Bukan
Kampus ”Follower” Yonvitner ; Dosen IPB University |
KOMPAS, 1 Juli 2021
Meminjam istilah Alex
Ross, industri masa depan adalah yang menguasai data. Dengan konteks sedikit berbeda,
di sini penulis ingin menyampaikan opini tentang masa depan kampus dan kampus
masa depan yang kemungkinan tanpa mahasiswa. Tentu bukan kondisi ini juga
yang ingin didorong dalam Kampus Merdeka. Gagasan Kampus Merdeka
tentu bukan bermaksud memberikan kebebasan kampus dari kepenatan melayani
akademik mahasiswa. Namun, kemerdekaan dalam arti menjadi kampus sebagai
ruang yang lebih inklusif dalam menangguk iptek. Euforia kampus merdeka
bukan mendisrupsi peran kampus sebagai pusat interaksi insan ilmiah dalam
mencari pemecahan masalah, pendalaman nilai-nilai kehidupan, dan pengembangan
inspirasi berbasis penghayatan akal budi. Untuk itu, peran kampus
sesungguhnya sentral, sementara kampus 4.0 dan era merdeka adalah instrumen
untuk memperkuat peran kampus sesungguhnya. Belum sampai pada pencapaian yang
sesungguhnya, kini kampus dihadapkan pada disrupsi melalui revolusi industri
4.0 sehingga revolusi industri 4.0 terlihat berperan sebagai instrumen
penguat peran kampus. Satu hal yang harus kita
pahami bahwa revolusi industri 4.0 bukanlah tujuan, melainkan merupakan media
yang perlu dikelola. Kenyataan saat ini kampus yang tidak siap dalam
instrument 4.0 akan menjadi kampus usang tanpa mahasiswa. Meski demikian, peran
instrumen TI masih terlihat begitu kuat (powerfull) menguasai data dan
informasi kampus. Boleh kita bilang, hari ini semua kampus dengan data dan
informasi yang dimilikinya menyerah tanpa syarat pada Google dan Youtube.
Google dan Youtube menyiapkan semuanya, mulai dari kehadiran mahasiswa, PR,
materi kuliah, ujian, pelayan akademik, penggalian inovasi sains, ruang
diskusi, sampai hasil publikasi kampus dan ranking. Kenyataan yang tidak bisa
ditolak, terangnya kampus dan pendidikan saat ini tidak bisa lepas dari
kehadiran profesor google begitu sebutan mahasiswa. Kalau sudah seperti ini,
apa yang menjadi milik bangsa? di mana kedaulatan iptek kita, di mana
keunggulan kita dalam mengelola informasi, dalam kontek kampus, masihkan
kampus berdaulat? Terus apa lagi yang diperjuangkan kampus untuk tetap eksis
saat ini? Kampus
masa depan Terus seperti apa
sebenarnya model kampus masa depan? Era Covid-19 adalah fase disrupsi kedua
setelah kehadiran revolusi industri 4.0 itu sendiri. Kampus-kampus mulai
dikelola mesin dan bahkan banyak hal sudah mulai dilakukan dengan robot. Rasa
kebahagiaan seorang wisudawan di Jepang mulai digantikan dengan robot saat
wisuda karena disrupsi Covid-19. Kodefikasi, keamanan, dan megadata sudah
menjadi paket sistem industri robotik. Bahkan, industri genomik akan memunculkan
kekhawatiran tinggi ketika orang mulai paham arti simbol genetiknya masing-
masing. Kehadiran mesin industri
pendidikan tentu akan mendistorsi peran manusia, mempersempit lapangan kerja
dan memunculkan kesenjangan baru. Karena, hanya orang-orang tertentu saja
yang akan menguasai teknologi dan informasi tersebut. Akibatnya, ekonomi juga
akan terpolarisasi pada segelintir orang pemilik dan pengelola teknologi dan
data. Perubahan ini akan mengubah polarisasi ekonomi dan politik. Fakta hari
ini kuatnya pengaruh China di Indonesia adalah dampak dari masifnya
intervensi teknologi dan instrumennya oleh China. Kecerdasan buatan
(artificial intelligence) adalah mesin industri yang memiliki daya hancur
yang luar biasa, tetapi tidak mampu memisahkan data yang baik dan buruk
sehingga menjadi sangat pelangi warna kehidupan ke depan kalau manusia
dikendalikan sepenuhnya oleh mesin. Seperti kita lihat maraknya hoaks dalam
industri informasi adalah contoh ketidakmampuan revolusi industri memisahkan
benar dan salah, beretika dan tidak. Dalam konteks Indonesia,
apa sebenarnya yang perlu dikelola untuk mengendalikan industri 4.0 saat ini
sebagai ruang yang harus diisi kampus masa depan. Ada empat poin yang penting
diperhatikan, yaitu keberadaan perempuan, keberadaan pemuda, keberadaan tanah
dan air, serta budaya dan nilai. Kampus masa depan adalah
yang memberikan perhatian lebih besar pada perempuan dan anak anak. Kedua
insan inilah pencetak generasi sehat dan berkualitas. Ketika informasi masuk,
informasi tidak mampu membedakan mana konsumsi dewasa dan anak-anak.
Akibatnya, banyak generasi muda masuk kedalam jurang kedewasaan tanpa batas
(pre-mature) karena mengonsumsi informasi dewasa. Kampus masa depan adalah
yang mampu mengelola perempuan dengan baik untuk menghasilkan generasi dan
SDM berkualitas. Tidak salah ketika ditanya ada ajaran yang mengutamakan
pengabdian kepada seorang ibu. Kampus yang mampu menyiapkan edukasi terhadap
ibu dan anak-anak akan menjadi pilihan pada masa depan. Kedua, keberadaan pemuda
adalah gambaran calon pemimpin masa depan. Kampus diperlukan untuk menyiapkan
pemuda-pemuda penuh ide dan gagasan. Pemuda yang hidup ikut arus (follower)
akan tenggelam dalam derasnya aliran revolusi industri 40. Pemuda yang punya
gagasan dan ide serta beretika yang akan mampu bertarung dan eksis di masa
depan. Mungkin ini penerawangan Bung Karno ketika meminta 10 pemuda untuk
mengguncang dunia. Ketiga, penguasaan
terhadap tanah dan air menjadi vital. Kampus yang mengajarkan cara mengelola
tanah, air, beserta isi dan yang bergantung pada keduanya akan menjadi
pilihan masa depan. Karena, akan mengajarkan bagaimana mencari hidup dan
penghidupan dari dua lingkungan itu. Lebih dari 260 juta rakyat Indonesia
perlu pangan dan air. Kampus yang menguasai iptek terkait tata kelola tanah,
tanaman di atasnya, tata kelola air menjadi pemenang dalam menguasai pangan
dan air manusia masa depan. Selanjutnya, bagian
keempat adalah kampus yang mengajarkan budaya dan nilai-nilai. Budaya dan
nilai ini ter-deliver dalam revolusi industri 4.0 tanpa penjiwaan. Kita bisa
saja menyaksikan video yang isinya sikap empati terhadap seseorang, tetapi
belum tentu nilai itu masuk dan melekat dalam manusianya. Karena, jiwa
manusia tersebut akan larut dalam penghayatan tanpa penjiwaan ketika berhadapan
dengan manusia lainnya. Semangat, jiwa, dan nilai serta budaya adalah bagian
dari pemersatu manusia di masa mendatang. Revolusi industri 4.0 adalah
instrumen pengantar dan bukan menjadi tujuan akhir di mana nilai dan budaya
disematkan. Kampus masa depan adalah
kampus yang hadir dengan menyiapkan keempat hal tersebut dan memiliki data
semuanya dalam Giga Data Kampus. Bukan kampus yang menjadi follower, penyewa
ruang memori dari robot informasi, sehingga membuat sebagian orang frustrasi
karena gaya mekanistik yang dianggap maju. Semoga pemerintah sadar bahwa
bangsa ini pemilik aset di mana ada perempuan, anak-anak, pemuda, dan
memiliki tanah dan air yang harus diformulasi menjadi kekuatan kampus masa
depan. Kita bukanlah pengikut
perubahan global, tetapi adalah bagian yang ikut mengubah global. Untuk
pendidikan kita ke depan harus menjadi revolusi industri 4.0 sebagai
instrumen untuk memperkuat kampus dan bangsa hingga kuat dengan nilai-nilai
yang dijiwai oleh setiap insannya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar