Kiprah
Generasi Z dan Milenial dalam Upaya Bela Negara Indradjat Soehardomo ; Bekerja di Badan Pengusahaan (BP) Batam;
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia |
KOMPAS, 26 Juni 2021
Berdasarkan hasil Sensus
Penduduk 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, total populasi
Indonesia pada tahun 2020 tercatat 270,2 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 32,6
juta jiwa dibandingkan hasil sensus penduduk satu dekade sebelumnya yang sebesar
237,63 juta jiwa. Komposisi penduduk
Indonesia pada saat ini didominasi oleh generasi Z dan milenial. Jumlah
penduduk generasi Z (yang lahir di rentang tahun 1997-2012) mencapai 74,93
juta jiwa atau 27,94 persen dari total populasi, sedangkan penduduk generasi
milenial atau bisa juga disebut generasi Y (yang lahir antara tahun
1981-1996) mencapai 69,38 juta jiwa atau 25,87 persen dari total populasi.
Dengan demikian, kedua generasi tersebut merupakan sumber daya nasional yang
sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kekuatan bangsa yang tangguh dan
kokoh di masa depan. Persaingan antarbangsa di
era globalisasi sekarang ini yang mencakup segala aspek, seperti ekonomi,
perdagangan, pertahanan, teknologi informasi, dan komunikasi. Selain itu,
masih banyak aspek lain yang mengharuskan setiap bangsa untuk melindungi dan
mempertahankan kedaulatannya, baik ke dalam maupun ke luar, agar tidak
terancam eksistensinya sebagai bangsa. Timbulnya persaingan atau
permusuhan antarbangsa tidak mustahil bisa menjadi ancaman ke arah peperangan
atau konflik bersenjata. Bisa saja hal ini dipicu dari ketegangan atau
eskalasi sengketa wilayah perbatasan antarnegara, perang dagang, sabotase
internasional, kegiatan spionase, dan akar permasalahan yang timbul lainnya.
Juga ancaman yang berasal dari dalam, seperti terorisme, radikalisme,
separatisme, penyelundupan senjata, dan amunisi, untuk menyebut beberapa
contoh, mengharuskan peningkatan kekuatan pertahanan dari dalam negeri
sendiri. Dari kenyataan inilah,
timbul ide/gagasan dari pemerintah untuk melibatkan komponen bangsa lainnya,
selain Tentara Nasional Indonesia (TNI), untuk pertahanan dan keamanan
negara. Dengan total penduduk 270 juta jiwa dan memiliki jumlah tentara aktif
sekitar 438.000 orang, dirasa perlu untuk membentuk tentara cadangan sebagai
backup kekuatan pertahanan dan keamanan. Pembentukan
komponen cadangan Dengan payung hukum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional
(PSDN) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 sebagai peraturan
pelaksanaannya, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan memutuskan untuk
membentuk komponen cadangan (komcad) dalam sistem pertahanan semesta. Hal ini
juga sejalan dengan amanat yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (3)
yang mengamanatkan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara. Selain itu, Pasal 30 Ayat (1) yang menegaskan
tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara. Perekrutan menurut rencana
akan dimulai bulan Juni 2021 sebanyak 25.000 orang untuk matra darat, laut,
dan udara secara bertahap, dengan dimulai tahap awal alokasi sebanyak 2.500
orang di Pulau Jawa. Mereka akan dibekali pendidikan dasar kemiliteran selama
tiga bulan di Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) Kodam Jayakarta, Kodam
III/Siliwangi, Kodam IV/Diponegoro, dan Kodam V/Brawijaya. Dengan persyaratan
yang ditetapkan antara lain usia 18-35 tahun, sehat jasmani dan rohani, serta
catatan berkelakuan baik dari pihak kepolisian, pendaftaran dapat diikuti
dari beragam profesi, seperti dosen, mahasiswa, aparatur sipil negara,
karyawan BUMN/swasta, dan wartawan, kesempatan terbuka ini tentunya menyasar
kaum generasi Z dan milenial yang menjadi target bidikan. Dibandingkan dengan negara-negara
tetangga, seperti Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina, yang notabene
jumlah penduduknya lebih sedikit dibandingkan Indonesia, ternyata mereka
sudah melaksanakan program wajib militer bagi kaum mudanya, terutama
laki-laki, dengan rentang usia 18-27 tahun. Sebagai ilustrasi, kalau kita
berjalan-jalan di pusat keramaian di Singapura (sebelum pandemi Covid-19),
kita banyak menjumpai anak-anak muda laki-laki berjalan beriringan dengan
mengenakan seragam dan atribut militer. Jadi, berkaca dari hal
tersebut, sudah saatnya bagi kita untuk membentuk tentara cadangan. Bedanya,
kalau mereka bersifat wajib (compulsory), tidak bisa menghindar tanpa adanya
alasan yang kuat, program komponen cadangan yang akan diterapkan di Indonesia
bersifat sukarela (voluntary) dan tidak ada pemaksaan. Namun, sejatinya tidak
ada alasan bagi anak muda Indonesia yang masuk golongan generasi Z dan
milenial untuk memandang program ini dengan sebelah mata dan inilah saat yang
tepat untuk membuktikan kiprah positif guna mewujudkan kedisiplinan,
ketangguhan, dan kemandirian sebagai warga negara yang memiliki komitmen
tinggi dalam konteks upaya bela negara. Secara eksplisit dapat
dipahami bahwa pemerintah telah menyediakan panggung yang legitimate kepada
generasi Z dan milenial melalui program komcad untuk membuktikan ketangguhan
dan keandalan sebagai generasi penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab
dan etika moral untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa dan negara. Selama ini generasi
milenial, yang diciptakan dan dipopulerkan oleh dua pakar sejarah dan penulis
Amerika, William Strauss dan Neil Howe, pada tahun 1991, melalui buku-buku
mereka, Generations: The History of America’s Future Generations, 1584 to
2069 (1991) dan Millennials Rising: The Next Great Generation (2000), dicap
sebagai generasi santai dan suka berfoya-foya (the leisure generation) dengan
memolakan gaya hidup (lifestyle) yang hedonis dan kurang peduli terhadap
masalah-masalah strategis bangsa. Demikian pula hal yang tak jauh berbeda
dengan kondisi generasi Z. Peran serta aktif dalam
komcad akan menghapus stigma yang melekat pada mereka. Memang pada awal
pelaksanaan program komcad ini diperkirakan belum berjalan mulus karena masih
ada pihak-pihak yang kontra dengan menganggap mobilisasi sumber daya nasional
ini belum waktunya untuk diluncurkan. Ibarat pepatah ”tak kenal maka tak
sayang”, pastinya program yang mulia ini mesti disosialisasikan dengan intens
agar mendapat respons positif dari semua pemangku kepentingan, hingga pada
akhirnya dapat mencapai misi dan tujuan yang diharapkan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar