Rabu, 18 Agustus 2021

 

Membaca Kembali Hoegeng, Tentang Kepemimpinan dan Integritas

Arief Sulistyanto ;  Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri

TEMPO.CO, 16 Agustus 2021

 

 

                                                           

Jenderal (Polisi)  Hoegeng Iman Santoso, Kepala Kepolisian Republik Indonesia ke-5 adalah sejarah yang indah bagi institusi kepolisian. Kepada “Pak Hoegeng” , saya dan tentunya seluruh anggota Polri di seluruh Indonesia wajib menyampaikan hormat dan rasa bangga. Tidak hanya sebagai mantan Kapolri, tapi atas jasanya meletakkan pondasi yang kuat bagi institusi kepolisian dan bangsa yaitu integritas dan kejujuran serta kesetiaan pada profesinya.

 

Secara pribadi, saya tidak mengenal secara langsung Kapolri yang menjabat dalam periode 1968-1971. Namun nama beliau, Pak Hoegeng, demikian kami para yuniornya di Polri selalu memanggil, sudah tertoreh dengan sangat rapi dalam sanubari. Saya banyak membaca biografi Pak Hoegeng, buku sejarah kepolisian dan berdiskusi dengan putra beliau. Dari banyak materi itu, saya sungguh mengagumi karakter Pak Hoegeng, baik dalam kehidupan sehari-hari bersama istri dan anak-anaknya, juga dalam pelaksanaan tugas sebagai anggota Polri. Contoh ideal yang tak pernah lapuk oleh hujan, tak lekang oleh panas.

 

Hoegeng memawarnai tatanan nilai dan karakter yang baik bagi kami para anggota Polri. Sudah tentu, tidak ada manusia yang sempurna, termasuk di dalamnya Pak Hoegeng. Namun dari riwayat Pak Hoegeng dan para Kapolri  penerusnya, kita bisa menarik pelajaran berharga. Masing-masing dari mereka mememiliki karakter kepemimpinan yang saling melengkapi satu sama lainnya. Kiprah kepemimpinan mereka menjadi referensi dalam praktik kepemimpinan di lingkungan Polri, saya sendiri membingkainya menjadi referensi berguna dalam meningkatkan kapasitas leadership.

 

Jejak sejarah Pak Hoegeng saat memimpin institusi kepolisian, secara jelas telah menempatkan fungsi serta tugas Polri dalam masyarakat dan kehidupan bernegara. Integritas institusi direpresentasikan oleh integritas pribadinya dengan memberikan suri tauladan dalam sikap dan perbuatan. Mungkin ada yang berpikir “aneh” dan “nyleneh” di kala sikap jujur dan baik itu berada dalam lingkungan yang biasa abai terhadap kejujuran dan kebenaran. Tetapi pak Hoegeng tetap “keukeuh” dengan sikapnya. Yakin dengan semua tindakannya karena didasari oleh prinsip kejujuran.  Walaupun penuh risiko dan konsekuensi yang tentu telah diperhitungkan. Baginya sikap “ikhlas” harus diwujudkan dengan perbuatan nyata bukan sekedar kata-kata.

 

Dalam mengelola organisasi Polri  yang saat itu belum sebesar sekarang ini, Pak Hoegeng telah mengarahkan insititusi ini sejak awal sebagai lembaga yang melindungi dan mengayomi masyarakat. Kolaborasi dan sinergisitas dengan Tentara Nasional Indonesia dan komponen pemerintah dalam menjalankan tugas dan kewajiban negara dilakukan dengan baik. Bahu membahu dalam melaksanakan amanat konstitusi yang sampai saat ini terus berlangsung, menjadi satu cara efektif untuk menyelesaikan masalah bangsa yang semakin berat dan kompleks.

 

Dari Pak Hoegeng, saya juga belajar tentang bagaimana kepemimpinan dan integritas sangat penting bagi kami para aparat kepolisian. Pengalaman dan tindakan nyata yang dipraktikkan Pak Hoegeng banyak menginspirasi generasi penerus Polri. Nilai-nilai kehidupan yang ditanamkan dalam kepemimpinannya yang penting dan berguna adalah tentang kejujuran, kesetiaan pada kebenaran, menjunjung tinggi nilai profesionalitas dan kecintaan pada profesi, yang dijalankan Pak Hoegeng menjadi pelajaran yang tidak ternilai.

 

Rangkaian catatan hidup pak Hoegeng sangat berkesan dan bernilai. Pilihan sikapnya dalam meniti karir di institusi Polri bisa menjadi materi penting penanaman leadership dan integritas. Khususnya bagai taruna Akademi Kepolisian dan pusat pendidikan Polri lainnya yang mempersiapkan calon-calon pemimpin Polri mendatang. Mempelajari dan mengetahui dasar filosofi kebaikan para senior di institusi, adalah cara pembelajaran paling efektif bagi mereka. Apalagi senior mereka itu, adalah Pak Hoegeng, sosok yang diakui dan dikagumi banyak orang, baik anggota Polri, maupun masyarakat biasa.

 

Pak Hoegeng adalah role model bagi institusi Polri dalam membangun dan menginternalisasikan sistem nilai ideal pada program pendidikan, pengelolaan sumber daya manusia dan pengaturan jenjang karir Polri. Dari sejarah lelaki kelahiran di Pekalongan, Jawa Tengah pada 14 Oktober 1921 itu, saya memetik pelajaran hidup terpenting dalam meniti karir. Bahwa dengan kejujuran dan integritas tinggi, Pak Hoegeng tetap bisa meniti karir dengan baik dan sampai pada level tertinggi, sebagai Kapolri. Kepada dia, saya dan seluruh anggota Polri di Indonesia bisa meniru keberhasilan tersebut.

 

Sikap hidup sederhana dan taat azas yang berlaku pada organisasi , Pak Hoegeng memberi contoh dengan melarang anaknya agar tak mendapat perlakuan istimewa karena jabatan bapaknya. Tak hanya itu, dia menolak gaji ganda dan mobil dinas—meski itu hak dia—serta memilih tinggal di rumah kontrakan tanpa penjaga. Urusan menghindari benturan kepentingan saat menjabat, Pak Hoegeng malah menutup toko kembang istrinya karena khawatir diborong oleh orang yang mencari muka.

 

Selaku penegak hukum, Pak Hoegeng pun tak pernah ragu membongkar kejahatan besar, termasuk yang melibatkan aparat atau pejabat. Tak pernah surut menghadapi tantangan. Pak Hoegeng tak silau pula oleh jabatan. Dia menolak jabatan duta besar ketika Presiden Soeharto menghentikannya dari jabatan sebagai Kapolri.

 

Lalu, apakah Pak Hoegeng pemilik tunggal polisi yang baik di institusi Polri, seperti joke lawas yang menyebut hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: Hoegeng, polisi tidur dan patung polisi? Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan klaim itu. Sebab, masih banyak “Hoegeng-Hoegeng” lain di insitusi Polri, baik mereka yang sudah purna tugas maupun yang masih aktif. Mungkin saja, mereka tidak mencuat atau terekspose, karena juga memegang prinsip Pak Hoegeng, “sepi ing pamrih rame ing gawe” yang dimaknai dengan: pengabdian dalam tugas adalah ibadah, tidak perlu ekspose untuk pamrih.

 

Pak Hoegeng, terima kasih atas contoh baik dan dedikasimu. Saya bangga menjadi bagian institusi yang pernah Jendral pimpin, dan berupaya terus menghidupkan sinar kepemimpinanmu untuk tetap hidup hingga sekarang, nanti dan selamanya.

 

Rastra Sewakotama sepanjang masa.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar