Hasutan
Politik di Tengah PPKM Hasanudin Abdurakhman ; Cendekiawan, penulis |
DETIKNEWS, 16
Agustus 2021
Minggu lalu
media heboh dengan pemberitaan soal masuknya tenaga kerja asing (TKA) dari
China, sebanyak 34 orang di Bandara Soekarno Hatta, ditambah 20 orang yang
masuk melalui Makassar. Berbagai alasan disampaikan oleh anggota DPR yang
menyoroti masalah ini. Ada yang menganggap masuknya orang-orang asing itu
berpotensi memperbesar penambahan kasus baru. Ada juga yang beralasan bahwa
tidak adil membiarkan mereka masuk, sementara WNI sendiri disuruh tinggal di
rumah selama masa PPKM. Sebenarnya
arus TKA yang masuk ke Indonesia jauh lebih besar dari yang diributkan itu.
Kantor Imigrasi mencatat ada hampir 25 ribu orang masuk ke Indonesia dalam
jangka waktu sekitar sebulan sejak 1 Juni. Yang masuk tentu saja bukan hanya
TKA China, tapi juga Jepang, Korea, dan lain-lain. Tapi kita tidak pernah
mendengar orang ribut soal masuknya TKA Jepang atau Korea. Selalu yang
diributkan hanya soal TKA China. Ribut soal TKA
Cina pun bukan baru sekarang. Waktu pemerintah gencar mengkampanyekan
larangan mudik Lebaran, isu ini dipakai untuk mengkritik pemerintah. Fadli
Zon, misalnya, menyampaikan narasi "TKA China boleh masuk, sementara
kita tidak boleh mudik." Itu adalah hasutan yang mendorong orang untuk
tidak patuh pada larangan mudik. Kemudian memang banyak yang tidak patuh, dan
berujung pada meledaknya penambahan kasus positif. Bagi saya, ini
bukan kritik, tapi hasutan. Yang menyoroti masalah ini adalah anggota DPR.
Seharusnya fokus mereka pada aturan, dan pada soal adakah aturan yang
dilanggar. TKA tadi diizinkan masuk berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan
HAM No. 27 tahun 2021. Dalam aturan itu ditetapkan bahwa hanya 5 kelompok
orang asing yang boleh masuk selama PPKM Darurat. Mereka boleh masuk dengan
sejumlah syarat. Untuk TKA, hanya pemegang ITAS yang diperbolehkan masuk. Kalau anggota
DPR mau mengkritik, kritiklah peraturan itu saat dikeluarkan. Bukan saat TKA
dibolehkan masuk berdasarkan peraturan itu. Konyol sekali, suatu kejadian
yang sebenarnya sudah sesuai aturan tapi tetap dikritik. Konyol juga
membandingkan TKA yang boleh masuk dengan orang lokal yang harus tinggal di
rumah. Keduanya entitas yang berbeda. Yang satu pekerja, satu lagi bukan.
Kalau mau membandingkan, bandingkanlah perlakuan terhadap sesama pekerja.
Baik pekerja asing maupun lokal kena peraturan yang sama selama PPKM Darurat.
Ada yang boleh tetap bekerja, ada yang harus bekerja dari rumah (WFH).
Artinya, WNI pun banyak yang diperbolehkan bekerja. Pembandingan
itu, sekali lagi, bukan kritik, tapi hasutan. Waktu menjelang Lebaran narasi
yang disampaikan juga demikian. Padahal mudik Lebaran berbeda dengan
aktivitas pergerakan tenaga kerja. Pada aturan larangan mudik Lebaran juga
diberlakukan kandungan yang sama, bahwa yang harus bepergian dalam rangka
pekerjaan yang memenuhi syarat, tetap diperbolehkan. Membandingkannya dengan
pergerakan orang bukan dalam rangka pekerjaan hanyalah upaya untuk membuat
orang-orang marah dan membangkang. Benarkah
masuknya orang asing itu akan memperbesar potensi penambahan pasien baru?
China masih termasuk yang terendah kasus aktifnya di dunia. Data terkini
menunjukkan bahwa kasus aktif di China kurang dari 2000. Kasus aktif di DKI
atau Jawa Barat jauh lebih tinggi dari itu. Artinya, risiko penyebaran
infeksi jauh lebih besar pada perjalanan dalam negeri ketimbang dari
kedatangan para TKA itu. Terlebih pemerintah menerapkan syarat-syarat yang ketat
terhadap kedatangan mereka. Soalnya,
sekali lagi, memang bukan kritik. Ini adalah hasutan. Dari dulu TKA China
memang selalu jadi bahan yang digoreng untuk memanas-manasi. Sejak dulu
disebar hoaks yang menggambarkan seolah ada serbuan TKA China dalam jumlah
jutaan orang. Mereka digambarkan sebagai upaya penjajahan oleh China, baik
secara literal maupun sebagai bentuk penjajahan ekonomi. Berbagai hal terkait
China selalu jadi amunisi politik yang dipakai untuk menyerang pemerintah. Penyebutan TKA
China dalam situasi PPKM Darurat hanyalah bentuk hasutan, menggunakan kata
kunci yang sama. Tujuannya adalah memelihara kesimpulan salah yang sudah
ditanamkan sebelumnya soal penjajahan China. Ini adalah propaganda politik
rendah. Sayang sekali para politikus ini tega melakukannya di saat kita harus
berjuang bersama melawan pandemi. ● Sumber
: https://news.detik.com/kolom/d-5683657/hasutan-politik-di-tengah-ppkm |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar