyusui yang bekerja, serta tidak mampu mendorong diterapkannya 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (10 LMKM) dan Rumah Sakit Ramah Bayi pada sistem kesehatan di Indonesia.

 

Bagi sistem kesehatan diharapkan memiliki jajaran petugas kesehatan yang mengerti tentang manajemen dan konseling menyusui sehingga dapat memberikan bantuan teknis kepada seluruh ibu karena menyusui ada caranya dan cara tersebut perlu dipelajari. Selain itu, manajemen fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan selayaknya menghindari konflik kepentingan dengan berhenti menerima sponsor dari industri perusahaan pengganti ASI dan mengakhiri memberikan kesempatan pada perusahaan pengganti ASI melakukan promosi produk pengganti ASI terhadap para pasiennya. Sungguh tidak etis yang mempromosikan produk pengganti ASI adalah rumah sakit, dokter.

 

Bagi lingkungan tempat kerja diharapkan pemberi kerja, pengusaha, dan serikat pekerja menyediakan fasilitas ruangan untuk menyusui dan memerah ASI di tempat kerja yang disertai dengan pemberian kesempatan waktu di luar istirahat makan siang. Selain itu, pemberi kerja memiliki kebijakan yang memberikan keleluasaan bagi pekerja perempuannya untuk mengambil cuti yang lebih panjang setelah masa persalinan, tanpa juga lupa memberikan cuti bagi ayah yang lebih lama untuk mendampingi istrinya saat dan sesudah melahirkan.

 

Terakhir di tingkat masyarakat pada umumnya, yaitu keluarga, komunitas orangtua/kesehatan/pengasuhan, media, serta seluruh elemen masyarakat, diharapkan dapat mendukung terciptanya lingkungan yang ramah menyusui. Bagi keluarga, terutama kepada para suami, diharapkan mengedukasi diri dengan ilmu manajemen laktasi ketika istri masih mengandung sehingga terbayang bentuk dukungan seperti apa yang bisa diberikan, istri pun lebih leluasa mengomunikasikan harapan dan keinginan dari ayah kepada anaknya.

 

Media diharapkan memberikan informasi yang tepat tanpa embel-embel pesanan promosi produk pengganti ASI. Juga, seluruh elemen masyarakat bersama-sama melakukan pengawasan dan melaporkan setiap pelanggaran kode internasional pemasaran pengganti ASI yang dapat dijadikan bukti atas masifnya pengaruh dari promosi pengganti ASI yang dapat mengacaukan pengambilan keputusan orangtua dalam pemberian makan bayi/anak.

 

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Unicef, menyusui merupakan fondasi kehidupan dan sangat berkontribusi pada kesehatan jangka pendek dan panjang. ASI merupakan makanan ideal untuk bayi, aman, bersih, dan mengandung antibodi untuk melindungi dari berbagai penyakit pada anak. ASI juga mengandung energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi di bulan-bulan pertama kehidupan, dan sejak usia enam bulan, bayi memulai makan makanan pendamping ASI yang aman dan memadai sambil terus menyusu hingga dua tahun atau lebih.

 

Pandemi Covid-19 merupakan tantangan global dan menyusui berkontribusi pada penyediaan gizi yang baik dan ketahanan pangan dalam situasi normal ataupun darurat (WABA, 2021). Terdapat pedoman terbaru Kementerian Kesehatan yang disesuaikan dengan rekomendasi WHO menyepakati bahwa pelaksanaan IMD dan menyusui tetap dapat dipraktikkan tanpa memandang status Covid-19. Namun, pelaksanaan di lapangan masih banyak yang kontradiktif, yaitu dipisahkannya ibu dan bayi sehingga tidak diberikan akses untuk menyusui selama di tempat bersalin.

 

Menyusui pada ibu yang terkonfirmasi Covid-19 dapat terus berlangsung selama ibu menerapkan protokol kesehatan. Jika harus terpisah, ibu dapat memerah ASI untuk menjaga produksi dan bayi diberikan ASI perah menggunakan wadah gelas, pipet, atau sendok.

 

Jelas bahwa menyusui bukanlah menjadi tanggung jawab ibu saja, melainkan perlindungan menyusui merupakan tanggung jawab kita bersama. Selamat merayakan Pekan Menyusui Dunia 2021 dengan berperan di lingkup masing-masing. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar